"Begitu dia roboh, saya sempat mundur ke belakang. Tetapi kaki saya terlanjut berbalut darah segar milik pelaku. Lalu, secara reflek, saya menggeret Yolanda yang tengah saya gandeng. Sementara Yolanda menggandeng Angeline. Begitu anak-anak menjerit, menangis ketakutan, Yolanda segera saya bopong, lalu juga menggeret Angeline. Kami menjauh, lari ke belakang ke arah mimbar khotbah," papar Intan.
Dengan rasa panik Intan mencari kamar mandi gereje untuk membersihkan darah di kakinya dan kaki anak-anak. "Untung di sana ada sabun. Cepat-cepat darah itu saya basuh. Saya wel-welan (gemetaran yang amat sangat), sementara anak saya menangis tiada henti. Keluar dari kamar mandi, saya masih melihat dan mendengar jerit dan tangis para jemaat yang panik," papar Intan.
Saat bom meladak, posisi Intan tepat di belakang di bomber yang menghadap ke halaman Mukjizatnya, Intan dan kedua putrinya tidak mengalami luka terbuka. "Karena isi bom muncrat ke arah samping dan ke depan. Makanya mengenai orang-orang yang berada di halaman parkir." Meski tidak terluka, pendengaran ketiganya kini masih berdengung akibat suara keras ledakan.
Murung Terus
Kenapa posisi Intan bisa di belakang Sang Bomber? Kisahnya, sebelum kebaktian usai, anak-anaknya minta pipis ke kamar mandi. Ia pun menuruti anak-anaknya. Saat akan keluar gereja, terlihat lahan parkir penuh dengan motor. Niat ke kamar mandi pun terhalang. Saat itulah kebaktian usai. Jemaat beranjank bubar. Maka Agus Kurniawan, sang suami keluar lebih dulu ke sisi kanan untuk mengambil sepeda motor. "Niat saya hendak melangkah keluar ke sisi kanan pintu utama. Baru selangkah hendak ke kanan, tiba-tiba bom meledak. Sebelumnya, saya tidak memperhatikan keberadaan orang di depan saya yang bawa bom itu."
Ketika semua orang panik, Intan membawa kedua putrinya berlari ke arah pintu samping gereja tersebut. Di sana ia ditemukan ayahnya, Sutanto, yang terlihat panik mencari dirinya dan kedua cucu tercintanya. "Kami memang datang berlima. Saya lalu dicarikan becak oleh bapat saya, pulang ke rumah di Kepatihan. Sepanjang jalan anak-anak masih menangis. Suami saya juga selamat karena jarak sepeda motor dengan pintu utama agak jauh ke timur atau kanan.
Untuk menghilanghkan rasa trauma, Intan mengajak kedua naaknya mengungsi di rumah sang kakak di kawasan Gading. "Di sana anak-anak saya bisa bermain dengan sepupunya."
Meski hampir sepekan kejadian itu berlalu, Intan mengaku masih sering wel-welan. Angelin sempat tidak mau sekolah dan Yolanda tidak mau lepas dari dirinya. Padahal sebelumnya, anak-anak itu sudah bisa mandiri. "Angelin akhirnya saya hibur dan saya bujuk untuk masuk sekolah."
Untuk menghibur dan menghilangkan trauma anaknya Intan memberi kegiatan mewarnai gambar dan menguatkan imannya dengan doa-doa.
Ada satu permintaan Angeline pada Intan, yakni membuang celana panjang yang dikenakannya saat kebaktian. "Celana dan baju kami memang terpercik darah.Meski sudah saya cuci di aminta saya membuangnya. Ya sudah, daripada teringat terus, sakhirnya saya buang."
Ketika Angelin sudah mau ke sekolah, PR Intan berikutnya adalah Yolanda. Balita mungil itu terus-terusan murung. Tiap malam terbangun dan menangis sedih. "Waktu saya tanyai kenapa dia terus-terusan sedih, dia bilang, 'Aku sedih karena di gereja ada yang perutnya sakit.' Terpana saya mendengar jawaban itu. Mungkin, dia sempat melihat kondisi perut si pelaku yang terburai. Orang itu benar-benar roboh ada di depan mata kami."
KOMENTAR