Kelas 3, saya bertemu suami, dia sangat sabar menghadapi amarah saya yang meledak-ledak, pengertian, dan pendengar yang telaten, saya sampai berpikir inilah jawaban, tuhan atas doa agar saya diberikan seseorang untuk menggengam tangan saya dan menarik saya ketika saya jatuh, waktu itu saya belum tahu kalau saya bipolar.
Kami menikah saat berusia 27 tahun, karier saya terbilang sukses, tapi kondisi saya semakin lama semakin parah, di kantor tidak ada yang tahu kondisi saya, mereka tidak tahu gemuruh dan kekalutan yang ada di hati dan pikiran saya.
Sewaktu kerja inilah saya akhirnya ke psikiater, mereka mengatakan saya bipolar 2, saat itu saya tetap bekerja, padahal keluarga sudah menyuruh saya untuk berhenti, saya butuh waktu cukup lama untuk memutuskan, karena saya khawatir kondisi keuangan keluarga kalau hanya mengandalkan suami, kami dan kakak berkali-kali mengatakan kalau suami saya itu tipe yang santai, jadi kalau ada yang saya kerjakan, maka dia akan membiarkan saya walaupun itu tanggung jawabnya, tapi pada akhirnya saya berhenti kerja lalu membantu perusahaan suami, jam kerjanya fleksibel dan saya kerja dari rumah.
Akan tetapi saya merasa tidak dihargai, gaji saya tidak jauh beda dengan sopir, alasannya, karena saya tidak pernah ke kantor, padahal kerjaan selalu saya selesaikan dengan baik.
Sekarang suami mulai aktif di kegiatan keagamaan, jadi ketua, ikut klub sepeda, dan jadi fotografer, masalahnya, prioritas dia kini bukan saya lagi, dia makin santai dan cuek, berangkat kerja siang tapi bisa pulang cepat karena dia direktur di perusahaan, tapi kalau saya perlu bantuan dia, seperti menjemput anak dari sekolah karena saya sakit, dia bilang tidak bisa dengan alasan sibuk atau ada rapat.
Baca Juga : Pelaku Pengeroyokan Audrey Tak Merasa Bersalah: Sok Tahu, Netizen Sok Suci!
Saat suami pulang, dia hanya bercerita mengenai kegiatannya, tanpa menanyakan kondisi saya atau anak, dia bahkan tidak pernah menanyakan hasil konsultasi saya ke psikiater, setelah itu dia masuk kamar kemudian sibuk dengan gadget-nya.
Ketidakpedulian dia yang semakin hari semakin membuat saya kesal dan memendam amarah, saya hanya bisa minum obat penenang, tapi dia pun cuek saja, saya pernah minta ditemani konsultasi ke psikiater, dia ogah-ogahan dan defensif ketika ketemu psikiater saya.
Dia tidak punya kekhawatiran soal masa depan, tidak punya tabungan, biaya sekolah anak, dan soal hari tua, semua keuangan saya yang pegang dan dia santai saja tidak tanya apakah cukup atau kurang, beberapa kali saya beri tahu tentang kondisi keuangan, dia hanya bilang sudah berusaha.
Saya berpikiran untuk meninggalkan suami, tapi tidak tahu harus bagaimana, saya tidak punya teman, tidak stabil emosinya, tidak punya penghasilan sendiri, mohon saran dari Ibu Rieny, terima kasih banyak.
Mita–Jakarta
Jawab:
Mita sayang,
Saya paham bila Anda tidak nyaman, saat suami seakan tidak memperlakukan Anda sebagai seorang penderita bipolar, sepanjang yang saya tahu, bila Anda teratur minum obat sesuai dosis dan rutin mengunjungi psikiater, maka akan ada proteksi terhadap gejolak mood dan emosi, ketika berbelas tahun, tak ada yang berubah, bagaimana kalau Anda mulai memikirkan dari sisi lain? Coba berhenti sejenak menjadikan diri sebagai pusat segala perhatian.
Baca Juga : Reino Barack Makin Religius, Syahrini dan Shireen Sungkar dari Dulu Sering Ngaji Bareng
Penulis | : | Tiur Kartikawati Renata Sari |
Editor | : | Alsabrina |
KOMENTAR