Bertindak waspada dengan menyediakan obat di rumah adalah langkah yang baik. Namun seringkali kita bertanya, mengapa begitu banyak aturan konsumsi dan perlakuan yang berbeda?
Ya, pertanyaan seputar obat ini sangatlah banyak.
Berapa lama batas waktu penyimpanan obat yang sudah dipergunakan? Bagaimana menyimpan obat yang baik? Bagaimana tata cara mengonsumsi obat yang benar? Padahal menyimpan dan mengonsumsi sisa obat bebas di rumah adalah hal biasa yang dilakukan banyak orang.
Simpang siur tata cara penyimpanan obat, cara konsumsi dan waktu konsumsi obat pun mengundang kekhawatiran berdampak pada efektivitas obat.
"Sebenarnya cara menggunakan obat itu tergantung keparahan penyakit maupun perlunya efek obat dicapai segera," ungkap dr. Nicolaski Lumbuun, SpFK., spesialis farmakologi klinik dari Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan, Lippo Karawaci.
"Sedangkan prinsip penyimpanan obat seperti tablet, sirup yang masih dalam kemasannya atau tersegel, sepanjang obat tersebut masih belum expired (kedaluwarsa) bisa digunakan. Jika sudah dibuka dan pernah diminum, maka perhatikan tanda tanda kerusakan obat seperti perubahan konsistensi (bila bentuk kapsul menjadi lengket, sirup menjadi lebih kental atau membentuk lapisan terpisah), warna maupun bau," lanjut Nico.
Agar lebih jelas, Nico memaparkan detil mengenai tata cara memperlakukan obat.
Beda Penyakit, Beda Cara Konsumsi
Ada banyak sediaan obat yang dikenal di dunia kesehatan, mulai obat parenteral (suntikan ke pembuluh darah vena, infus, injeksi ke otot, rongga sendi, rongga spinal ataupun ke lapisan bawah kulit), oral (diminum), melalui pernafasan (nebulizer/ penguapan, maupun inhalant/dihisap melalui mulut), topikal (oles di kulit bisa berupa krim, ointment, maupun lotion), obat per-anal (rektal atau melalui dubur), hingga tablet yang diletakkan di bawah lidah.
Pada dasarnya semua disesuaikan dengan keadaan fisik pasien, tingkat keparahan penyakit, serta kecepatan timbulnya efek terapi.
Pada kasus akut, keadaan pasien tidak sadar atau kebutuhan efek terapi segera, obat injeksi intravena dipilih karena dapat memberi efek yang instant.
Selain kecepatan reaksi, sediaan yang beraneka ragam juga dimaksudkan untuk mencapai organ yang menjadi target terapi secara efektif.
Hal ini juga bertujuan meminimalisir efek samping yang mungkin terjadi. Misal, pada pasien yang tak sadarkan diri, muntah terus menerus, menderita gangguan menelan maupun diare, bisa diberikan obat selain obat per-oral.
Berapa Kali Dalam Sehari
Frekuensi meminum obat pada dasarnya mengikuti profil farmakologi seperti sifat kimia dan biologi obat, interaksi obat dengan tubuh serta perlakuan biologis tubuh terhadap obat. Kesemuanya tentu sudah dipastikan dalam proses uji klinik yang panjang.
Obat yang kadar dalam darah cepat menurun karena profil farmakologinya, memerlukan interval pemberian yang agak sering (2-3 kali sehari). Tujuannya agar efek terapi dapat dipertahankan selama 24 jam.
Sedangkan obat dengan profil farmakologi yang kadarnya relatif cukup dalam tempo yang panjang, cukup diberikan sekali sehari.
Banyak keuntungan pemberian obat dengan interval panjang atau pemberian relatif lebih jarang seperti sekali sehari. Namun terutama, kepatuhan pasien minum obat adalah yang terpenting.
Pasien pada umumnya sering lupa minum obat jika harus 2 atau 3 kali sehari. Sehingga efek samping obat akan berkurang karena paparan obat terhadap organ tubuh menjadi berkurang.
Namun dengan temuan teknologi terkini, memungkinkan untuk membuat profil kerja beberapa obat jadi lebih panjang.
Teknologi tersebut disebut dengan sediaan controlled release, extended release maupun oros (lepas lambat), sehingga memungkinkan dikonsumsi sekali sehari.
Obat ini mampu menghasilkan efektivitas setara dengan bentuk konvensional yang diminum lebih sering, namun dengan efek samping lebih minim karena kadar obat dalam darah relatif stabil. Beberapa contoh obat lepas lambat adalah obat antihipertensi, antidiabetes, hingga nyeri kronis.
Laili Damayanti
KOMENTAR