Lingkungan yang lebih luas akan membuka pikiran batita mengenai banyaknya alternatif di luar sana. Berkumpul dengan teman sebaya merangsang anak untuk mengobservasi perilaku teman-temannya yang secara tidak langsung mengasah kemampuan intelektualnya sendiri. Contoh langsung dari teman-temannya yang berani mengutarakan pendapat, bisa menentukan pilihan sendiri akan membuatnya bersemangat mencoba hal serupa.
* Beri kepercayaan
Sering kali orangtua menggampangkan persoalan dengan meminta bantuan kakak untuk membereskan urusan adiknya. Hal ini dilakukan semata karena kakak sudah terbukti bisa menyelesaikan masalahnya. Padahal tanpa diberi kesempatan, bagaimana orangtua bisa tahu kalau si adik pun sama mam-punya dengan kakak di usianya saat itu. Jadi, biarkan si batita memilih sekaligus mengung-kapkan alasan mengenai pilihannya. Kalaupun pilihannya kurang tepat, misalnya ia memilih makan dengan ayam balado pedas, segera luruskan, tanpa membuat batita kecil hati.
* Beri pujian
Berikan pujian secara proporsional pada anak. Pada kasus ini, pujian akan membuatnya bersemangat. "Tadi adik yang milih karet rambut sendiri, kan? Wah, cantiknya. Pilihan kamu oke juga." Pujian ini akan menum-buhkan kesadaran bahwa dirinya pun bisa memilih sama bagusnya dengan pilihan kakak, pengasuh, tante, nenek atau siapa pun. Dari hal sederhana ini ke depannya akan tumbuh rasa percaya diri dalam lingkup yang lebih luas.
* Sesekali biarkan "kebingungan"
Tak ada salahnya sesekali orangtua membiarkan anak "kebingungan". Libatkan orang-orang yang selama ini menjadi "patron"nya. Misalnya dengan memberikan pengasuhnya cuti beberapa waktu atau mengantar-kan kakak ke rumah nenek dan tinggal di sana selama libur panjang. Selama itu pula orangtua harus memanfaatkan kesempatan dengan mengajari si batita melakukan/memilih segala sesuatunya sendiri tanpa meniru kakak/pengasuhnya lagi. Kondisi yang serbaterpaksa ini pasti akan sangat bermanfaat baginya.
APA SIH, FASE OTONOM ITU?
Berdasarkan teori Erik Erikson tentang tahapan perkembangan, batita (18-36 bulan) memasuki sebuah fase yang dinamakan fase otonomi. Fase ini ditandai dengan antusiasme melakukan segala sesuatunya sendiri dan munculnya hasrat untuk mandiri. Keinginan ini tumbuh seiring dengan berkembangnya kemampuan intelektual maupun fisiknya. Pada fase otonomi ini, anak berusaha memiliki kontrol atas dirinya.
Aktivitas yang paling menonjol adalah perilaku makan-minum (feeding) dan toilet training. Lewat feeding, anak merasa bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk mengontrol dirinya. Begitu pun dengan toilet training, dimana ia merasa mampu meregulasi keinginannya untuk buang air.
Keberhasilan menerapkan kontrol diri ini menumbuhkan rasa percaya diri yang mendorong anak untuk mencoba aktivitas yang lain. Ini dilakukannya sekaligus untuk melatih keterampilan motorik serta mengasah kemampuannya berpikir. Lewat berbagai aktivitas baru, si batita belajar memercayai penilaiannya sendiri.
Pada fase otonomi ini, anak mulai menyadari bahwa dirinya adalah individu yang terpisah dari orang lain. Ia menyadari bahwa ibunya adalah orang lain. Begitu pun ayah, kakak-kakak, pengasuh bukanlah dirinya. Kesadaran mengenai diri ini mendorong anak belajar mengambil keputusan sendiri. Itulah mengapa anak usia batita sering kali tak mau melakukan perintah/permintaan orang tuanya, bahkan cenderung "memberontak". Penolakan ini merupakan manifestasi kontrol anak atas dirinya sendiri dan relatif normal untuk anak usianya.
Marfuah
KOMENTAR