Dari sisi suami, pernahkah Anda berpikir bahwa suami menganggap dirinya terjebak karena harus hidup dengan istri yang emosional, meledak-ledak, dan depresi, jangan emosi dan mengatakan saya tidak memahami Anda, ketika Anda membaca ini.
Namun, bagaimana dengan usaha yang Anda sudah kerahkan dari dalam diri? Adakah keinginan untuk mengatasi gejala yang ada dengan membangun sikap positif terhadap lingkungan? Misalnya, jujur pada diri, apakah benar mau sembuh, atau hanya tetap ingin diperhatikan secara istimewa oleh mami, kakak, dan suami? Bukannya saya jahat bertanya demikian, karena sebenarnya ada beberapa klien yang memang “menikmati” sakitnya. Ini yang harus diperangi terlebih dahulu, yakinkan diri bahwa sehat, dalam arti bisa mengendalikan emosi, adalah nikmat tak tertara.
Kalau dilihat, suami punya pekerjaan, bahkan punya perusahaan, diakui kepemimpinannya dan mampu pula mengembangkan hobi fotografi, sementara, bolehkah saya tanya, program pengembangan diri apa yang Anda sudah bangun selama ini?
Coba simak lagi surat Anda, adakah sedikit saja ruang yang memperlihatkan apresiasi atau penghargaan terhadap suami? Secara sosial, bukankah dia punya kedudukan cukup terhormat karena jadi ketua di kegiatan keagamaan? Dia juga punya komunitas yang positif karena hobi bersepeda.
Coba untuk mendekat ke komunitasnya agar mereka kenal Anda, tidak perlu ikut bersepeda, tapi sesekali jemput dan bawakan minuman dingin untuk suami dan teman-temannya, ngobrol sebentar, lalu pergi lagi bersama anak, itu namanya perhatian, bukan?
Baca Juga : Mantan Suami Mulan Jameela Ungkap Maia Estianty Pernah Berikan Rumah pada Istri Ahmad Dhani!
Anda mengatakan dia tidak bertanya perasaan Anda setiap harinya, jangan berharap dia tahu, tapi rebut perhatiannya, Anda bisa mengatakan, “Tidak ingin tahu, ya, bagaimana saya melewati hari ini?” Kita bicara tetang realitasnya, tidak tanya, ya, kita tanyakan.
Kalau suami punya sikap positif, dia akan balik bertanya dan mendengarkan Anda, kalau dia cuma memalingkan muka dan pergi, berarti ada sumbatan dalam komunikasi Anda. tidak ada yang mengatakan orang bipolar harus selalu dapat keistimewaan untuk diperhatikan dan disayang-sayang, tanpa mencoba menjadikan dirinya anggota keluarga yang juga aktif menjadikan orang lain nyaman berinteraksi dengannya, bukan hanya mengambil dan meminta, tetapi juga memberi dan berbagi.
Dari cerita masa lalu Anda, sepertinya Mama Anda banyak kehilangan golden moment untuk menjalin kebersamaan yang berkualitas dengan Anda, tetapi, untunglah Anda cukup smart untuk tahu bahwa dia berada dalam posisi tak bisa memlih, saat itu. Dia harus menafkahi keluarga dan menutup hutang ayah, logika anda bisa membenarkan, tetapi secara emosional, itu tetap sesuatu yang hilang dari masa kecil Anda, saya tidak mengajak Anda berandai-andai tentang masa lalu anda, tapi saya ingin mengajak Anda agar punya nyali untuk berani menatap semua pengalaman itu dengan bingkai pemikiran yang berbeda dari biasanya.
Lihat dari sisi positifnya. Mama kerja keras, tapi anak-anak membalas dengan sekolah dengan baik, bisa mandiri dan kini cukup bahagia, berbeda jauh usianya dari kakak-kakak membuat Anda seperti tumbuh sendirian? Bukankah kini mereka sangat sangat perhatian pada Anda? Membawa Anda ke sederetan spesialis bahkan berkomentar dan memberikan saran tentang suami Anda, semua hal tersebut adalah bentuk keberpihakan mereka kepada Anda.
Saya, kan, psikolog yang mencoba mengajak Anda keluar dari masalah−yang membuat anda mencari saya−, ya? Maka saran-saran tadi tolong dibaca dan dipertimbangkan, jangan dilawan atau dibantah, ya, sayangku, coba dicerna dulu. Insyaallah akan terasa perbedaannya, walau mungkin hanya sedikit.
Baca Juga : Tanya Jawab Psikologi NOVA: Aku Bingung Mendidik Kedua Anakku yang Beranjak Remaja
Penulis | : | Tiur Kartikawati Renata Sari |
Editor | : | Alsabrina |
KOMENTAR