Apa Penyebab Mata Juling?

By nova.id, Senin, 29 Mei 2017 | 02:30 WIB
Deteksi Dini Mata Juling (nova.id)

Mata memiliki banyak fungsi.

Di samping untuk melihat dalam arti ketajaman penglihatan, mata juga berfungsi untuk melihat warna dan melihat luas lapangan.

"Selain itu, fungsi yang paling tinggi adalah kesadaran ruang (stereovision)," ujar dokter spesialis mata dari RS Mata Aini, Dr. Abdul Manan Ginting.

Kesadaran ruang adalah kemampuan membedakan jauh dekat dan hanya bisa dilakukan jika kedua mata memiliki fungsi yang baik.

Nah, apa yang terjadi jika mata juling?

"Mata juling yang tidak segera ditangani akan mengakibatkan si penderita kehilangan kemampuan stereovision untuk selama-lamanya," tegas Ginting.

Orang-orang ini akan kehilangan lapangan pekerjaan tertentu, misalnya pilot, ahli bedah, dan sebagainya.

"Ia tidak memiliki perspektif. Jadi, jangan anggap sepele. Harus segera dikenali dan ditangani."

Juling atau strabismus atau squint bisa terjadi karena berbagai faktor.

Misalnya saja, faktor bawaan.

Juling juga bisa terjadi karena kerusakan pada otot, syaraf, atau karena pusatnya yang rusak.

Pusat yang rusak ini bisa di pusatnya sendiri, tetapi bisa juga akibat mata yang tidak mendapat rangsangan.

"Kalau mata tidak mendapat perangsangan, ya, sentrumnya tidak bisa bekerja. Akibatnya, tidak bisa mengatur ke mana mata akan melihat," ujar Ginting.

Pada orang dewasa, juling lebih banyak terjadi karena kelainan syaraf, misalnya karena radang atau stroke.

Sedangkan pada anak, yang paling banyak terjadi adalah juling karena gangguan pada otot-otot mata.

Pada anak, juling karena gangguan syaraf seringkali terjadi karena trauma persalinan.

"Misalnya persalinan yang menggunakan vacuum. Ini bisa membuat salah satu otot menjadi lumpuh," lanjut Ginting.

Selain fungsinya yang rusak, bisa juga karena ototnya yang memiliki kelainan.

"Ada otot yang memang terlalu lemah dan ada yang terlalu besar, sehingga mata dalam gerakannya tidak normal. Ini biasanya dibawa dari lahir dan seringkali ada faktor-faktor genetik," ujar Ginting.

Di sisi lain, terdapat pula juling yang bukan juling, yang terjadi pada kelompok etnis Cina atau Jepang.

Bayi yang baru lahir dari kelompok etnis ini, secara relatif memiliki jarak antara pinggir kelopak mata yang lebar.

Akibatnya, terkesan matanya masuk ke dalam (telecanthus) dan dianggap juling.

Tapi "Juling semacam ini disebut juling palsu (pseudo strabismus) dan akan hilang sendiri setelah anak dewasa," ujar Ginting.

Hasto Prianggoro/NOVA.ID