Raut wajah Bengar Nababan (28) terlihat murung dan sedih. Bapak satu putra yang baru berusia tiga minggu ini sampai sekarang masih tak percaya istri tercinta dan anaknya jadi korban gempa. Yang membuat hatinya makin miris, saat dikabari istri yang baru dinikahinya setahun lalu itu tewas dalam musibah itu.
Kalau dibilang sedih, hati manusia mana yang tak bersedih. Orang-orang yang dicintai, istri dan anak semata wayang mengalami musibah tragis seperti itu. Kalau orang bilang istri saya rela jadi 'tumbal' untuk menyelamatkan bayi kami yang baru berusia tiga minggu, saat gempa mengguncang kawasan Pakpak Barat, Dairi, Singkil, Aceh, Rabu (03.00 dinihari) lalu.
Istri saya tewas dalam perjlanan menuju RSUD Sidikalang untuk mengobati luka di kepala , punggung dan tangan yang tertimpa reruntuhan dinding rumah. Syukurlah, anak saya yang saat itu belum diberi nama selamat walau mengalami luka-luka.
Saat saya di Pekanbaru saya dikabari kejadian naas itu oleh kerabat saya di Dairi. Tapi, dia hanya mengatakan istri dan anak saya selamat. Syukurlah dalam hati saya. Tapi, tak lama berselang, kerabat itu telepon lagi kalau istri saya sudah meninggal. Bruuuk,,,, seperti terhenti sesaat jantung ini. Mendengar kabar yang tak sedap dari kerabat.
Kabupaten Pakpak Barat dan Dairi memang mengalami kerusakan terparah akibat gempa bumi berkekuatan 6,7 skala Richter (SR) yang mengguncang wilayah Pantai Barat Selatan, Provinsi Aceh. Saat gempa terjadi, istri saya bermalam di rumah ortunya, Silaban (70) dan boru Sinaga (65) di Desa Kaban Julu, Kecamatan Lau Parira, Dairi. Saat menjelang Subuh, istri saya terjaga seperti biasa memberi ASI bayi kami.
Nah, saat sedang menyusui bayinya dia mendengar guncangan hebat didalam rumah. Istri saya langsung bangkit dari tempat tidur. Dia segera menuju pintu depan rumah. Namun, sayangnya seisi rumah masih tertidur lelap.
Karena guncangan seperti gempa, tiba-tiba lampu padam. Nah, saat itulah orang-orang yang ada dalam rumah segera terbangun dan masing-masing menyelamatkan diri. Karena gelap, istri saya berjalan sambil meraba-raba. Sejurus kemudian, pintu depan bobol dan istri saya langsung terpental. Dengan refleks, istri saya 'melempar' bayi kami agar tak ikut tertimpa reruntuhan batu dinding rumah. Saya bisa merasakan itulah perjuangan dan pengorbanan istri saya untuk melindungi putra kami.
Istri Meninggal
Setelah bayi kami terlempar, istri saya yang sudah tertimpa reruntuhan bangunan, masih berupaya mencari keberadaan buah hati kami ditengah kegelapan. Ibu mertua saya, boru Sinaga dan Silaban juga ikut membantu. Akhirnya tak berselang lama, boru Sinaga menemukan cucunya dan membawa keluar rumah.
Ketika berada di luar rumah ibu mertua saya sempat ngomong " nungga mate be pahoppu kon" (sudah meninggal cucuku ini, red). Sewaktu istri saya dievakuasi keluar rumah, dia masih bisa bicara. Dia bilang agar dirinya dibawa ke rumah sakit dan mengatakan kalau punggungnya sakit. Dia juga bilang mungkin punggungnya patah. Kepala dan tangannya juga terluka.
Kemudian istri saya dibawa ke RSUD Sidikalang. Tapi,malang saat tiba rumah sakit akhirnya dia meninggal dunia. Bayi saya selamat meski terluka dibagian kepala juga sempat dibawa ke rumah sakit bersama istri saya.Itu semua Mukjizat dari Tuhan. Saya bersyukur sekali.
KOMENTAR