Tabloidnova.com - Industri fashion sejatinya lekat dengan kesan keindahan. Mulai dari hasil mendesain yang kaya inspirasi, inovasi-inovasi potongan yang menjadi tren terkini, hingga dijajarkan dalam panggung busana maupun etalase yang didesain sedemikian rupa. Di akhir, sampailah potongan pakaian tersebut di tangan pencinta fashion, yang terampil memadu-padan potongan busana menjadi tampilan yang memesona.
Namun, ada satu mata rantai yang terlewat. Dampak dari proses produksi aneka ragam produk fashion, ternyata menjadi masalah yang tak kunjung terselesaikan.
Berbagai penelitian yang dilakukan Greenpeace sejak tahun 2011 lalu, menemukan fakta mengejutkan. Ternyata, ditemukan banyak kandungan bahan kimia berbahaya yang berasal dari industri alias pabrik tekstil, yang membuat kualitas hidup manusia menurun.
"Pembuangan limbah bahan berbahaya ini juga berdampak langsung terhadap pencemaran lingkungan, berdampak buruk pada masyarakat sekitar, bahkan mencemari sumber air yang penting bagi kehidupan," terang juru kampanye Detox Greenpeace Indonesia, Ahmad Ashov Birry, dalam media trip Greenpeace Indonesia bertajuk "Kampanye Detox My Fashion" di Rancaekek, Kabupaten Bandung, Sabtu (21/3).Kampanye dari Greenpeace ini sebenarnya telah dimulai sejak Bulan Juli 2011 silam. Dilandasi oleh temuan Greenpeace Internasional tentang penggunaan bahan kimia berbahaya pada produk fashion, diteruskan dengan investigasi mengenai industri manufaktur tekstil yang menjadi penyumbang terbesar pencemaran air.
Setelah di China dan Meksiko, kali ini penelitian berfokus di Indonesia, khususnya pada kawasan industri tekstil skala besar seperti di Rancaekek, Kabupaten Bandung. Di sana, sudah bertahun-tahun masyarakat Rancaekek terkena dampak pencemaran industri tekstil.
"Lebih dari 1.200 ha tanaman padi tercemar oleh limbah industri dan menyebabkan kerugian hingga Rp3,6 miliar per tahun. Melalui kampanye ini, kami membuat aksi berupa fashion show di atas sawah yang tercemar, dengan membawa keyakinan yang sederhana. Bahwa dunia fashion adalah dunia yang menawarkan keindahan dan kebahagiaan, sehingga sudah seharusnya tidak merusak lingkungan dan membahayakan kesehatan," tegas Ashov.
(Baca: Fashion Show di Atas Sawah yang Tercemar Pamerkan Karya 3 Desainer Indonesia)
Rancaekek pun berada di bagian hulu Citarum. Sungai dengan daerah aliran terluas di Jawa Barat ini, memiliki masalah kasat mata berupa sampah dan limbah domestik. Namun di luar itu, ada pula masalah yang menjadi sumber utama pencemaran, yaitu bahan kimia berbahaya pada produk fashion.
Sunardi Ph.D., pakar yang meneliti pencemaran lingkungan di area Citarum mengungkap, limbah di Citarum terbagi menjadi dua, yakni limbah domestik dan limbah industri.
"Limbah domestik artinya adalah bahan organik yang berasal dari rumah-rumah. Ini memang paling besar, tapi efeknya tak seberapa ketimbang limbah industri," ujar Sunardi yang juga menjadi pengajar di Jurusan Ilmu Lingkungan, Pasca Sarjana Unpad.
Sedangkan limbah industri tekstil, tambahnya, mengandung logam berat di antaranya krom, zinc, timbal, karbon monoksida, dan merkuri. Kandungan ini umumnya digunakan pada proses pewarnaan, pengawetan, dan lainnya.
"Itu sudah di atas batas aman yang ditetapkan pemerintah. Bahkan, 42 industri yang ada di Rancaekek membuat padi pun terkena pencemaran sodium. Padahal, kandungan logam bisa membuat bahan makanan yang tercemar limbah menjadi bersifat karsinogen alias berpotensi sebabkan kanker."
KOMENTAR