Berdasarkan pada faktur tagihan yang diterima oleh Teguh, jumlah tagihan pada Februari sebesar Rp 2.152.494.
Kemudian pada Maret sebesar Rp 921.067 dan pada April kembali naik menjadi Rp 1.218.912. Namun pada bulan Mei tagihan listrik yang harus dibayar naik drastis menjadi Rp 20.158.686.
"Logikanya tidak mungkin bisa sampai tagihan (listrik) segitu. Apa yang saya gunakan?” jelasnya.
Belakangan, Teguh mengetahui bahwa ada kebocoran daya reaktif (kVarh) yang membuat tagihan itu meningkat tajam.
Kebocoran disebabkan alat berupa kapasitor yang sudah rusak dan tidak berfungsi. Kebocoran daya reaktif itu terdeteksi setelah meteran listrik diganti ke meteran digital.
Teguh menyesalkan pihak PLN yang tidak memberikan sosialisasi terkait dengan alat kapasitor tersebut saat mengganti meteran listriknya.
"Harusnya disurvei dulu ya. Kalau kapasitor saya rusak dan meteran digital sensitif. Karena namanya orang jualan harus memberikan pelayanan. Mereka asal main ganti," ujar Teguh.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Ratih |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR