Kendati orang-orang tercintaku sudah memberikan dukungan penuh, namun tetap saja perasaan sedih tak bisa sirna. Aku tak bisa membayangkan ketika harus kehilangan salah satu mahkotaku. Setelah hari operasi sudah ditentukan, saat mandi menjelang berangkat ke RS, di dalam kamar mandi kuamati payudaraku untuk yang terakhir kalinya. Kupandangi cukup lama, dan dengan perasaan sangat pedih aku aku ucapkan, "Good bye, my breast..."
Menjelang masuk meja operasi, aku merasa sudah sedikti tenang. Selain ada Mas Miming, keluarga dan teman-teman baikku ikut mendampingi dan menghibur. Akan tetapi, yang ada dalam benakku saat itu sebenarnya tak sekadar sedih akan kehilangan bagian tubuh terpenting, tapi aku juga berpikir, ini bisa saja menjadi hari terakhirku untuk hidup. Karena kanker dan operasi adalah dua hal yang dekat dengan kematian. Sehingga sebelum operasi dilaksanakan aku mohon ampun kepada Allah atas segala apa yang telah aku perbuat.
Mengingtat ada dua kali operasi, selain pengangkatan payudara, juga penambalan. Sehingga proses operasi itu membutuhkan waktu cukup panjang. Aku masuk meja operasi pukul 11.00 dan baru selesai sekitar pukul 16.00. Kemudian baru dibawa ke kamar perawatan pukul 18.00. Seusai operasi, di bagian luka diberi selang untuk mengeluarkan cairan bekas operasi.
Seminggu kemudian, aku sudah bisa gembira karena sudah bisa kembali beraktivitas, termasuk membawa mobil sendiri ke mana pun aku pergi. Aku juga sudah bisa merasa agak riang, sebab sudah bisa membayangkan tak lama lagi akan menikah dan kembali bekerja di sebuah lembaga pendidikan mode asing yang membuka cabang di Surabaya.
Ternyata, cobaan belum berhenti sampai di situ. Setelah sekitar 10 hari aku masuk kantor, oleh bosku aku diberhentikan! Aku dianggap sudah tak bisa beraktivitas maksimal ketika di lembagaku mengadakan event. Meski sebelumnya aku sudah izin sakit, tapi semua itu sudah taka da artinya lagi.
Peristiwa itu tentu saja membuat aku syok berat. Di dalam mobil saat dalam perjalanan pulang, air mataku tak bisa berhenti menetes. Sakit sekali rasanya mendapat perlakuan demikian. Padahal, saat itu aku sedang bersemangat untuk membangun kembali rasa percaya diriku.
Padahal, aku sangat senang sekali bekerja di lembaga pendidikan mode itu. Meski aku bekerja di divisi HRD, namun setiap kali ada event mode aku selalu terlibat di dalamnya. Dan dunia mode merupakan salah satu yang menjadi kesukaanku. Lagi-lagi, Mas Miming dan keluargaku membesarkan hatiku untuk bisa menerima kenyataan pahit ini.
Kendati operasi pengangkatan kanker sudah berhasil baik. sebenarnya itu baru awal penderitaan, karena masih ada penderitaan lain yang jauh lebih berat yang harus aku lewati. Di antaranya memasuki fase pengobatan dengan kemoterapi. Yang membuat aku tak siap adalah efeknya yang bisa membuat seluruh rambut kepala rontok. Bagaimana bisa ikhlas, selama ini aku adalah perempuan yang dikenal berambut tebal dan hitam.
Aku tak pernah terlewat melakukan perawatan untuk rambutku. Tentu saja, hancur perasaanku ketika kekhawatiran soal rontoknya rambut akan menghampiri diriku, cepat atau lambat. Ya, kekhawatiranku memang menjadi nyata. Selepas kemo pertama, rambutku mulai rontok dan menipis. Mau tak mau, kenyataan ini harus aku terima pula dengan lapang dada.
Tapi aku tak bisa melihat kondisiku sendiri. Rambutku yang tergerai panjang dan lebat, kini tinggal kenangan. Aku pun sempat beberapa lama tak mau berkaca di depan cermin. Selanjutnya, untuk menyiasatinya aku membeli berbagai macam wig, mulai dari yang murah sampai yang mahal. Ya, namanya juga rambut palsu, tak ada yang nyaman. Rasa gerah, gatal, dan sebagainya selalu muncul ketika memakainya.
KOMENTAR