Tak harus besar dan tak pula wajib berupa ruang khusus, kok. Yang penting si kecil memiliki ruangan aman dan nyaman untuk bereksplorasi.
Tak perlu kecil hati bila tak punya rumah berukuran luas. Dengan rumah mungil sekalipun, masih memungkinkan, kok, bagi kita untuk menyediakan ruang bermain bagi si kecil. Namun tentu saja, lokasi ruangnya tak bisa eksklusif atau tersendiri, melainkan harus bergabung dengan ruang lain.
"Untuk rumah tipe 70 ke bawah, umumnya lokasi ruang bermain terpaksa ber-sharing dengan ruang tamu," ujar Ir. Maman R. Samadi, Vice President Armekon, perusahaan yang berkecimpung di dunia arsitektur dan interior design. Itu sebab, lanjutnya, rancangan ruang bermain biasanya akan dibuat liquid alias tak ada pemisahan yang pasti antara satu ruang dengan ruang lain.
Alternatif lain, satukan ruang bermain anak dengan ruang tidurnya. Artinya, di mana si kecil tidur di situ pula ia bermain. "Jadi, enggak ada keharusan, kok, rumah kecil memiliki ruang bermain tersendiri," tandas Maman. Lain hal bila rumah berukuran relatif lebih besar, "ruang bermain bisa didesain menjadi ruang tersendiri."
Namun begitu, untuk tujuan jangka panjang, ruang bermain tetap harus dipisah dari ruang belajar. Misal, ruang belajar dan ruang tidur berada dalam satu area di lantai atas, sementara area bermain di bawah. Tujuannya, "semata-mata untuk mengantisipasi bila anak sudah agak besar dan masuk dunia sekolah, agar tak tergoda untuk bermain ketika harus belajar."
PENTINGNYA HALAMAN
Perlu diingat, bilang Maman, konsep ruang dalam arsitektur tak melulu harus berarti ruang tertutup, melainkan bisa juga berupa ruang terbuka. Untuk itu, kita bisa menfaatkan halaman di depan dan belakang ruamh sebagai area bermain si kecil. Terlebih di halaman memungkinkan anak bermain atau melakukan apa saja, sekalipun tak dilengkapi perosotan atau ayunan bila luasnya amat terbatas. "Toh, halaman itu sendiri sudah merupakan objek bermain bagi anak. Di sana, ia bisa berlari-lari atau berkumpul bersama teman-temannya."
Maman juga menganjurkan agar halaman tak usah diberi jalan setapak. "Biarkan saja terdiri dari rumput semua, yang memberi kesan lega. Selain agar ada embun pagi yang justru bagus buat kesehatan anak." Namun agar kaki tak kotor bila memasuki ruangan, beri batu koral sebagai transisi. Kalaupun tetap menginginkan ada jalan setapak, sebaiknya tak perlu menggunakan keramik, tapi bisa gunakan batu alam.
Buat anak batita, Maman lebih menganjurkan area bermain yang terbuka semisal halaman ini, mengingat anak usia ini tengah belajar tentang banyak hal. "Kalau ruang bermainnya tertutup, kesannya jadi terkungkung dan dikhawatirkan akan menghambat perkembangannya." Jikapun ingin memiliki area bermain dalam satu ruang, buatkan disain sedemikian rupa agar tak menimbulkan kesan terkungkung.
PEMILIHAN WARNA
Buat rumah tinggal berukuran mungil, Maman biasanya akan membuatkan desain atau pola yang tak memiliki batasan jelas antara eksterior dan interior. Dengan begitu, perbedaan antara ruang dalam dan ruang luar agak tersamar. Salah satu cara yang bisa ditempuh ialah menghadirkan taman di ruang tamu.
Soal pemilihan warna, sepenuhnya tergantung si pemilik rumah. Artinya, tak ada keharusan ruang bermain berwarna tertentu semisal putih. Bahkan colourfull atau warna-warni sekalipun, boleh-boleh saja.
Warnanya juga tak harus disesuaikan dengan warna rumah. Bila rumah berwarna soft, misal, tak berarti ruang bermain anak tak boleh warna ngejreng. "Justru ruang bermain yang colourful amat sesuai untuk usia balita," katanya. Namun setelah anak memasuki usia sekolah atau beranjak besar, warna tersebut hendaknya diubah. "Kalau tidak, malah terlalu fancy dan tak lagi sesuai dengan anak."
Yang penting, kata Maman lagi, anak sebaiknya dilibatkan dalam pemilihan warna ruang bermainnya. Ingat, lo, Bu-Pak, bukankah ruang bermain merupakan ruang khusus buat si kecil? Jadi, beri ia kebebasan untuk menentukan pilihan warnanya, agar ia betah bermain di sana. Lain hal untuk ruang lain, tentu tak harus mengikuti selera si kecil. Sebab, masing-masing ruang punya fungsi sendiri.
SESUAIKAN KEBUTUHAN
Tentunya, selain disesuaikan usia, ruang bermain juga harus tepat guna. Jangan hanya karena merasa mampu, kita lantas membelikan segala mainan tanpa melihat kegunaannya bagi si kecil. Misal, ada playstation di ruang bermain anak batita. "Ini, kan, sama sekali tak bermanfaat. Justru kita harus menumbuhkan hal-hal positif seperti membaca," bilang Maman.
Bila memang mampu, sarannya, belikan atau sediakan media yang berguna buat anak semisal papan tulis besar sekaligus perlengkapannya agar anak bisa menyalurkan "hobi"nya corat-coret. Bukankah di usia batita, anak lagi gemar-gemarnya mencoret-coret? Nah, daripada si kecil corat-coret dinding, lebih baik, kan, dia salurkan kegemarannya itu di papan tulis atau white board.
Dalam bahasa lain, "isi" ruang bermain haruslah disesuaikan tingkat perkembangan anak. Hingga, ruangan tersebut bukan hanya sekadar tempat bermain untuk anak, melainkan juga untuk menumbuhkembangkan seluruh aspek-aspek perkembangannya. Itulah mengapa, tegas Maman, seorang arsitek juga dituntut memahami perkembangan anak dari tahun ke tahun.
Yang tak boleh dilupakan, pesan Maman, otak anak batita lagi giat-giatnya bekerja. "Ibarat sebuah disket kosong, bila di-download dengan software yang bagus, hasilnya pun akan baik. Saat inilah yang sebetulnya merupakan kesempatan paling baik bagi orang tua untuk memasukan doktrin atau nilai-nilai kehidupan yang baik pada anak. Jangan khawatir anak akan melupakannya begitu saja, karena semua yang didapat akan melekat pada memorinya, apalagi daya ingat anak usia ini sangat luar biasa."
JANGAN LUPAKAN PERPUSTAKAAN
Untuk mengoptimalkan kemampuan anak, Maman menyarankan agar di ruang bermain tak hanya tersedia mainan, melainkan juga buku-buku. "Anak usia ini, kan, biasanya sudah dikenalkan dengan buku cerita. Jadi, bila mungkin sediakan juga ruang baca saat merancang ruang bermain."
Biasanya Maman akan medesainkan sebuah perpustakaan kecil yang tak formal. Artinya, tak perlu ada kursi dan meja, cukup gelar karpet atau kasur tipis dengan bantal, misal. Untuk isinya, selain buku-buku cerita atau dongeng, juga tape untuk anak mendengarkan musik. Jangan lupa, musik amat baik buat perkembangan anak. Selain itu, tape juga bisa dimanfaatkan untuk mendengarkan dongeng, selain ada kasetnya juga bukunya. "Berdasarkan pengalaman, cara ini amat efektif. Begitu anak mendengar cerita tersebut, dia akan segera membuka buku dan 'membaca'nya. Dengan begitu, dia jadi tahu persis bagian-bagian yang sedang diceritakan."
"Tentu saja, akan lebih baik lagi jika orang tua juga menyediakan buku-buku ilmu pengetahuan, mengingat anak usia ini mulai kritis," lanjut ayah dua anak balita ini. Apalagi jika kemampuan bicara si kecil mulai lancar, tentu ia akan banyak bertanya. Nah, dengan adanya buku-buku tersebut, kita pun jadi terbantu saat memberi penjelasan pada si kecil. Setidaknya, bila ada pertanyaan si kecil yang kita kurang tahu jawabannya, kita bisa lihat dari buku-buku itu dan menunjukkannya pada si kecil.
Namun jangan salah, lo, isi perpustakaan si kecil tak harus sama dengan perpustakaan orang dewasa yang melulu berbau text books. Ingat, buat batita, ruang baca juga merupakan ruang bermain. Jadi, selain buku-buku, biarkan anak ber-sharing dengan mainan yang ia miliki. Artinya, jangan biarkan ia terus mem"baca" selagi ada di perpustakaan, misal. Melainkan biarkan si kecil tetap bermain di sini karena bukankah dengan bermain pun, ia sebetulnya juga tengah belajar? Toh, bilang Maman, pada usia ini prinsip belajar bukanlah suatu keharusan atau sesuatu yang harus ditekankan, melainkan pada kenikmatan atau kesenangan.
TETAP PERLU SOSIALISASI
Hal lain yang tak boleh dilupakan, jangan mentang-mentang sudah ada ruang bermain sendiri dan si kecil pun anteng di "dunia"nya itu, kita lantas tenang-tenang saja. Bagaimanapun ia tetap perlu bersosialisasi dengan lingkungannya. "Bukankah sosialisasi juga salah satu kebutuhan anak usia batita?" ujar Maman.
Untuk itu, sarannya, alangkah baiknya bila kita sesekali mengundang teman-teman si kecil untuk bermain bersama. Selain tentunya si kecil pun sesekali perlu diajak keluar dari "dunia"nya itu semisal bermain di rumah tetangga yang punya anak sebaya.
Jangan lupa didampingi, lo, baik kala ia bermain di rumah sendiri ataupun di rumah temannya. Dengan begitu, kita bisa mencegah agar tak terjadi hal-hal yang tak diinginkan semisal rebutan mainan yang bisa mengakibatkan salah satu menangis. Maklumlah, si kecil masih batita, egonya masih tinggi dan belum mengerti konsep berbagi. Jadi, kita belum bisa sepenuhnya melepas ia bermain sendiri.
Ruang Kelas Pun Sebaiknya Tanpa Sekat
Menurut Maman, kelas-kelas prasekolah di Jepang dibuat tanpa sekat. "Antara kelas yang satu dengan kelas lain begitu terbuka, tak ada lagi pemisah, hingga proses belajar jadi sangat interaktif. Dengan begitu siswa bisa bertanya langsung sekaligus berinteraksi dengan siswa dari kelas lain," tuturnya.
Berdasarkan penelitian, lanjutnya, kelas semacam ini membantu anak jadi amat terbuka wawasannya. Soalnya, konsep ini melatih anak sejak dini bersikap terbuka, bukan mengkotak-kotakkan diri. "Sayang, konsep tanpa sekat ini belum bisa diterapkan di kelas-kelas prasekolah di Indonesia. Sebabnya, budaya kita paterlinial, hingga anak jadi sangat tergantung pada orang tua. Bila ditinggal sebentar saja, anak bisa menangis. Selain preschool di sini umumnya terdiri dari kelas yunior dan senior. Nah, yang senior bisanya sudah settle sedangkan yang yunior masih amat labil. Bila diterapkan konsep tanpa sekat, dikhawatirkan yang senior malah bisa terganggu."
Faras Handayani/nakita
KOMENTAR