Rumah kediaman keluarga Satinah terletak di Ungaran Barat, Kab. Semarang, Jawa Tengah. Di rumah itu, Satinah tinggal bersama beberapa keluarga. Nur Afriani (20) anak semata wayang Satinah dengan Ruli, menolak menemui media lantaran ia merasa tak sehat dan meminta Sulastri (39), sang bibi untuk menggantikannya.
Sulastri lalu mencoba mengingat-ingat peristiwa di tahun 2008, ketika teman Satinah datang ke rumah mengantarkan kabar, Satinah dalam masalah di Arab Saudi sehingga tak bisa memberi kabar ataupun mengirim uang ke kampung. "Saya lupa persisnya, tapi pertama kalinya keluarga besar tahu kondisi Satinah ada di tahanan, ya, saat temannya itu ke rumah. Dia juga bawa surat dan hadiah jepit rambut yang ada nomor teleponnya untuk kami menghubungi Satinah," cerita Sulastri.
Kabar yang datang enam tahun lalu itu tentu membuat keluarganya kaget. Terlebih Nur yang ketika itu masih berusia 14 tahun. "Sudah enam tahun berlalu sejak dapat kabar itu, kami hanya bisa mendoakan agar Satinah selalu diberi kesehatan, kekuatan, dan kesabaran," papar Sulastri.
Semula, kata Sulastri, keluarga hanya bisa pasrah, lantaran putusan hukuman mati sudah mutlak dijatuhkan kepada Satinah. Namun, vonis itu akhirnya ditunda dan Satinah diberi peluang untuk menerima pemaafan dari pihak keluarga majikan dengan syarat harus membayar uang diyat.
"Tahun 2011, kami sudah waswas, Satinah akan segera dihukum mati. Tapi ternyata ditunda sampai 2012 dan ditunda lagi sampai Juli 2013 dan Februari 2014. Keputusannya akan diambil April ini. Kami terus berdoa, semoga masih ada waktu untuk membebaskan Satinah dari hukuman mati."
Ibunda Satinah, Kemi (74), pun tak putus mendoakan putrinya. "Tiap Satinah telepon suka tanya, 'Mana Mak'e?' Dia juga minta Mak'e mendoakan dia. Biasanya Mak'e akan bilang, 'Ya, Nduk, didoakan dan cepat pulang. Mak'e kangen.' Begitu," tutur Sulastri menirukan Kemi, yang mendampinginya dan ikut mengangguk.
Pekerja Keras
Di mata Sulastri, sejak muda Sutinah pekerja keras dan ulet. "Sejak dulu kami berteman. Dia pekerja keras, pernah kerja di Pasar Ungaran, di pabrik konveksi di Jakarta, sampai menikah di tahun 1993. Pokoknya ulet dan mau terus cari uang," kenang Sulastri.
Berawal dari keinginan mengubah nasib, Satinah memutuskan jadi TKI ke Arab Saudi. "Dia sudah jadi TKI sejak 2002. Pernah pulang dan berangkat lagi tahun 2004 sampai 2006. Nah, pas mau balik lagi ke sana, majikannya mau pindah ke Irak. Satinah ditawari ikut, tapi karena situasi Irak sedang perang, enggak jadi ikut dan dapat majikan baru. Tapi baru kerja tiga bulan, ada kejadian itu," terang ibu tiga anak itu. Satinah diduga meracuni sang majikan lantaran ia mendapatkan kekerasan dan tak diberi makan selama tiga bulan.
Oleh karena Satinah kerja di luar negeri, Nur diasuh Sulastri. "Saya sekolahkan Nur pas SMA, biar ada masa depannya. Nur penurut tapi pendiam, jadi jarang sekali cerita. Nur sayang sama ibunya," kata istri Paeri, kakak nomor lima Satinah.
Nur saat ini bekerja di BP3TKI Jawa Tengah. Menurutnya, Satinah adalah ibu yang selalu diteladaninya, ibunya sosok pekerja keras. Bahkan Nur juga mengungkapkan kesedihan hatinya dan keinginannya untuk bisa berkumpul dengan sang bunda.
KOMENTAR