Kania bimbang ketika mendapati Arika, anak semata wayangnya, ternyata diberi banyak sekali mainan baru oleh Sang Eyang. Pasalnya, Kania beserta suami telah membuat kesepakatan dengan Arika bahwa ia hanya bisa membeli satu mainan baru dalam satu bulan dengan syarat Arika tak malas mengerjakan tugas sekolah.
"Duh, gimana jika nanti Arika malah malas-malasan lagi mengerjakan PR-nya?" ucap Kania dalam hati. Sebenarnya Kania bisa saja mengungkapkan keberatannya kepada Sang Ibu. Akan tetapi, Kania khawatir ibunya akan tersinggung. Lagi pula, sepertinya tak adil jika ia menyalahkan niat baik ibunya.
Masalah perbedaan cara asuh memang lumrah terjadi. Ada kalanya, orangtua yang mencoba mendidik anak untuk disiplin harus berkompromi dengan sikap Sang Nenek yang justru ingin memanjakan cucunya. Atau, bisa juga sebaliknya. Anda memanjakan anak sementara orangtua Anda sangat keras dan disiplin kepada cucunya. Bahkan, tak jarang Anda ditegur karena pola asuh yang dinilainya salah.
Menurut psikolog keluarga Anna Surti Ariani, Psi., perbedaan pola asuh memang mungkin saja terjadi. "Setiap orang memiliki kecenderungan yang berbeda saat memperlakukan cucu atau buah hatinya. Bahkan bukan tak mungkin jika seorang nenek menerapkan pola pengasuhan yang disiplin kepada anaknya, namun justru bersikap sangat memanjakan pada cucunya," ujar psikolog yang akrab disapa Nina ini.
Hangat & Dekat
Jika ditarik dari sejarah, meski setiap individu memilik cara yang berbeda, namun kecenderungan pola asuh zaman dahulu kental dengan gaya disiplin yang kaku. Dalam artian, anak tidak memiliki banyak pilihan dan hukuman yang diberikan pada setiap kesalahannya seolah dianggap lumrah.
"Sampai aliran behaviorisme ditemukan dan dipopulerkan di masyarakat, terbentuklah pemikiran bahwa pengasuhan yang baik itu bukan selalu menghukum, melainkan juga memberikan pujian. Jadi lebih ke reward dan punishment," terangnya.
Nina lantas menambahkan, penemuan di dunia parenting yang menyebutkan bahwa attachment orangtua dan anak sangat penting. "Di atas segala jenis pola asuh, yang terpenting adalah kehangatan, kedekatan, dan rasa sayang antara ibu dan anak, yang disertai dengan batasan-batasan yang jelas. Jika pola attachment orangtua dan anak sudah kuat, Si Kecil tak akan terpengaruh dengan pola asuh yang diberlakukan orang lain kepadanya," tambah Nina.
Harus Konsisten
Terkadang, sikap orangtua yang mencampuri cara Anda membesarkan buah hati terasa mengganggu. Anda pun terjebak dalam dilema. Di satu sisi, keakraban Sang Nenek dengan cucunya adalah hal yang begitu Anda harapkan. Di sisi lain, Anda juga khawatir Si Kecil akan bingung dengan perlakuan atau peraturan yang berbeda.
Menurut Nina, rasa khawatir semacam ini justru tidak perlu. "Perbedaan pola asuh Anda dan orangtua Anda yang diberlakukan pada Si Kecil justru dapat menstimulasi aspek sosial buah hati. Dia akan mendapat pelajaran mengenai cara membedakan perilaku orang dan berperilaku yang pantas pada orang yang berbeda. Maka, itu membantu dia belajar mengenai perkembangan sosial," tutur Nina. Hal ini juga akan berguna untuk buah hati di kemudian hari.
Satu hal yang penting dan seringkali dilupakan adalah menjaga konsistensi. "Anda harus konsisten pada pola asuh yang telah diberlakukan sehingga dapat menetap di pikiran anak. Jangan sampai hari ini mengizinkan, besok melarang. Jika Anda memberlakukan pola asuh disiplin dengan konsisten, lambat laun anak akan tahu bahwa itu yang diharapkan Anda dan ia akan berusaha mematuhinya," papar Nina.
Dan tak masalah jika Anda yang melarang namun Sang Nenek atau Sang Kakek mengizinkan karena akan menguntungkan anak. "Ia akan kaya dengan nuansa perbedaan individual," ungkap Nina.
Jangan Berjarak
Semakin sering terjadi interaksi antara nenek dan cucu memang memperbesar terjadinya perbedaan pola asuh yang diterima buah hati. Sebagai orangtua, Anda tetap paling berhak menentukan apa yang sebaiknya diterapkan pada Si Kecil. "Maka jika eyang, orangtua, dan anak tinggal dalam satu atap, Anda dan buah hati harus memanfaatkan area privat semaksimal mungkin," ujar Nina.
Sebut saja jika buah hati sedang tantrum. Nenek atau kakek bersikeras untuk menggendong buah hati dan mengabulkan keinginannya. Sementara Anda memiliki cara sendiri untuk meredakan tantrumnya. Sebelum orangtua Anda turun tangan, bawa buah hati ke kamar dan ajak ia bicara hingga tangisnya mereda.
"Setelah urusan Anda dan buah hati usai, baru keluar dari kamar. Pasalnya, pada siapa pun Anda memercayakan pengasuhan, baik pada eyang atau pada pengasuh, namun tetap saja ibu dan anak membutuhkan waktu khusus untuk menebalkan ikatan tadi," paparnya.
Sementara ketika Anda mulai merasa orangtua terlalu banyak turun tangan dalam menangani Si Kecil, Anda tak perlu menciptakan jarak antara orangtua Anda dan buah hati. "Dekati orangtua, bukan justru memberi jarak. Pasalnya, jika Anda dekat dengan orangtua dan orangtua melihat perlakuan Anda yang tegas namun penuh kasih sayang pada buah hati, misalnya, pada akhirnya orangtua akan respek pada Anda dan mempercayakan pola pengasuhan yang Anda terapkan," ujar Nina penuh keyakinan.
Nina tak menampik bahwa proses membuat orangtua Anda percaya memang membutuhkan waktu dan kesabaran. Namun pada akhirnya, jika pola asuh yang Anda yakini terbukti membawa hasil menyenangkan pada buah hati, orangtua Anda pun akan percaya dan menghargai Anda.
3 Pola Asuh
Tiga jenis pola asuh yang dikategorikan oleh Diana Baumrind, ahli psikologi perkembangan dari New York, dikutip oleh Nina. Menurut Nina, secara umum pola asuh memiliki tiga jenis, yaitu
1. Otoriter: Tipe pengasuhan ini umumnya bersifat parent center. Jadi, memberi hukuman pada anak lumrah saja karena semua dilakukan atas kehendak orangtua.
2. Permisif: Tipe pengasuhan ini bersifat child center, orangtua cenderung sangat memanjakan anak dan mengikuti apa saja yang diinginkan anaknya.
3. Otoritatif: Tipe pengasuhan yang menyeimbangkan sisi otoriter dan permisif, yaitu tidak melulu menghukum atau memanjakan, namun bisa mengatur dan menghargai dengan disesuaikan pada konteksnya.
Menurut Nina, tipe otoritatif dianggap paling ideal karena hubungan orang tua dan anak akan hangat namun anak juga mengenal batasan. Namun, masih sulit untuk menanamkan pola ini pada orangtua. "Karena yang banyak terjadi justru otoriter sekalian atau permisif sekalian. Jarang ada yang dapat menyeimbangkan keduanya," tegas Nina.
Tantangan Baru
Nina memaparkan sebuah fenomena yang bisa dikatakan baru yaitu bertambahnya orangtua yang justru takut kepada anaknya. "Takut membuat anak sedih, kecewa, atau marah. Akhirnya segala keinginan anak dituruti saja. Itu termasuk pada pola permisif," ujarnya.
Nina juga memaparkan bahwa kini, baik orangtua maupun anak memiliki tantangan baru. "Tantangan itu utamanya dilihat dari dunia yang kian mengglobal. Perkembangan internet dan teknologi tak dapat dibantah sangat memengaruhi perubahan sikap seseorang menjadi lebih menuntut kecepatan dan kemudahan," ujar Nina.
Akibatnya, seseorang menjadi lebih tidak sabar dalam mencapai tujuan, termasuk dalam pola pengasuhan. Padahal, dalam membentuk sikap yang menetap pada buah hati tentu tidak dapat diraih dengan instan, kan?
Di lain sisi, jika dilihat dari perkembangan kognitif dan emosional anak, tingkatan perkembangan anak zaman dahulu dan sekarang sebenarnya sama saja. "Misalnya usia anak belajar berjalan, mulai berbicara, itu dari dulu hingga sekarang, kan, sama. Perkembangan kognitif dan emosional anak memang akan tetap sama, hanya dengan tantangan yang berbeda," tegasnya.
Annelis Brilian
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR