KELEKATAN EMOSIONAL
Dalam kaitan pembentukan basic trust adalah kelekatan emosional antara ibu dan bayi. "Tanpa kelekatan emosional, basic trust sulit untuk dibentuk," ujar Evi. Sebenarnya, terang Evi, secara langsung sejak lahir bayi sudah memiliki kedekatan natural dengan ibu. Selanjutnya tinggal bagaimana ibu memproses kedekatan natural dengan anaknya sampai pada pola attachment (kelekatan).
"Proses kelekatan mulai efektif terjalin kira-kira ketika bayi berusia 6 hingga 18 bulan karena mulai usia 6 bulan, bayi mulai tahu siapa saja orang-orang yang selalu dekat dengannya. Proses ini akan mengembangkan kedekatan emosional antara bayi dengan suatu figur." Biasanya figur ibulah yang memegang peranan besar karena ibu yang banyak merawat bayi. Bukankah begitu lahir bayi akan ditangani ibunya?
Nah, selanjutnya, dengan interaksi antara ibu dan anak setiap hari akan semakin mengembangkan proses kelekatan. "Tapi jika bayi sering ditinggalkan atau ibu selalu tak ada setiap kali bayi membutuhkan, lama-lama kualitas kelekatannya akan menurun sehingga tak terbentuk sebagaimana mestinya," lanjut Evi. Kalau sudah begitu, jangan cemburu, ya, Bu, jika bayi mencari kelekatan dengan orang lain. Apalagi, kelekatan ini sebenarnya tak hanya bisa terjadi antara bayi dengan figur ibu tapi juga figur lain, asalkan sang figur sebagai caregiver utama bagi bayi.
Jadi, bila tak ada posisi ibu, sebenarnya tak masalah bagi bayi karena ia dapat memiliki kelekatan dengan caregiver lain seperti nenek atau pengasuh. "Masalahnya justru bagi si ibu karena ia akan tak punya kesempatan untuk dekat atau lekat dengan anaknya." Karena itu, Bu, sebaiknya attachment atau kelekatan terbentuk melalui figur Anda. Terlebih lagi, bukankah sebenarnya Tuhan sudah memberikannya sejak dari kandungan? Lagi pula, Bu, enggak ada ruginya, kok, kalau bisa dekat dengan bayi. Justru sangat menguntungkan, baik bagi Ibu maupun si kecil. Ia jadi memiliki kepercayaan kepada Ibu sehingga ia pun merasa aman. Pada perkembangan selanjutnya, ia jadi mudah beradaptasi bila menerima orang baru semisal pengasuh baru, percaya diri, dan penuh inisitiaf. Ia pun juga menyadari bahwa hanya Anda, ibunyalah yang merupakan caregiver utama, caregiver asli.
KUANTITAS DAN KUALITAS PERTEMUAN
Nah, agar para ibu bisa menjalani perannya sebagai caregiver utama dengan sebagaimana mestinya, tentulah harus diperhatikan kuantitas dan kualitas pertemuan ibu dengan bayi. Pada tahapan usia ini, terang Evi, kuantitas dan kualitas pertemuan dengan ibu sama penting dan dibutuhkan bayi. "Memang, kualitas lebih penting ketimbang kuantitas," akunya seraya melanjutkan.
"Sekalipun kuantitasnya sering tapi bila ibu cara memegangnya kasar, menyusuinya juga sembarangan, enggak lembut, maka secara kualitas akan buruk. Kuantitas menjadi tak berarti lagi." Tapi jangan lupa, lo, bayi masih sangat tergantung dan basic trust-nya juga sedang dalam proses pembentukan. Lain halnya dengan anak usia di atas setahun, kemandiriannya sudah mulai muncul dan basic trust-nya pun sudah mulai terbentuk.
Dengan demikian, ibu tak perlu selalu hadir di hadapan anak. Itulah mengapa, Evi menegaskan, "kualitas lebih penting daripada kuantitas hanya berlaku bagi anak yang lebih besar, usia setahun ke atas." Persoalannya, bagaimana bila ibu bekerja? Tentunya, kuantitas pertemuan ibu dengan bayi jadi berkurang. Menurut Evi, hal tersebut masih bisa disiasati, kok. "Sempatkan diri mampir ke rumah setiap ada waktu. Misalnya, waktu makan siang, ibu pulang ke rumah untuk menyusui bayi." Bila tak memungkinkan ibu mampir ke rumah lantaran jarak kantor ke rumah cukup jauh, "gunakanlan waktu pulang kantor untuk 'memegang' bayi. Memang capek, sih, tapi bila ibu tak mau kehilangan kedekatan dengan bayinya, ya, harus begitu.
Bukan berarti pengorbanan, ya, tapi harus dilakukan dengan senang hati." Nah, Bu, sudah lebih paham, kan? Jadi, semuanya terpulang kepada ibu sendiri, apakah ibu ingin menyerahkan peran sebagai caregiver utama kepada orang lain semisal pengasuh yang berarti si kecil akan lebih lengket dengan pengasuhnya, ataukah ibu akan memainkan sendiri peran tersebut sehingga si kecil tahu bahwa hanya ibulah satu-satunya caregiver utama baginya.
KENALI BAYI ANDA
Salah satu tugas ibu sebagai caregiver utama ialahnya mengembangkan psikomotor bayi yang berkaitan dengan perkembangan intelektualnya. Menurut Jean Piaget, psikolog asal Swiss yang selama bertahun-tahun memusatkan penelitiannya pada perkembangan intelektual dari lahir sampai dewasa, tahap pertama dari perkembangan intelektual ialah sensorimotor.
Untuk itu, sejak sedini mungkin ibu harus mengetahui apakah bayinya normal atau tidak perkembangan sensoris/pancaindranya. "Apakah ia ternyata tak bisa dengar atau tak bisa lihat, ibu harus tahu," kata Evi Sukmaningrum. Ibu pun harus mengenali reflek bayi untuk menunjang perkembangan motoriknya, apakah refleknya cepat atau lambat. "Ketika ibu tahu refleknya lambat, misalnya, atau motoriknya kurang kuat, segera cari tahu apa yang salah. Dengan demikian ibu bisa secepatnya mengantisipasi bila ada suatu hal berbahaya," lanjutnya.
Pada umumnya, terang Evi, perkembangan psikomotor tergantung dari dua hal, yaitu kematangan fisiologis dan stimulasi. Kematangan fisiologis merupakan bawaan bayi, jadi biologis sifatnya. "Nah, tugas ibu adalah menstimulasi agar perkembangan psikomotor bayi tak terhambat." Misalnya, bayi sudah matang untuk belajar merangkak tapi bila ibu tak pernah merangsangnya, ia jadi terlambat merangkaknya atau malah enggak pernah merangkak.
Tentunya, stimulasi diberikan jika bayi sudah cukup kuat atau matang menjalani proses tersebut. Jangan karena bayi tetangga yang seusia sudah bisa berjalan, lantas ibu memaksa bayinya belajar berjalan padahal ia belum siap. Jangan lupa, kematangan setiap anak berbeda-beda. Ibu harus tahu, apakah bayinya termasuk lambat atau cepat. Jadi, Bu, bila si kecil baru bisa merangkak, misalnya, hargailah, meskipun bayi lain sudah bisa dititah. Yang perlu ibu lakukan adalah terus memberinya stimulasi.
Faras Handayani
KOMENTAR