Adanya kemiripan-kemiripan stroke dengan gejala penyakit lain ini, dapat dibedakan dengan melakukan pemeriksaan klinis secara baik.
Sebagai contoh, gejala yang timbul seperti mulut yang mencong, salah satu pemeriksaannya adalah dengan meminta pasien untuk mengerutkan dahi, bila dahi masih bisa berkerut secara simetris, berarti serangan tersebut memang stroke.
Selain itu juga perlu dilakukan CT Scan untuk memindai adanya pecah atau penyumbatan pembuluh darah dalam otak. CT Scan juga menentukan diperlukan atau tidaknya tindakan operatif, terutama bila ditemukan adanya pendarahan di permukaan otak.
Terapi Secepatnya
Prinsip terapi pada penderita stroke adalah tangani secepatnya, (time is brain). Apabila terjadi serangan yang diperkirakan sebagai stroke, dokter Daniel menyarankan agar pasien segera dibawa ke rumah sakit terdekat. Biasanya, dokter jaga akan melakukan serangkaian tes untuk mendeteksi dan menegakkan diagnosis apakah ini stroke atau yang lain.
Bila telah diketahui sebagai stroke, dokter akan memberikan pengobatan yang dibutuhkan.
Pada dasarnya bila stroke akibat pendarahan, akan diberikan obat untuk menghentikan pendarahan. Namun bila berdasarkan pemindaian terjadi sumbatan, dokter akan memberikan obat anti-agregasi untuk mengurangi sumbatan. Juga tetap ditambahkan neurotropik untuk meningkatkan metabolisme sel otak.
Setelah gejala akut hilang, barulah dokter bekerja sama dengan fisioterapis merancang dan menjadwalkan terapi rehabilitasi.
"Tapi, prinsipnya, fisioterapi dilakukan secepat mungkin setelah kondisi stabil. Baik itu tensi, pernafasan, nadi dan sebagainya," pungkas dokter Daniel.
Prinsipnya, sel-sel otak memang tidak bisa kembali semula, namun jika dilakukan terapi sedini mungkin, akan mengurangi risiko kerusakan sel-sel otak yang lebih banyak.
Laili Damayanti
foto: Agus Dwianto
KOMENTAR