Suasana senyap Dusun Ringinsari, Kecamatan Gringsing, Batang (Jateng), dikejutkan jerit Mur (30). Perempuan ini teriak, sang suami, Edwin Anis Mugiharjo (44) dibunuh kawanan perampok. Polisi segera bergerak di Kamis (13/12) pagi itu. sekitar pukul 09.30 itu segera dilaporkan ke polisi.
Di tempat kejadian perkara (TKP), Anis terbujur bersimbah darah. "Posisinya telungkup di atas kasur di ruang keluarga. Tubuhnya berselimut kain," jelas Kasatreskrim Polres Batang AKP Hartono, SH. Anis, lanjut Hartono, luka di belakang kepala. "Tengkoraknya retak akibat pukulan benda tumpul. Di lehernya juga ada bekas jeratan."
Sejumlah saksi diperiksa dan polisi langsung menemukan sejumlah petunjuk berharga. "Tetangganya bilang, ada lelaki yang sering datang ke rumah untuk menemui Mur saat suaminya kerja keliling jualan sosis. Kalau dibilang perampokan, mustahil, karena tak ada barang yang hilang," papar Hartono.
Yang lebih ganjil lagi, sebelum Mur berteriak suaminya tewas, ia sempat melayani tetangga yang belanja di warung kelontongnya. Padahal, menurut para tetangga, biasanya Anis. Belakangan, setelah ditanyai intensif, "Mur mengaku, pembununan itu direncanakan oleh selingkuhannya yang bernama Ks."
Ks tak sendirian. Ia minta rekannya, Vik, untuk mengeksekusi korban dengan imbalan Rp 1 juta. Kurang dari 24 jam, polisi berhasil meringkus semua tersangka pelaku dan menjebloskannya ke tahanan di Polres Batang. "Ancaman hukumannya maksimal pidana mati atau seumur hidup.
Kisah asmara terlarang Mur dan Ks, seperti diceritakan Mur (Kamis, 20/12), berawal dari missed call (gagal panggil) di HP-nya. Mur juga berkisah, sejak menikah dengan Anis 14 tahun silam, "Hubungan kami tidak harmonis. Saya menikah karena dijodohkan orangtua."
Mur mau dinikahi Anis karena orangtuanya memaksa. "Alasannya, Anis sudah mapan, punya rumah sendiri," ujar Mur yang kala itu masih kelas 3 SMA. Perkawinan yang menurut Mur tanpa landasan cinta itu, berlangsung sebulan setelah ia lulus sekolah.
Itu pun Mur tak langsung tinggal di rumah Anis. "Baru setelah hamil, kami pindah.. Hanya demi anak saya mencoba bertahan. Saya berupaya agar rumah tangga kami terlihat harmonis dan rukun," ujar ibu dua putri ini.
Sementara Anis, di mata Mur, amat menyintainya. "Dia enggakpernah kasar sama saya. Tapi karena dasarnya saya tak cinta, ada saja yang membuat kami berselisih paham," tutur Mur sambil memberi contoh keengganan Anis bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. "Mau kondangan ke tetangga saja, harus ribut dulu baru dia mau pergi."
Tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga, juga dipehuni Anis dengan baik. "Sehari-hari dia keliling jualan sosis dan untuk tambah-tambah penghasilan, dia buka warung kelontong di rumah. Saya yang jaga warung kalau dia jualan sosis."
Begitulah kehidupan Mur sampai beberapa bulan silam, tiba-tiba ada missed call di HP-nya saat Mur sedang merasa tak enak badan dan berbaring di kamar. "Karena suntuk, saya SMS saja nomor orang yang missed call itu. Dia mengaku bernama Samudro. Katanya, dia menghubungi nomor saya secara acak. Sejak itu, dia mulai sering telepon. Dia mengaku kerja di sebuah konveksi di Jakarta, sebagai pembuat pola."
Mereka pun mulai sering berkomunikasi. "Tapi sejak awal saya sudah kasih tahu, saya punya suami dan dua anak," tutur Nur tentang sosok Samudro yang belakangan diketahuinya bernama Ks.
"Saya bilang, kalau hanya untuk menjalin persaudaraan, ya, enggak apa-apa. Belakangan dia juga mengaku ingin pulang ke Pekalongan lalu mampir ke rumah," ujar Mur yang juga menceritakan kegiatan suaminya setiap hari keliling berjualan.
Mungkin itu sebabnya Ks mulai sering menyambangi rumah Mur. Bahkan Mur pernah diajak ke rumah Ks. Lama-kelamaan, kata Mur, "saya merasa dia itu teman yang asyik diajak curhat. Saya ceritakan perjalanan rumah tangga saya dengan suami. Saya juga katakan, sebenarnya tak pernah bisa mencintai suami. Dia juga curhat sudah pisah sama istri, tapi belum resmi cerai. Saya diperkenalkan ke orangtuanya sebagai janda dua anak. Saya sudah dekat sama anak tunggal Kus, sebaliknya Ks juga dekat sama anak-anak saya."
Kedekatan mereka makin terjalin, bahkan Ks mengungkapkan cintanya. Mur pun menanggapi. Bahkan ia mulai membanding-bandingkan suaminya dengan Ks. Katanya, ia lebih nyaman curhat dengan Ks. "Pekerjaannya juga tidak kasar seperti suami. Dia bilang, dia kerja di rumah mendesain baju. Tapi saya tetap tak kepikiran untuk menikah dengan Ks. Lebih baik kami selingkuh saja, bicara yang nyaman-nyaman saja."
Sampai suatu ketika, Ks mengungkapkan keinginannya menyingkirkan Anis agar bisa leluasa menikahi Mur. "Beberapa kali ia mengungkapkan rencana itu. Awalnya saya menolak, tapi Ks bilang, dia yang akan tanggung jawab."
Pernah, kata Mur, ia mengutarakan niatnya minta cerai. "Tapi Ks tak setuju. Alasannya, Kalau cerai, enggak mungkin bisa tinggal di rumah yang saya tempati. Soalnya itu, kan, rumah Anis. Makanya dia bikin skenario, seolah-olah Anis jadi korban pembunuhan dan perampokan."
Rencana pun disusun. Oleh Ks, Mur diminta membeli obat tidur. Selain itu, Ks juga memberi sebuah kapsul yang katanya bisa membuat Anis tidur lebih pulas. Mur lalu diminta Ks untuk memasukkan obat tidur itu ke dalam minuman Anis. "Saya juga diminta menyiapkan alat seperti alu dan tali. Entah kenapa, saya manut saja."
Henry Ismono / bersambung
KOMENTAR