Sampai usia 5 tahun, si kecil mungkin masih akan cadel. Apalagi jika lingkungan ikut mendukung. Supaya tidak keterusan, Anda juga harus hati-hati menanganinya.
"Bu, kok, pelut aku cakit?" Nah, buat mereka yang punya anak balita, pasti langsung mengerti apa maksud kalimat itu. Soalnya, memang begitulah bahasa anak-anak.
Memang, tak semua anak usia 3-5 tahun masih cadel bicaranya. Banyak yang sudah pandai melafalkan kata dengan baik dan benar. Jadi, kalaupun ia masih cadel, "Wajar-wajar saja. Kemampuan anak mengucapkan kata-kata, vokal dan konsonan secara sempurna, tergantung kematangan sistem syaraf otaknya. Terutama bagian yang mengatur koordinasi motorik otot-otot lidah," terang Dra. Evi Sukmaningrum dari Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya Jakarta.
IKUTAN CADEL
Pada umumnya, kata Evi, di usia 2-3 tahun anak baru menguasai pengucapan 2/3 dari seluruh konsonan. Jadi, untuk konsonan seperti S, Z, R, ia mengalami kesulitan. Terutama huruf R. "Sebab, untuk mengucapkan R, diperlukan manipulasi yang cukup kompleks antara lidah, langit-langit, dan bibir," jelas Evi. Nah, karena itulah si kecil menjadi cadel.
Menginjak usia 3-4 tahun, otot-otot lidah mulai matang. Dengan demikian, pada usia prasekolah, anak diharap sudah bisa mengucapkan seluruh konsonan. "Hanya saja, perkembangan tiap anak, berbeda. Makanya, meski usianya sama, ada anak yang masih cadel." Perbedaan kematangan, lanjut Evi, bisa disebabkan faktor keturunan, gizi, atau nutrisi.
Selain kematangan fisiologis, cadel juga disebabkan faktor lingkungan. Saat anak bilang, "Minta cucu (susu, Red.), ibu menanggapi, "Mau cucu, ya? Cebental, ya, sayang." Jadi, si orangtua malah ikut-ikutan cadel. Padahal, seperti dituturkan Evi, reaksi seperti itu malah bisa membuat anak jadi terkondisi untuk terus bicara cadel. "Ia jadi senang karena kalau bicara cadel, ditanggapi dan dibalas cadel pula." Asal tahu saja, tugas pertama yang harus dilakukan seorang anak dalam belajar berbicara ialah mengucapkan kata. Nah, ia bisa mengucapkan kata karena meniru. Kalau Anda bicara cadel dengannya, ia akan berpikir, itulah yang benar. Jadilah dia cadel sungguhan.
Begitu juga jika ayah atau ibunya cadel (sungguhan). "Bisa saja terjadi, anak tak pernah mendengar dan belajar, bagaimana seharusnya mengucapkan R. Soalnya, dasar dari pengucapan kata-kata, dari lingkungan terdekat anak, yaitu keluarga," tutur Evi.
Pada beberapa kasus, anak yang sudah bisa melafalkan R, misalnya, tiba-tiba jadi "mundur" alias kembali cadel. "Ini bisa disebabkan faktor psikologis. Misalnya, dia cari perhatian karena baru punya adik. Nah, untuk merebut perhatian ayah dan ibunya, dia kembali men"cadel"kan dirinya."
SULIT DIDETEKSI
Umumnya pada usia 5 tahun, anak sudah tidak cadel lagi karena kematangan otot-ototnya sudah menyerupai orang dewasa. "Paling lambat usia 6 tahun. Kalau sampai umur ini dia masih cadel, berarti ada kelainan. Bisa kita duga si anak mengalami defisiensi kemampuan fonologis, yaitu ketidakmampuan untuk mengucapkan konsonan tertentu," terang Evi.
Sayangnya, sulit untuk mendeteksi, apakah kecadelan di usia 3-5 tahun akan berlanjut terus atau tidak. Soalnya, ini menyangkut sistem syaraf otak yang mengatur fungsi bahasa, yakni area broca yang mengatur koordinasi alat-alat vokal dan area wernicke untuk pemahaman terhadap kata-kata. Kerusakan pada area broca disebut motor aphasiam yang membuat anak lambat bicara dan pengucapannya tak sempurna sehingga sulit dimengerti. Sedangkan kerusakan pada area wernicke disebut sensori aphasia di mana anak dapat berkata-kata tapi sulit dipahami orang lain dan dia pun sulit untuk mengerti kata-kata orang lain.
KOMENTAR