Jangan dipaksa. Bagus, kok, kalau anak nggak gampang dicium. Malah, saran ahli, jauhi si anak bila orang tua tak suka dengan orang yang menciumnya secara paksa.
Kita seringkali gemas melihat si kecil dan ingin sekali menciumnya. Entah lantaran tingkahnya yang lucu atau hanya sekadar untuk menunjukkan rasa sayang kita padanya. Namun tak jarang si kecil menolak dicium sehingga kita jadi tambah gemas. Akhirnya dipaksalah si kecil agar mau dicium.
"Memang tak semua anak mau dicium dan mudah untuk dicium. Apalagi oleh orang asing yang belum dikenalnya atau orang yang jarang bertemu dengannya," kata Margaretha Purwanti, S.Psi yang akrab disapa Retha. "Padahal ciuman itu merupakan salah satu cara dalam mengekspresikan rasa sayang seseorang, selain dengan belaian, pelukan dan lainnya," lanjut staf pengajar pada Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya Jakarta ini.
RASA PERCAYA
Ciuman sebagai simbol kasih sayang, menurut Retha, menunjukkan adanya hubungan yang lebih dekat, rasa sayang dan perhatian. "Pada anak kecil biasanya yang menonjol adalah kedekatan atau attachment. Bukan hanya secara fisik, tapi juga psikologis." Kedekatan ini terutama kepada orang yang mengasuhnya, yakni orang-orang yang dekat dengan dirinya. Orang tersebut bisa memenuhi kebutuhannya, seperti makan, mandi, dan sebagainya. Kepada orang-orang terdekat ini anak biasanya percaya. Faktor trust kepercayaan inilah yang paling penting bagi anak untuk mendapatkan rasa aman.
Menurut teori perkembangan sosial Erickson, selalu ada dua hal yang bertentangan. Pada usia 0-1 tahun anak dalam tahap perkembangan basic trust (percaya) dan mistrust (tak percaya).
Bila keluarga dapat menciptakan hubungan yang baik maka akan timbul trust anak pada lingkungannya. Tapi kalau tidak, yang terjadi adalah rasa mistrust anak pada lingkungannya. Nah, pada usia batita, tahapan perkembangannya yaitu otonomi, anak mau melakukan segala sesuatunya sendiri. Ini terjadi bila perkembangan basic trust sebelumnya berjalan dengan baik. Tapi jika mistrust yang berkembang maka tahap berikutnya adalah shame atau malu-malu dan doubt atau ragu-ragu. Jadi, perkembangan anak di tahap awal tadi masih terus berkaitan pada tahap perkembangan berikutnya.
Nah, pada anak batita yang menolak dicium, terang Retha, ada kaitannya dengan perkembangan trust dan mistrust tersebut. "Mungkin saja anak yang tak malu-malu akan mau jika eyangnya ingin menciumnya. Anak pun bisa lebih berani dan terbuka untuk itu."
Trust dan mistrust pada anak ini tergantung bagaimana orang tua atau keluarga berespon terhadap anak sejak bayi. Misalnya, orang tua selalu memperhatikan kebutuhannya. Jika ia menangis ingin makan dan sang ibu segera memenuhinya, tentunya ia akan mengembangkan asosiasi bahwa kalau lapar akan ada orang yang memenuhi kebutuhan dan memperhatikannya, sehingga ia percaya pada orang tersebut. "Jadi lingkungan mendukung dan melindunginya. Ini juga berlaku pada hal-hal lain. Tapi kalau diabaikan atau sedikit-sedikit anak disalahkan orang tua, tentu ia merasa dibuang atau diabaikan."
Masih berkaitan dengan tahap perkembangan sosial anak, menurut Retha, di usia batita anak juga masih membentuk basic trust sehingga ia pun akan menjaga jarak dengan orang lain yang belum dikenalnya. "Sebetulnya bukan maksudnya menjaga jarak, tapi pada saat itu orang yang dekat dengan dirinya umumnya adalah tokoh-tokoh atau orang-orang dalam lingkungan keluarga. Anak bersosialisasi atau attachment-nya masih dalam lingkungan keluarga. Sedangkan kalau pada orang asing anak tak akan cepat dekat begitu saja," jelasnya. Kalau, toh, anak bersosialisasi ke luar lingkungannya, masih selalu ada orang yang akan menemaninya. Orang tersebut adalah "pengasuh" yang dipercayanya. Jadi, secara fisik kesempatan anak untuk mengenal orang asing pun masih terbatas. Anak mesti tahu lebih dulu apakah orang tersebut bisa dipercaya atau tidak, bisa tidak memenuhi kebutuhannya dan sebagainya. "Itulah mengapa anak kadang belum mau dicium orang lain, apalagi yang jarang bertemu."
KEBIASAAN
Selain masalah rasa percaya anak, menolak dicium dipengaruhi pula oleh faktor kebiasaan. Pada keluarga-keluarga tertentu ada terbiasa mengungkapkan rasa sayang dengan ciuman, adapula yang tidak. Ada yang bila bertemu dengan saudara-saudara lain atau antar anggota keluarga sendiri, mengembangkan kebiasaan mencium. Misalnya, orang tua terhadap anaknya, om dan tante. Juga bukan hanya kepada anak kecil saja, tapi antar orang dewasa. Misalnya, ibu bila bertemu dengan tantenya atau om akan saling mencium pipi. Tapi ada juga yang hanya sekadar bersalaman tangan saja.
KOMENTAR