Mata Aisamsiah (20) tampak menerawang. Ia memandang jauh ke arah hijaunya rumput lapangan golf di kawasan Halim Perdana Kusuma, Kamis (2/8), awal Agustus lalu. Beban berat seolah menggelayut di pikirannya. Alih-alih menjawab saat ditanya bagaimana kabarnya, Ais malah berujar pelan, "Saya belum bisa melupakan anak saya..."
Ya, kematian Meiji Riana, putrinya yang belum genap berusia dua tahun itu, memang terbilang tragis. Meiji meninggal di tangan ayah tirinya, Ri (30) beberapa waktu yang lalu. "Kejam sekali dia. Saya tidak menyangka dia tega membunuh Meiji," tandas perempuan asal Nagrek, Sukabumi (Jawa Barat) ini. Di kampungnya, Ais berprofesi sebagai penyanyi orkes keliling.
Meiji adalah buah perkawinan Ais dengan seorang pria yang enggan ia sebut namanya. Saat usia Meji menginjak tiga bulan, "Sang ayah pergi tanpa kabar. Ya sudah, kami cerai baik-baik." Beberapa waktu berselang, Ais menambatkan hatinya kembali kepada pria bernama Ri, seorang duda dari Bekasi. Mereka bertemu pertama kali di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta. Rupanya, pernikahan kedua yang diharapkan Ais akan berakhir bahagia, justru berujung dengan lebih tragis.
Berhenti Kerja
Sesungguhnya, belum genap setahun Ais dan Ri membina rumah tangga. Namun hari-hari pasangan muda ini tak pernah luput dari percekcokan. "Para tetangga memang tak pernah ikut campur urusan kami, tapi saya yakin mereka tahu kami setiap hari cekcok," cerita Ais.
Ada saja yang menyulut pertengkaran Ais dengan Ri. "Yang paling sering adalah sikap Ri yang belum juga dewasa. Padahal umurnya sudah 30 tahun, tapi sukanya mengungkit masa lalu saya. Setiap saya cerita yang sebenarnya, dia marah lalu kabur. Kadang tengah malam baru pulang lagi," cerita Ais.
Masalah lain yang juga sering jadi pokok pertengkaran adalah soal uang belanja. Sejak tinggal bersama sang suami di Perumahan Pesona Anggrek, Bekasi Utara, Ais praktis tak bisa bekerja apa-apa. "Ya, hanya jadi ibu rumah tangga dan enggak ada penghasilan lain. Keuangan saya pun jadi tergantung suami." Yang membuat Ais kecewa, "Setiap hari saya hanya diberi Rp 7.500. Kadang saya geli sendiri. Di kampung saya saja, enggak mungkin hidup dengan uang segitu."
Ri, tambah Ais, juga sangat mudah cemburu. Jika Ri pergi bekerja di sebuah show room mobil, "Saya enggak boleh ke luar rumah. Bahkan belanja di warung pun saya diawasi. Rumah selalu dikunci hingga saya tidak bisa ke mana-mana," ungkap Ais.
Percekcokan Ais dan Ri makin sengit empat bulan terakhir ini, terutama ketika Ais membawa Meiji tinggal bersamanya di Bekasi. "Selama ini Meiji ikut Ibu di Sukabumi. Karena saya sudah menikah lagi, maka saya bawa Meiji tinggal bersama saya dan ayah tirinya di Bekasi," cerita Ais yang tak pernah menyangka keputusannya itu berdampak buruk bagi si kecil Meiji.
Kehadiran Meiji rupanya tak dikehendaki Ri. "Padahal saat mau menikahi saya, dia bilang mau ikut membesarkan dan merawat Meiji. Itu pula yang membuat orangtua memaksa saya mau menikahi Ri. Nyatanya, begitu Meiji tinggal bersama, dia sepertinya tak suka."
KOMENTAR