Mudah Dilakukan, Ternyata Ini 10 Rahasia Agar Makin Kompak dengan Mertua

By nova.id, Kamis, 8 Juni 2017 | 08:00 WIB
Ternyata tak sulit untuk kompak dengan mertua. Ikuti yuk 10 caranya berikut ini (nova.id)

Pernah iri sekaligus bingung melihat perempuan lain begitu akrab dan harmonis dengan ibu mertuanya?  Atau justru Anda mulai lelah dengan masalah yang mendera rumah tangga karena campur tangan mertua?

Tentu saja Anda tak sendirian. Masalah yang kerap dihadapi dalam relasi menantu dan mertua ini bisa dialami siapapun.

Menurut Naomi Ernawati Lestari, M.Psi, psikolog dari Light House, terkadang ibu merasa masih punya hak atas anaknya lantaran sudah membesarkan anak lelakinya sejak kecil hingga dewasa. Tak heran, mertua berharap sang menantu akan memperlakukan anaknya sesuai harapannya.

Nah, bila tak sesuai kenyataan, sadar maupun tidak, sang mertua pun ikut campur dalam urusan rumahtangga anaknya. Ia lupa bahwa anak lelakinya sudah menikah dan punya kehidupan serta otoritas sendiri.

Hal ini kerap menimbulkan konflik dengan menantunya. Apalagi setelah menikah, biasanya sifat dan kepribadian asli masing-masing baru akan tampak dan kemudian bisa memicu datangnya konflik.

Lantas bisakah mertua dan menantu jadi kompak? Tentu saja, Anda bisa mengupayakannya. Ikuti 10 langkah berikut:

1. Hindari berharap berlebihan

Bila menantu tak sesuai harapan, tidak ada salahnya mertua menurunkan ekspektasi kepada menantunya. Ingat, kebutuhan dan zaman sudah berbeda! Terima dengan lapang dada bila menantu  tidak sempat membuatkan sarapan untuk suaminya lantaran harus berangkat kerja pagi-pagi.

Baca: 11 Karakter Mertua yang Harus Anda Pahami Demi Hubungan yang Harmonis

2. Tahu diri

Baik mertua maupun menantu harus punya batasan (boundaries) sejauh mana harus bersikap satu sama lain. Sadari bahwa anak bukan lagi miliknya sepenuhnya karena sudah berumah tangga.

Mertua harus tahu batasan sejauh mana bisa ikut masuk dalam urusan rumahtangga anaknya atau berkomentar tentang menantunya. Bila kritikannya ditolak, misalnya,  ia harus ikhlas karena rumah tangga tersebut otoritas anak dan menantunya.

Sebaliknya, menantu juga harus tahu diri dalam bersikap terhadap mertua. Misalnya dalam hal menyampaikan uneg-unegnya pada mertua. Menantu juga harus sadar bahwa dia tidak bisa membatasi hubungan suaminya dengan ibunya. Istri juga harus tahu bahwa suaminya butuh bertemu dan mengobrol dengan ibunya.

Suami dan istri perlu membicarakan apa saja yang akan dilakukan menghadapi mertua. Misalnya, soal kesepakatan suami memberi uang pada orang tuanya setiap bulan, atau keinginan menjenguk orang tuanya seminggu sekali kalau tinggalnya berdekatan,” imbuh Naomi.

Baca: Saat Mertua Terlalu Ikut Campur dalam Urusan Rumah Tangga

3. Jangan banyak membantah

Mertua pasti kesal pada menantu yang selalu membantah ucapannya karena menganggap ia tak pernah didengarkan dan dihargai. Ini paling penting dalam hubungan mertua dan menantu.

Bukan berarti menantu harus selalu setuju pada ucapan mertua. “Jawab saja, ‘O iya, Bu’. Atau ‘Benar juga, Bu’. Atau, ‘Nanti saya pikirkan lagi.’ Terima sarannya dengan baik, tapi keputusan tetap ada di tangan kita.”

Baca: 5 Tanda Calon Mertua Bakal Jadi Masalah dalam Perkawinan

4. Buat kegiatan berdua

Bila memungkinkan, lakukan hal ini. Misalnya, berbelanja atau memasak bersama. Namun, perhatikan bagaimana kepribadian satu sama lain agar keduanya sama-sama nyaman. Bila tidak bisa, jangan dipaksakan.

5. Kenali kepribadian

Cari tahu hobi, sifat, dan kepribadian masing-masing agar tidak salah paham. Kalau menantu dan mertua sama-sama tertutup, melakukan kegiatan berdua saja belum tentu jadi cara terbaik untuk kompak.

“Yang terjadi malah bisa saling diam dan membuat suasana makin canggung. Dalam hal ini lebih baik melibatkan suami,” tutur Naomi.

Bila mertua ekstrover dan menantu sebaliknya, mungkin masih bisa membuat suasana cair dan menantu pelan-pelan akan membuka diri. Bila keduanya sama-sama ekstrover, bisa jadi suasana akan lebih ramai. Di sisi lain, ini rentan konflik karena bisa jadi cara bicara jadi kurang dipikirkan.

Baca: 4 Langkah Jika Suami-Istri Harus Membiayai Hidup Mertua

6. Beri perhatian

Saat ulangtahun, misalnya, beri ucapan selamat dan belikan kue atau hadiah. Saat berkunjung ke rumahnya, bawa makanan kesukaan mertua atau menantu.

Namun, perhatian tidak selalu berupa barang. Menyapa lewat telepon, pesan singkat, atau mengajak mengobrol sekadar menanyakan apa yang sedang dilakukan, sudah makan atau belum, juga bisa jadi perhatian yang akan menyenangkan hati mertua.

7. Saling menghargai

Bila mertua atau menantu memberi baju, tas, atau barang lainnya, kenakan ketika bertemu dengannya meski Anda sebetulnya kurang menyukainya. Inilah bentuk penghargaan.

Tetapi jangan kecewa kalau mertua tidak suka dengan pemberian Anda. Atau, agar tidak kecewa, ajak Mertua pergi dan biarkan dia memilih baju yang ia sukai. Ingat, jangan memaksakan kesukaan kita padanya.

Baca: Kiat Agar Diterima Mertua

8. Pilah-pilih perkataan

Ketika memiliki keluhan tentang mertua atau menantu, jangan disampaikan langsung. Sebaiknya sampaikan keberatan pada suami. Biar dia yang menyampaikannya kepada ibunya atau pada istrinya dengan bahasa yang lebih halus. Pilih kata secara hati-hati agar tidak menimbulkan salah paham.

9. Ikuti peraturan

Idealnya, setelah menikah pasangan suami istri berpisah tempat tinggal dari orang tua. Namun bila memang tinggal bersama mertua, ikuti peraturan di rumah tersebut.

Kalau mertua tipe orang yang bersih, berusahalah untuk membuat rumah selalu dalam keadaan bersih dan rapi. Selain itu, ikutlah andil membiayai rumah. Misalnya, membayar telepon, listrik, atau lainnya. Jadi, bukan hanya sekadar menumpang.

Baca: Meredam "Perang" mertua VS Menantu

10. Jangan berpihak

Suami tak boleh berpihak pada istri maupun ibunya. Naomi menambahkan, bila suami selalu memilih berpihak pada ibunya dan tidak mau mendengarkan saran atau memperhatikan perasaan istrinya, berarti ada kesalahan.

Sebelum menikah, seharusnya suami dan istri menyamakan visi dan misi dalam memandang pernikahan.

Kalau sudah terlambat, suami dan istri bisa meminta bantuan orang yang netral untuk memecahkan masalah ini. Bisa orang dekat, bisa pula tenaga profesional seperti psikolog,” tuturnya.

Suami juga harus bersedia menjadi penengah dan bersikap adil antara istri dan ibunya. Kalau perlu bersifat tegas kepada istri atau ibunya.

Konflik akan semakin besar kalau suami tidak bisa menolak atau mengatakan tidak pada ibunya.

Hasuna Daylailatu/Tabloid NOVA