NOVA.id - Kita mungkin sering menanamkan dalam benak kita untuk selalu berpikir dan bersikap positif.
Akan tetapi, memiliki pemikiran dan sikap positif secara terus menerus, ternyata justru bisa menjadi racun yang menghancurkan kehidupan.
Inilah yang dinamakan toxic positivity.
Karena itu, kita perlu bisa pintar atur emosi sebab hidup sangat membutuhkan sikap dan pemikiran negatif yang sehat atau healthy negativity.
Dengan healthy negativity, kita bisa belajar dari rasa sakit atau penderitaannya sehingga tidak akan mengulangi kesalahan yang sama di masa mendatang.
Mental Health Counselor Hasan Askari mengatakan, akan menjadi sangat berbahaya jika seseorang bersikap terlalu positif, bahkan saat memberikan nasehat sekalipun.
"Maka akan menjadi sangat penting jika seseorang mengenal emosi positif dan negatif dalam dirinya," kata Hasan dalam webinar Udahan sama Toxic Positivity, Berteman Yuk dengan Healthy Negativity Acceptance yang digelar Forum Milenial MADJOE, Sabtu (26/02).
Menurut Hasan, sikap positif terbagi menjadi dua, yakni positif yang real dan toxic positivity.
Sikap positif yang riill bukan berarti kita harus selalu melihat yang positif dan menutup mata dari aspek negatif dalam hidup.
Baca Juga: Salah Kaprah Body Positivity: Menerima Diri, Bukan Membiarkan
Real positivity adalah melihat semua aspek kehidupan secara adil, jujur, dan objektif, meski dipenuhi ketidak-adilan, penderitaan, dan masalah yang tak kunjung selesai.
"Kita terus berjuang memperbaiki keadaan, mengurangi penderitaan, meningkatkan kemampuan diri, dan terus mengejar harapan akan kehidupan yang lebih baik dari saat ini," ujarnya.
Sementara itu toxic positivity adalah sikap positif yang terlalu dipaksakan dan berlebihan yang berfokus pada perasaan bahagia dan optimis dalam semua situasi.
Pada prosesnya, sikap toxic positivity ini membuat kita menyangkal (denial), meminimasi (pengalaman negatif), dan tidak memvalidasi pengalaman emosional manusia yang asli, yang kadang merasa positif dan kadang merasa negatif.
Lebih lanjut, Hasan mengatakan, banyak konsep tentang positivitas yang mungkin tidak benar dan malah kontraproduktif.
Di sinilah kita dituntut untuk belajar berpikir kritis, di mana kekritisan yang benar itu datangnya hanya dari kematangan mental seseorang.
"Jika tidak bisa berpikir dengan baik, kemungkinan kena masalah mental (over thinking) karena tidak punya framework berpikir yang baik. Di sinilah pentingnya healthy negativity," jelas Hasan.
Hasan mengatakan, dengan belajar menerima emosi negatif, dapat membantu kita terhindar dari banyak malapetaka yang tidak perlu.
Selain itu, Hasan juga menyebut bahwa negatifitas juga memiliki manfaat yang baik untuk hidup kita.
Baca Juga: 5 Tanda Kamu adalah Orang yang Toxic, Yuk Coba Introspeksi Diri!
View this post on Instagram
"Jadi orang yang menyenangkan & selalu positif memang baik, tapi tetap utamakan rasionalitas saat membuat keputusan. Sedangkan negativitas tidak sepenuhnya buruk dan harus dihindari dalam semua situasi."
"Negatifitas punya peran untuk survival manusia, yaitu untuk mendeteksi sedini mungkin potensi masalah-masalah yang akan muncul di masa yang akan datang. Dengan demikian, kita tidak akan mudah tertipu dan tersakiti," tambah Hasan.
Sebagi informasi, webinar ini merupakan kali kedua yang digelar oleh Forum Milenial MADJOE, forum yang diinisiasi oleh Ira Koesno dan Tim irakoesnocommunications (IKComm).
Director IKComm, Ira Kusno mengatakan, tujuan pengadaan webinar ini adalah untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada generasi milenial terkait toxic positivity dan healhty negativity.
"Topik ini datangnya dari para anggota MADJOE karena dari hasil diskusi antar mereka, ternyata masih banyak Generasi Y dan Z yang tidak paham masalah ini. Masih banyak yang beranggapan, cukup berpikir positif maka semuanya akan baik-baik saja. Padahal, tak sedikit juga yang malah berujung pada depresi," kata Ira yang juga bertindak sebagai host pada webinar tersebut.
Ira berharap, dengan webinar ini, milenial bisa lebih bijak dan pintar atur emosi saat menghadapi setiap permasalahan, terutama saat berinteraksi dengan teman-teman serta orang tuanya.
"Toxic positivity berkaitan dengan berpikir positif yang kebablasan sehingga bisa menjadi racun untuk diri sendiri. Di sisi lain, emosi negatif meski suatu hal yang tidak baik, namun bisa menjadi penyeimbang selama masih dalam kerangka yang sehat. Tetapi, memang dibutuhkan kematangan untuk memilah itu," pungkasnya.
Baca Juga: 8 Ciri Toxic Parents yang Tanpa Disadari Bisa Merusak Mental Anak
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)
KOMENTAR