Sudah berapa buku yang Anda tulis?
Sudah lebih dari 20 buku. Sebagian besar dijual melalui penerbit dan ada beberapa judul yang dipesan oleh departemen pemerintahan sehingga tidak dijual ditoko buku.
Seperti apa, sih, isi buku Anda ini?
Semuanya berisi tentang keterampilan atau kerajinan tangan yang mudah diterapkan anak-anak Indonesia. Mengapa aku memilih anak-anak, karena aku ingin menumbuhkan kecintaan mereka terhadap dunia kreativitas sejak dini. Tapi, banyak juga, kok, contoh keterampilan yang kubuat itu cocok diaplikasikan oleh orang dewasa.
Keterampilan apa saja yang Anda ciptakan?
Buku pertama yang kubuat itu tentang daur ulang. Aku membuatnya secara berseri dengan tema yang berbeda, seperti daur ulang dari kertas, botol plastik, tutup botol, kaleng, kardus, atau kotak kemasan, CD, dll. Aku sangat mengusahakan bahan yang digunakan mudah ditemukan di sekitar kita.
Selama ini kan penerbit lebih senang mengambil lisensi luar negeri untuk buku-buku serupa. Padahal, bahan yang digunakan penulis (yang juga dari luar negeri itu) jarang dijumpai di sini. Belum lagi tema-tema yang diangkat mereka sangat tidak Indonesia sekali, misalnya Halloween, Thanksgiving, Father's Day, dll. Sehingga tidak jarang para pembaca kesulitan mencoba kreasi tersebut. Makanya, sebagai penulis lokal, aku merasa bertanggung jawab memilih bahan dan tema yang sangat dekat dengan kehidupan kita.
Dalam kesempatan ini, untuk buku berseri, aku mengambil tema hari besar Islam, seperti Idul Fitri, Ramadan, Idul Adha, Isra Miraj, dll. Hari besar agama lainnya mungkin akan menyusul kemudian. Selain itu, aku juga membuat buku tentang kerajinan clay yang terbuat dari bahan terigu (bukan tanah liat seperti biasanya), aksesori anak, dan masih banyak lagi.
Kalau dihitung-hitung, hasil kreasi Anda sudah melebihi 100 buah, dong. Ya, begitulah.
Dari mana Anda mendapatkan inspirasi membuat kerajinan tangan?
Sebenarnya ada beberapa kreasi yang sudah pernah aku buat waktu masih kecil dan sisanya biasanya aku mendapatkan inspirasi di kamar kerjaku. Di kamar kerjaku itu banyak sekali benda-benda unik yang kubeli dari berbagai tempat. Seperti dari pasar ikan, toko onderdil, pasar, bengkel, sekolah, toko bahan, toko bangunan, toko jamu, toko listrik, dll. Someday, kalau kira-kira ada pesanan buku, aku tinggal masuk dan memandangi semua benda unik koleksiku itu dan entah bagaimana inspirasi itu datang dengan sendirinya.
Pernah diejek enggak karena hasil kreasi Anda tidak memuaskan?
Pernah banget, tuh! Dulu aku sering banget diledekin sama keluargaku. Contohnya saat aku membuat gantungan kerang. Gantungan tersebut merupakan gabungan tali rami yang tiap helainya diikatkan beberapa buah kerang. Saat ingin menjualnya, keluargaku bilang, "Ih, emang ada orang yang mau beli itu?" Tahu enggak? Ternyata gantungan kerang itu yang pertama kali laku saat aku ikut bazar di ITB, lo!
Sejak kapan, sih, Anda menekuni hobi ini?
Sejak masih SMP. Aku dan tiga orang kakak memang senang sekali dengan keterampilan tangan. Kalau sedang iseng, kami sering berlomba menghasilkan sesuatu yang kreatif. Entah itu frame foto, notes, gantungan kunci, hiasan dinding, aksesori. Biasanya, sih, hasilnya kujual ke teman di sekolah. Kalau laku, besoknya aku buat kreasi yang sama dan kujual lagi ke teman-teman lainnya. Awalnya, sih, tidak kepikiran ingin serius di bidang ini, tapi entah bagaimana caranya kami mulai kebanjiran pesanan membuat suvenir atau undangan pernikahan. Ha ha ha.
Hebat, kecil-kecil sudah bisa cari uang sendiri.
Ha ha ha. Lumayanlah. Tiap jenis kerajinan tangan kujual dengan harga yang sangat variatif, sedangkan undangan dan suvenir rata-rata Rp 1000-2000 saja. Dulu aku juga sering ikut bazar di sekolah-sekolah dan kampus, seperti SMP Tarakanita dan ITB. Bazar di ITB itu selalu fenomenal, lo. Setiap acara ini digelar, tiket kereta dan hotel di Bandung pada penuh karena semua seniman Bandung dan dari daerah lain pada numplek di sana. Saking ramainya, apapun yang kujual pasti laku. Bayangin, setiap kali ikut bazar aku bisa dapat Rp 600 ribu perhari. Oh iya, waktu masih sekolah di SMA 70 Jakarta, aku juga sering memberikan presentasi tentang cara mendaur ulang kertas kepada mahasiswa Trisakti jurusan Desain Produk, lo.
Selain hobi, apakah faktor uang juga yang membuat Anda serius terjun di dunia ini?
Enggak, ya. Di awal tahun 90-an, ada sebuah tabloid gratis yang sangat membantu membangun minatku untuk tetap serius menekuni hobi ini. Namanya Tabloid Icon. Ada satu rubrik di dalam tabloid yang concern terhadap lingkungan hidup ini yang selalu membahas bagaimana memanfaatkan sisa limbah lingkungan menjadi barang yang berguna. Karena itulah aku tidak pernah lagi menyia-nyiakan barang bekas yang ada di sekitarku.
Lantas bagaimana Anda sampai pada proses membuat buku?
Aku membuat buku sebenarnya lantaran suami, Bambang Damayanto (43), bekerja di penerbitan Tiga Serangkai (TS), Solo (Jateng). Melaluinya, aku banyak mengenal orang penting di sana. Kupikir-pikir, kenapa aku tidak menggunakan kesempatan ini dengan membuat buku saja. Selain ingin berbagi pengalamanan, ilmu, dan keterampilan kepada pembaca, aku juga amati, belum banyak penulis kita (lokal) yang menulis mengenai hal ini. Karena ya itu tadi, penerbit Indonesia lebih senang mengambil lisensi luar negeri untuk buku-buku seperti itu.
Pernah menemui kesulitan saat merampungkan buku Anda?
Enggak ada, sih. Namun setelah proposalku disetujui TS, aku sempat merasa kelimpungan karena pihak penerbit hanya memberikan waktu dua bulan untuk menyelesaikan enam judul buku, dimana empat judul pertama harus selesai dalam waktu dua minggu. Untuk hal itu kayaknya aku pantas mendapatkan penghargaan MURI, deh. Ha ha ha.
Kebetulan, aku sendiri yang mengerjakan buku ini dari mulai membuat desain sampul, layout halaman, ilustrasi, serta foto-fotonya. Dengan mengerjakan sendiri, aku bisa bebas berekspresi. Selain itu penerbit tentunya merasa diuntungkan karena mereka tidak perlu membayar fotografer, illustrator, dan model. Model-model yang ada di buku-buku itu orang-orang yang ada di rumahku sendiri, lo, seperti aku, anak-anakku -Shalma Alifa Zalfaya (8) dan Faheem Athar Faizi (5)-, pembantu, serta beberapa orang saudaraku. Untuk foto, penerbit cukup membayarku Rp 10 ribu perfoto. Sedangkan untuk model, gratis. Murah-meriah, kan.
Sejauh ini bagaimana hasil penjualan buku Anda?
Lumayanlah. Setiap judul buku dicetak 3 ribu buah dan terakhir aku cek setengah dari jumlah tersebut sudah terjual. Biasanya untuk buku pesanan (proyek), tirasnya ditentukan dari mereka dan bayarannya sistem putus, Rp 3 juta perjudul. Sebenarnya aku lebih senang begitu karena tidak perlu memikirkan buku itu terjual atau tidak. Memang, sih, bayarannya lebih murah. Kalau buku yang dijual melalui penerbit, aku harus menunggu berapa yang laku dulu.
Terlepas dari itu semua, aku sebenarnya tidak melihat uangnya. Aku sudah cukup senang bisa bisa mengukir sejarah dalam hidupku dengan membuat buku. Ya, minimal secara hitung-hitungan aku tidak dirugikan, lah.
Masih mau terus bikin buku?
Wah, masih banget. Di otakku ini masih banyak ide yang belum kukeluarkan.
Selain menulis buku, apa yang Anda lakukan di waktu luang?
Sebagai perempuan aku suka memanjakan tubuh dengan perawatan. Itu sangat diperlukan dalam pergaulan. Namun terlepas dari semuanya itu, sikap jujur dan apa adanya itu jauh lebih penting.
Perawatan seperti apa?
Setiap sebulan sekali aku melakukan facial di salon dan memanggil orang ke rumah untuk luluran. Selebihnya, perawatan lainnya aku lakukan sendiri di rumah karena saat ini, kan, sudah banyak juga produk perawatan tubuh yang dijual di pasaran. Selain itu aku juga berenang secara teratur.
Ester Sondang
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR