Aroma khas wangi bayi langsung menyeruak saat NOVA masuk ke ruang PA Nit Idik Polres Metro Jakarta Barat, Kamis (7/2) siang. Rupanya, Teddy Lukas, bayi laki-laki berusia sekitar tiga bulan yang sempat diselamatkan polisi dari sindikat penjualan bayi, sedang berada di situ, digendong oleh salah satu polwan anggota. Bayi berwajah tampan ini tampak anteng diayun-ayun. Sedikit sisa susu tampak di ujung bibir kanannya. Ia memang baru saja minum susu.
Polwan yang menggendongnya, sebelum itu tampak tergopoh-gopoh masuk ke ruang Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat Ajun Komisaris Hengki Haryadi, S.IK, MH, mengambil air untuk membuat susu formula Teddy. Setelah membuat susu, ia masuk ke ruang Kaur Bin Ops, di mana Teddy lalu diberi minum. Beberapa anggota Sat Reskrim yang ada di ruangan itu langsung mengerubutinya. Mereka mengajak bercanda, bergantian menggendong, dan menjawil pipi Teddy.
Teddy tertawa-tawa. Sungguh menggemaskan. Suasana yang humanis sungguh terasa di ruangan itu. Sesaat kemudian, Teddy merengek sebentar dan diajak pindah ruangan. "Teddy sih, anteng banget. Paling anteng, malah. Enggak pernah rewel," ujar polwan yang enggan disebut namanya, yang menggendong Teddy. Bayi berkulit putih ini tentu tidak mengira, dalam hidupnya di dunia yang baru berbilang bulan ini, ia sudah harus mengenyam nasib ironi.
Tentu ia juga tak tahu, kalau saja polisi terlambat menciduk sindikat penjualan bayi yang melibatkan dirinya, ia sudah berada di Singapura, di tangan pembelinya yang berkewarganegaraan sana. Calon pembeli Teddy yang berinisial Mr. C, bahkan sudah dua kali datang ke Indonesia, terakhir Desember silam, dan bertemu HS di sebuah hotel di kawasan Sunter. Dia juga memberikan uang muka sebanyak 500 dolar Singapura kepada HS untuk pembelian Teddy.
HS yang pernah berprofesi sebagai bidan, diduga kuat merupakan koordinator utama dalam sindikat penjualan bayi yang berhasil diringkus Polrestro Jakarta Barat sejak 10 Januari silam ini. "HS lalu membuatkan akte kelahiran dan paspor atas nama Teddy yang keterangannya palsu. Dibantu LS, HS membuat kartu Keluarga (KK) dengan menambahkan nama Teddy ke dalam KK, yang juga diduga palsu," ujar Hengki saat ditemui di ruangannya, Kamis (7/2).
Penjualan Diundur
Beruntung, Teddy berhasil diselamatkan saat polisi menangkap HS di tempatnya selama ini beroperasi di Sunter, Tanjung Priok, Jakarta Utara, 10 Januari silam. Saat penggerebekan di sana, polisi juga menemukan manifest penerbangan maskapai Tiger Airways tujuan Jakarta-Singapura atas nama HS, Teddy, dan satu tersangka lain, LS. LS berperan sebagai orangtua palsu Teddy. Rencananya, Teddy akan diberangkatkan ke Singapura pada 9 Januari silam.
"Namun, rencana itu diundur jadi tanggal 20 Januari karena mertua dari orangtua palsu itu meninggal dunia," jelas Hengki saat ditemui, Kamis (7/2). Tak hanya itu, di rumah HS, polisi juga menemukan buku berisi daftar pemesan bayi yang menunjukkan bahwa penjualan bayi yang dilakukan HS sudah berlangsung sejak 1992! Menurut Hengki, ditemukan pula foto dan paspor tahun 1995 milik seorang bayi. Terbayang, kan, berapa jumlah bayi yang sudah diperdagangkan HS?
HS mengaku dalam setahun hanya menjual 3-4 bayi. Namun, imbuh Hengki, polisi tak mau percaya begitu saja pada keterangan HS. "Buktinya, dalam dua bulan terakhir saja, dia berhasil menjual 12 bayi. Dari jumlah itu, ada tiga bayi yang berhasil kami selamatkan. Berarti, masih ada 9 bayi lagi yang baru saja dijual. Kami masih akan terus mendalami hal ini," tandas pria bertubuh tinggi ini. Yang menarik, kawanan sindikat ini rupanya tergolong nekat.
Sehari setelah HS ditangkap dan Teddy dibawa polisi, LS datang ke Polrestro Jakarta Barat dan mengaku sebagai ibu Teddy. Untuk mendukung tujuannya membawa pulang Teddy, LS menunjukkan KK Teddy seperti yang diminta polisi. Namun, setelah digali keterangannya lebih lanjut, LS justru langsung ikut dijebloskan ke dalam tahanan karena ternyata dokumen yang dibawanya palsu dan ia juga merupakan anggota sindikat yang dipimpin HS.
Polisi berhasil mengungkap sindikat penjualan bayi ini berkat laporan masyarakat. Seorang ibu berinisial MN, melaporkan ia kehilangan bayinya setelah melahirkan di bidan YP di Kel. Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat. Dari laporan tersebut, polisi lalu menyelidiki kasus yang ternyata dilakukan oleh sindikat ini. Dari situlah terkuak, karena MN tidak mampu membayar biaya persalinan, A, M, dan LD menawarinya orangtua yang mau merawat bayinya untuk sementara dan membantu biaya persalinannya. LD lalu membayar Rp 7,5 juta untuk biaya persalinan, dan keuntungan A dan M.
LD membawa bayi milik MN pada HS untuk ditawarkan, tapi karena tidak sesuai dengan keinginan HS, bayi tersebut dikembalikan pada LD. Bayi tersebut lalu dirawat oleh tersangka EL dan dititipkan pada RE untuk dijual. RE kini tengah diburu polisi. Sementara, MN kini menjadi tersangka karena ia menerima uang dan sudah menggunakan uangnya. "Namun, yang bersangkutan masih menjalani masa nifas, jadi kami tidak menahannya," ujarnya.
Secara sambung-menyambung dari keterangan tersangka yang ditangkap, polisi menemukan adanya tersangka baru. Penangkapan berawal pada 9 Januari silam terhadap LD alias T yang menjadi perantara utama. LD ditangkap di rumah yang ia huni bersama keluarga dan mertuanya di daerah Pesing Koneng, Kedoya Utara, Jakarta Barat. Pada polisi, LD mengaku mendapatkan bayi yang akan dijual dari A dan M yang juga berperan sebagai perantara.
Keduanya lalu ditangkap polisi pada hari yang sama di Kebon Jahe, Kel. Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat. Pada hari yang sama pula, polisi juga meringkus R, dukun beranak yang juga terlibat dalam jaringan ini. Awalnya, S melahirkan di tempat R. Lantaran S tak punya biaya melahirkan, R menawarinya orangtua asuh bagi bayinya. Menurut R, orangtua tersebut juga bersedia membantu biaya persalinan. S pun setuju.
"Ternyata, bayi tersebut oleh R dijual pada LD seharga Rp 4 juta, lalu LD menjualnya pada HS. Namun, karena bayi perempuan tersebut sakit-sakitan, bayi tersebut lalu ditelantarkan di RSUD Tarakan. Sampai sekarang, bayi tersebut masih kami titipkan di sana karena sakit," imbuh Hengki. Selain bayi yang sakit dan Teddy, ada pula Hanif Rifki, bayi dari ibu W yang berhasil diselamatkan polisi. Kini, polisi juga tengah memburu W karena telah menerima uang sebelum melahirkan dan menolak bayinya dikembalikan setelah bayinya dianggap HS tidak sesuai.
Hingga saat ini, menurut Hengki, pihaknya terus mengembangkan penyidikan dan masih memburu beberapa orang yang diduga terlibat. Dari perantara atau ibu kandung sang bayi, LD membeli bayi dengan harga Rp 4 juta-Rp 7,5 juta. Lalu ia menjual bayi tersebut pada HS dengan harga rata-rata Rp 10 juta-Rp 21 juta. Oleh HS, bayi tersebut dijual pada pembeli yang tidak diketahui alamatnya alias jual putus dengan harga berkisar Rp 30 juta-Rp 70 juta, tergantung kondisi bayi.
Beragam Peran
Tak hanya dari LD, HS juga membeli bayi dari para perantara lainnya. Bayi-bayi ini dijual hingga ke luar pulau seperti Kalimantan dan Singapura. LD sudah melakukan perdagangan bayi ini sejak 2010 dan sudah bertransaksi kurang lebih 5 bayi pada HS. Kini, ada enam perempuan dan satu pria (A) yang ditahan sebagai tersangka dalam kasus ini, masing-masing LD (48), A (52), HS (62), R (51), M (57), EL (40), LS (35), dan MN (27). Namun, A tidak ditahan karena sedang sakit parah.
"Mereka ada yang bertugas sebagai perantara, pencari bayi atau ibu yang akan melahirkan, dukun beranak, dan membuat atau menggunakan KK. Kami juga sedang memeriksa J, oknum Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Jakarta Pusat yang diduga membantu pembuatan akte kelahiran Teddy," ujar Hengki. Hingga Jumat (8/2), status J masih sebatas saksi. Para tersangka, imbuhnya, dijerat dengan pasal 83 Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda Rp 60 juta.
Mereka juga dikenai pasal 266 ayat 2 KUHP tentang menggunakan dokumen otentik diduga palsu. Polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti lain berupa enam ponsel milik tersangka, uang tunai Rp 5,4 juta, uang tunai 500 dolar Singapura, 1 lembar kartu hamil, 1 lembar kartu periksa, dan 1 lembar partograf persalinan atas nama Monalisa, 1 lembar akte kelahiran atas nama Teddy Lukas, 1 lembar KK Lauw Andy, 1 cap stempel bidan HS, 1 paspor atas nama Teddy Lukas, dan 1 paspor atas nama HS.
Kini, selain berkonsentrasi mencari 9 bayi lain yang dijual HS dalam dua bulan terakhir, polisi juga tengah mengembangkan penyidikannya pada kelompok penjualan bayi lainnya yang lebih kecil, yang terkait dalam hal ini. "Kami juga tengah mengejar satu bayi lagi yang menurut tersangka sudah dijual ke luar pulau. Kalau memang melibatkan sindikat internasional, polisi akan minta bantuan Interpol," ujar Hengki sambil menambahkan, pihaknya juga tengah mendalami informasi dari tersangka yang mengatakan bayi yang ditinggal di RS Tarakan mengidap HIV pasif sehingga ditinggal begitu saja.
"Ini juga jadi catatan tersendiri bagi kami, bahwa tersangka melanggar rasa kemanusiaan. Orangtua bayi ini sudah kami jadikan tersangka, tapi tidak ditahan, hanya wajib lapor dengan pertimbangan subyektif," ujar Hengki. Polisi juga tengah menyelidiki siapa orangtua Teddy, karena Teddy tidak diserahkan pada tersangka langsung oleh orangtuanya. Namun, untuk sementara, Teddy dan Hanif akan dititipkan di Dinas Sosial DKI Jakarta agar bisa dirawat.
Hasuna Daylailatu
KOMENTAR