Impian menua bersama suami hingga maut memisahkan menjadi milik semua perempuan saat akan menikah.
Tapi, bila dicermati, setelah menikah, ada sejumlah pasangan suami-istri yang sebenarnya memiliki ketimpangan dalam perjalanan pernikahan mereka.
Ada masa ketika fase kehidupan membuat kita berkembang menjadi sosok istri dan ibu yang makin matang dalam menjalani perkawinan.
Sangat menyenangkan jika suami juga menjadi demikian, sosok suami dan ayah yang hangat dan mengayomi keluarga.
(Baca: Duh, Suami Masih Suka Keluyuran)
Tapi, bagaimana jika suami tetap saja berada dalam kondisi kepribadian seperti saat belum menikah dulu?
Misalnya, masih senang bergaul hingga malam bersama teman-temannya, memiliki sahabat wanita dalam pekerjaannya, menikmati ketergantungan setiap perempuan pada dirinya, mau mengorbankan waktu untuk orang lain ketimbang bersama anak dan istrinya, dan yang pastinya menyakitkan kita adalah ketika dalam pertengkaran, ia selalu meminta kita sebagai istri untuk memakluminya.
(Baca: Suami Tiba-tiba Jadi Pemarah? Jangan Curiga Dulu, Sikapi dengan 5 Cara Ini)
Mungkin, hati kecil kita sering tergelitik kecurigaan soal perempuan lain dalam keseharian suami di luar rumah.
Belum lagi, gadget dan media sosial sangat memungkinkan celah untuk berselingkuh makin rentan terjadi.
Sering, kan, kita dengar perselingkuhan yang dipicu dari intensnya komunikasi di media sosial dan pesan teks di ponsel?
“(Jika di dunia maya) Suami tentu tak meniatkan para perempuan menjadi pengganti istrinya. Ia hanya punya nyali untuk melakukan romantisme cyber,” ujar psikolog Rieny Hasan pada NOVA.id.
(Baca: Mencari Kedekatan Emosional yang Kuat, 1 dari 5 Alasan Perempuan Berselingkuh)
Rupanya, ada faktor penyebab mengapa suami menikmati hal terlarang ini.
“Kepuasan berlama-lama chatting itu diperoleh karena ia merasa didengarkan, dibutuhkan nasehatnya, dan juga karena memang ia pendengar yang baik.”
Tahap lanjutan yang kemudian disebut perselingkuhan adalah ketika ia melakukan kontak fisik, mencoba bertemu sembunyi-sembunyi, dan merasa nyaman atau tak bersalah saat melakukannya.
Banyak suami yang dari luar tampak dewasa, tapi sebenarnya masih kekanakan.
(Baca: Trik Menegur Pasangan yang Masih Kekanakan)
Mengapa demikian?
1. Pola Asuh
“Ia tak pernah menjadi dewasa dan bisa menjawab tuntutan perannya dalam perkawinan, sebagai suami maupun ayah yang bertanggung jawab.”
Baginya hal-hal di luar arah minatnya bukanlah sesuatu yang ia pikirkan benar, termasuk juga bagaimana perasaan istrinya terhadap sepak terjangnya.
Hal ini pun semakin didukung dengan pola asuh yang ia alami sejak kecil.
Misal, suami dekat dengan ibunya sejak kecil.
Atau Sang Ibu adalah single parent sehingga begitu tangguh, melindungi anaknya dengan penuh perhatian, sehingga suami berharap sang istri bisa menjadi figur ibunya.
Yaitu tak menjadi istri yang penuntut, punya kesibukan sendiri, dan dalam segala hal, lebih dewasa dibanding dirinya.
(Baca; Anak Laki-laki Dekat dengan Ibu Sejak Kecil Cenderung Suka Perempuan Lebih Tua?)
2. Menikmati Hubungan dengan Perempuan Selain Istrinya
Bila suani punya kemampuan untuk membuat perempuan merasa nyaman dengan dirinya, memang ia adalah penikmat hubungan, sehingga mau tak mau ia harus punya kemampuan mendengarkan.
Sayangnya, bukan untuk mendengarkan istrinya.
(Baca: Ini Pengakuan Raffi Ahmad soal Isu Perselingkuhan)
Biasanya tipe suami demikian tak akan melangkah lebih jauh, karena ia tak mau mempersulit dirinya dengan hubungan permanen, seperti menikah lagi atau menikah di bawah tangan.
“Di sini bedanya penyelingkuh seperti suami, dengan mereka yang niat benar untuk "menukar" istrinya dengan perempuan lain.”
Menurut Rieny, tipe selingkuh yang begini biasanya bertemu si perempuan, mulai membelikan ini dan itu, atau jika perempuannya yang lebih berduit, mulai dihujani hadiah, dan akhirnya mengikatkan diri.
(Baca: Penting! Lakukan 6 Hal Ini Agar Rumah Tangga Jauh dari Perselingkuhan)
Lalu harus bagaimana? Apakah cerai jadi jalan terbaik?
Tentu saja dalam kondisi tersebut, kepercayaan sebagai pondasi kokohnya pernikahan menjadi luntur.
Dalam sekejap, rasa percaya itu menurun ke titik terendah.
Sebagai perempuan, kita memiliki pilihan-pilihan berikut:
1. Pertahankan dan Lakukan Ini
"Jika kita yakin perkawinan ini berharga untuk dipertahankan, tak ada pekerjaan berat. Yang pertama harus dilakukan, beri keyakinan di dalam benak suami, ia adalah kepala keluarga, yang sangat kita harapkan bisa menjadi pelindung istri dan anak," ujar Rieny.
Hal ini akan semakin mudah dilakukan jika kita sudah tinggal terpisah dan bebas dari campur tangan orang tua.
(Baca: Penyebab Pasangan Memilih Tinggal bersama Mertua)
Berpisah dari orang tua akan membuat Anda punya kebutuhan untuk mengatakan padanya:
"Jangan lama-lama di kantor, Pa, aku kan cuma berdua dengan anak kita."
Dengan begitu, pelan tapi pasti rasa tanggung jawab sebagai kepala keluarga akan tumbuh.
Awalnya, ia pasti merasa dipaksa untuk mandiri dan memikul tanggung jawab.
Tapi, dengan memberinya apresiasi dan rasa hormat atas upayanya, sering memuji dan meyakinkan dia, kita pun akhirnya bahagia karena akhirnya hidup bertiga saja.
Rasa bangganya pun tumbuh dengan sehat.
(Baca; Selain Komunikasi dan Keuangan, Faktor Satu Ini Tentukan Kebahagiaan Suami Istri)
2. Terlalu ‘Lelah’ dan Ingin Berpisah
Tetapi, bila tak satupun kita merasakan manfaat dari kelanjutan perkawinan ini karena sudah lelah dengan penyakit kronis suami, pastikan sebelumnya kita sudah mengajaknya berdiskusi.
Jangan sekali-sekali mengambangkan masalah, karena ini hanya akan membuat kita jatuh-bangun oleh ulah suami.
"Terlalu lama begini akan meruntuhkan harga diri, masa depan sekaligus kebahagiaan kita dan anak-anak," ujar Rieny lagi.
(Baca: Wah, Raffi Ahmad Pernah Diisukan Gugat Cerai Nagita Slavina, Ini Penjelasan Hotman Paris)