Tanpa disadari, di dalam rumah kita selalu berhadapan dengan radiasi, lo. Namun tak semuanya berbahaya, kok.
TV yang biasa kita tonton sehari-hari, misal. Di dalamnya ada tabung katoda atau tabung gambar yang menembakkan elektron, hingga bila terkena kaca TV akan berpendar dan timbullah gambar yang kita lihat. Dari sinilah muncul radiasi, tapi radiasinya bersifat soft X-ray atau sinar X yang sangat rendah/lunak. Jadi, radiasi yang ditimbulkan TV tak seperti sinar rontgen yang bisa menembus kulit, misal.
Kendati demikian, bilang dr. Kunto Wiharto, tetap bisa menimbulkan efek, terutama pada mata. "Antara lain menyebabkan mata kronis atau katarak." Itu sebab, anjur Kepala Puslitbang Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir pada Badan Tenaga Atom Nasional ini, jarak menonton TV bagi anak-anak minimum 2 meter untuk mencegah dari efek yang terakumulasi bertahun-tahun.
Selain TV, layar komputer juga memancarkan radiasi, tapi kecil sekali. Cuma, karena mata merupakan bagian tubuh yang sensitif, bila konsistensinya terus menerus bisa menimbulkan katarak. Sedangkan sinar atau cahaya lampu tak menimbulkan radiasi. "Yang tampak keluar adalah radiasi sinar. Jadi, efeknya tak berbahaya, lebih pada membuat mata letih."
GAS RADON
Radiasi yang ditimbulkan TV dan komputer tadi disebut radiasi buatan. Masih ada lagi radiasi yang disebut radiasi alam. Menurut Kunto, sebanyak 78 persen dari seluruh dosis radiasi yang diterima manusia, berasal dari sumber alam. Sementara kontribusi radiasi buatan hanya 22 persen dan kebanyakan berasal dari penyinaran medis seperti foto rontgen.
Radiasi alam, terangnya, sudah ada sejak bumi diciptakan. Misal, sinar matahari yang memunculkan radiasi cahaya dan radiasi pengion. Radiasi pengion terbagi lagi menjadi radiasi sinar X, radiasi sinar gamma, dan radiasi kosmik yang berasal dari angkasa luar. "Namun semua radiasi ini setelah sampai di bumi tak membahayakan lagi karena sudah melalui atmosfir."
Radiasi lain yang berasal dari bumi ialah gas radon, ditemukan pada batu-batuan seperti batu bata, batu kali, semen, beton, tanah, dan pasir yang banyak digunakan untuk bahan dasar membangun rumah. Namun gas radon lebih menjadi perhatian negara empat musim, karena mereka memiliki musim dingin hingga mengharuskan arsitektur bangunannya tertutup.
Memang, ujar Kunto, di negara tropis seperti Indonesia juga banyak bangunan yang mengikuti gaya arsitektur Barat, hingga menutup rapat ruangan dan melengkapinya dengan AC. Namun hal ini sama sekali tak bagus karena pada ruang tertutup, udara tak dapat bersirkulasi dengan baik, hingga membuat gas radon tak bisa keluar ke mana-mana.
Keberadaan AC pun tak membantu karena gas tersebut hanya berputar-putar di sekitar ruangan. Akibatnya, bisa terisap masuk ke dalam paru-paru. Di sini bahayanya! Bisa memberi kontribusi pada penyakit, lo, seperti kanker paru-paru dan mutasi gen. Namun tak usah cemas, karena kontribusinya kecil sekali, sekitar 3 persen. "Yang lebih besar kontribusinya adalah faktor lain seperti keturunan dan lingkungan."
Toh, tak ada salahnya kita mengurangi dampak negatif gas radon. Caranya, ciptakan ventilasi yang baik di dalam rumah, yaitu dengan membuat banyak jendela dan lubang angin agar gas radon tak terkonsentrasi dalam ruang dan ada pertukaran udara. Bisa juga dengan pemilihan arsitektur tradisional atau mendekati alamiah, seperti mengurangi batu-batuan dan menggantinya dengan bahan-bahan dari kayu.
Menurut Kunto, arsitektur yang sesuai untuk negara tropis menyerupai rumah-rumah peninggalan jaman Belanda. "Mereka, kan, masih menerapkan pendekatan alamiah. Misal, atap dibuat tinggi, jendela banyak dan besar, serta banyak lubang angin hingga udara tak terasa panas."
MAKANAN PUN BERADIASI
Selain yang sudah disebut tadi, ternyata radiasi alam juga bisa ditemukan pada makanan dan minuman yang kita konsumsi sehari-hari. Malah, tutur Kunto, sekitar 1/8 seluruh dosis radiasi yang diterima manusia berasal dari radiasi internal yang masuk ke tubuh melalui bahan makanan yang kita makan. "Jadi, meski kita berupaya melindungi rumah dari bahan-bahan yang bisa memancarkan radiasi, selama masih butuh makan dan minum, kita tak bebas sama sekali dari radiasi."
Makanan dan minuman ini, lanjutnya, secara tak langsung terkena radiasi dari sinar matahari. Pada makanan, kronologisnya: sinar kosmik yang ada pada sinar matahari sewaktu masuk ke dalam atmosfer berinteraksi dengan atom-atom karbon dari molekul CO2 yang banyak terdapat di udara, hingga menghasilkan karbon 14; karbon ini selanjutnya mengalami proses asimilasi (fotosintesa) dalam daun-daunan berwarna hijau dan menjadi zat pati (hidrat arang); zat pati ini lalu dimakan dimakan oleh sapi atau kambing, yang akhirnya dikonsumsi manusia dalam bentuk daging hewan maupun air susunya.
Sedangkan radiasi pada minuman didapat dari kandungan kalium yang ada di alam. Kalium adalah mineral yang dibutuhkan tubuh. Namun 4 di antara 10 ribu atom kalium yang ada di alam, memiliki isotop 40 yang termasuk zat radioaktif. Nah, sewaktu kita minum air, bersama dengan mineral lain seperti natrium, kalsium, dan yodium, maka kalium (yang di antaranya berisotop 40) akan masuk ke tubuh hingga ke dalam sel-sel penyusun tubuh.
TAK BISA DIHINDARI
Jadi, pengertian radiasi tak melulu berhubungan dengan zat radio aktif yang dapat mengakibatkan berbagai penyakit menyeramkan, seperti kanker, kemandulan, penyakit keturunan, bahkan kematian. "Dampak negatif seperti itu bisa terjadi hanya bila korban terkena radiasi secara langsung," bilang Kunto.
Sedangkan zat-zat di sekitar rumah yang bisa menimbulkan radiasi, dosisnya sedikit dan itu suatu hal yang alamiah sekali. "Seperti api yang sudah menjadi fakta kehidupan, radiasi pun tak bisa dihindari dari kehidupan sehari-hari." Itu sebab, tekannya, tak perlu terlalu dikhawatirkan atau takut berlebihan sampai fobia segala.
Jangan Lupa Bersihkan AC
Menurut Kunto, AC yang jarang dibersihkan bisa menjadi sumber penyakit, karena mengakibatkan serat-serat atau filter di dalamnya berubah jadi tempat berkembang biaknya kuman. "Begitu AC dinyalakan, kumannya akan menyebar dan terisap."
Salah satu penyakit yang dapat ditimbulkan adalah penyakit legionair: semacam radang paru-paru dengan gejala demam, batuk, dan sakit pernafasan. Penyakit ini memang tak populer di Indonesia tapi sudah ditemukan di luar negeri.
Toh, tak ada salahnya kita berjaga-jaga. Jadi, bersihkan AC tiap 2 minggu sekali dengan cara dicuci dan disemprotkan desinfektan agar kumannya mati. Jangan pula lupa untuk menservisnya tiap 3 atau 6 bulan sekali.
Dedeh Kurniasih/nakita
KOMENTAR