Juli tahun lalu sekitar jam 19.00, ponsel Sri Hayati Safitri alias Neneng (35) berdering. Neneng yang kala itu masih berada di kantornya di kawasan Kuningan, Jakarta, menerima panggilan masuk yang berasal dari seorang kerabatnya. "Saya diminta segera ke RSCM. Saya pikir Mama sakit. Ternyata di sana saya mendapati suami terbaring dengan kedua mata bengkak dan lebam. Dari mata sebelah kanannya keluar cairan," papar Neneng.
Betapa kagetnya guru privat Bahasa Inggris ini ketika dokter mengatakan kondisi mata suaminya, Amar Abdullah (38) parah. "Kata dokter, malam itu juga mata Abang harus dioperasi untuk mencegah infeksi karena luka robek di dalam bola mata. Yang membuat saya syok, operasi tidak menjamin penglihatan Abang normal kembali." Benar saja. Setelah menjalani rawat inap selama lima hari, mata kanan Amar mengalami buta permanen, sementara yang sebelah kiri berangsur membaik.
Gelap Semua
Awalnya Neneng tak tahu pasti sebab musabab perkara yang menimpa Amar. Di RS, dia hanya sepintas mendengar, mata Amar dipukul Fenly Tumbuan (48), warga dekat rumahnya. Kasus ini pula yang belakangan membuat Amar dan Fenly harus mendekam di balik jeruji penjara. Fenly dijatuhi vonis 2,5 tahun, sementara Amar ditahan di LP Cipinang sejak kasusnya dilimpahkan ke kejaksaan pada 7 Desember lalu.
"Padahal, selama pemeriksaan polisi, suami saya enggak pernah ditahan. Saya enggak terima karena suami saya enggak bersalah. Suami pun mengeluh, sudah buta kenapa pula masih ditahan!" tukas Neneng kesal.
Pertikaian itu terjadi saat Amar yang instruktur fitness pergi berangkat kerja jalan kaki dari rumahnya di kawasan Kayu Manis, Jakarta Timur. Sampai di depan rumah Fenly yang beda gang dengan rumahnya, ia kaget mendengar gonggongan anjing. Refleks, Amar menendang pintu pagar. Si empunya rumah, Fenly, keluar. "Waktu ditanya kenapa tendang pagar, ya, suami saya jawab, dia kaget dengar anjing menggonggong."
Amar sempat berlalu dari situ, diikuti Fenly. "Di Gang Sengon yang sepi, sekitar 1,5 km dari rumah kami, tiba-tiba Fenly memukul suami saya beberapa kali, kena bagian matanya. Suami saya enggak sempat membalas. Sekali pukul, katanya jadi gelap semua."
Amar hanya bisa mengaduh, sementara Fenly meninggalkannya. Sambil menahan rasa sakit di mata, Amar telepon ke rumah dan minta dijemput adik Neneng lalu ke klinik kesehatan yang merujuk Amar ke RS Cipto Mangunkusumo (RSCM). "Nah, dalam perjalanan ke RSCM, suami lewat Polsek Matraman, sekalian dia melaporkan kejadian ini," ujar Neneng.
Ternyata, Fenly dan istrinya juga sudah ada di Polsek dan tengah melaporkan kasus perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan Amar. Petugas memberi surat pengantar untuk dilakukan visum. "Dari kantor polisi, suami dibawa ke RSCM, sampai kemudian keluarga menghubungi saya," kata Neneng yang malam itu sempat melanjutkan laporan suaminya ke Polsek.
Upaya damai bukannya tak dilakukan. Menurut Neneng, melalui seorang kerabat yang kenal dengan Amar, keluarga Fenly sudah mengajak berdamai. "Beberapa kali kerabatnya itu ke rumah sakit. Suatu hari dia datang bersama istri Fenly. Saat itu Fenly sudah ditahan polisi," ujar Neneng yang mengaku sudah habis sekitar Rp 15 juta untuk perawatan sang suami.
Kedua belah pihak pun sudah sempat melakukan "negosiasi". "Awalnya, dia hanya menawarkan uang Rp 25 juta. Maaf, bukannya enggak menghargai uang segitu, tapi rasanya bagaimana, ya. Suami saya, kan, buta permanen. Bagaimana masa depannya? Saya memang sempat minta di atas Rp 50 juta, sampai akhirnya disepakati Rp 43 juta."
Kesepakatan ini kemudian dituangkan dalam surat damai yang ditandatangani RT/RW asal kedua belah pihak. "Hanya saja pihak dia belum tanda tangan. Katanya hari itu mereka belum bisa menyediakan uang, jadi mau dikasih keesokan harinya. Saya tunggu-tunggu, mereka enggak datang juga. Saya telepon kerabatnya, katanya pembicaraan damai ini dibatalkan. Alasannya, Fenly mau menebus kesalahannya. Buat saya enggak masalah, meski kecewa karena merasa dipermainkan."
Menurut Neneng yang belum dikaruniai momongan, cacat mata ini membuat suaminya sempat minder. Ia tidak mau keluar rumah. "Saya terus support. Dia harus berlatih dengan keadaannya. Pelan-pelan saya bangkitkan semangatnya." Meski belum aktif lagi sebagai instruktur fitness, Neneng senang Amar sudah mau ke tempat kerja. "Alhamdulillah, masih terima gaji meski tidak sebesar dulu."
Neneng pun mengaku lega Fenly divonis 2,5 tahun penjara. Kini ia berharap hakim memutus bebas sang suami. "Mudah-mudahan kasusnya cepat selesai," harap Neneng.
Henry Ismono/ bersambung
KOMENTAR