Maka Mirza kemudian menanyakan kepada Ziauddin apakah ada salah satu muridnya yang bersedia menulis blog untuk BBC Urdu. Mulanya seorang gadis bernama Aisha bersedia, namun batal karena orangtuanya takut terhadap reaksi Taliban. Malala yang kala itu berusia empat tahun lebih muda dari Aisha diberi mandat untuk menggantikan tempatnya.
Tulisan-tulisan Malala membuka mata dunia. Segera, namanya menjadi pembahasan di berbagai media. Sehari sebelum hari penutupan paksa sekolahnya, Malala menuliskan di dalam blog bahwa ia sempat membaca koran lokal yang menulis berita tentang blog-nya. "Seseorang bercerita kepada Ayah tentang blog ini dan dia bilang betapa bagusnya tulisan Gul Makai. Ayah, yang harus merahasiakan identitasku, hanya bisa tersenyum tanpa dapat mengatakan bahwa putrinya lah yang menulis semua itu."
Ketajaman pikiran Malala di usia yang masih teramat muda ini bisa jadi merupakan hasil didikan keras Ziauddin, seorang aktivis pendidikan di Swat Valley. Adam B. Ellick, jurnalis yang mendokumentasikan kehidupan keluarga ini di tahun 2009 menyebut, "Dulu Malala adalah gadis yang sedikit pemalu dan penurut. Namun kini ia berkembang menjadi remaja yang pemberani," tulisnya dalam kolom berjudul My 'Small Video Star' Fights for Her Life untuk www.nytimes.com.
Untuk film dokumenter berjudul Class Dissmissed ini, Adam mengikuti Malala dan ayahnya selama enam bulan. "Setelah itu, keluarga Ziauddin menjadi keluarga bagi saya," tulis Adam yang juga menyebutkan, Malala adalah anak yang sangat spesial di mata sang ayah. "Sering kali dia membiarkan Malala duduk bersama kami hingga larut malam untuk membicarakan falsafah kehidupan dan politik."
Inilah yang membuat Malala jauh lebih dewasa ketimbang remaja lain seusianya. "Jangan tertipu oleh suaranya yang lembut, karena dia bisa jadi sangat keras kepala dan teguh pendirian," lanjut Adam.
Malala, sebut Adam lagi, adalah gadis yang haus akan ilmu dan pengetahuan. Karena itulah ketika Taliban merampas haknya untuk mendapatkan pendidikan, hatinya hancur berkeping-keping. Dalam Class Dissmissed, Malala menangis terisak-isak setelah mengungkapkan cita-citanya menjadi seorang dokter. Sebuah cita-cita yang tak akan pernah terwujud bila akses pendidikan baginya ditutup.
Namun di akhir film itu, Malala mengaku mengganti cita-citanya. Ia tak lagi ingin menjadi seorang dokter, ia ingin menjadi politisi agar bisa mengubah Swat Valley dan Pakistan yang ia cintai ke kondisi seperti semula. Sebelum diduduki Taliban dan menjadi medan perang antara Taliban dan militer Pakistan, Swat Valley adalah daerah pegunungan yang damai dan indah. Konon, dulu Swat Valley disebut seperti surga karena keindahannya.
"Ya, aku berubah pikiran. Sekarang aku melihat politik sebagai sesuatu yang sangat penting. Orang harus bisa memperjuangkan hak mereka dan politik adalah salah satu cara untuk melakukannya. Aku akan menjadi politisi dan membuat Pakistan menjadi negara yang lebih baik," ujar gadis cilik yang belakangan telah mencuri hati seluruh dunia ini.
(bersambung)
Ajeng / Dari Berbagai Sumber
KOMENTAR