Pasangan yang berlatar belakang pendidikan perhotelan lulusan STP Ambarrukmo Palace Tourism Academy (AMPTA) ini bertemu saat kuliah, kemudian menikah. Mereka lalu berkarier di bidang perhotelan. Berpindah dari hotel yang satu ke hotel lainnya menjadi "santapan" Agus dan Tutik. Tutik kebetulan memiliki ketrampilan mengolah bakery dan pastry, sedangkan Agus yang pernah lama bekerja sebagai chef di Empire Hotel & Country Club Brunei Darussalam sangat pandai mengolah aneka menu hot kitchen.
Agus dan Tutik yang kemudian dikarunia dua anak, Wahyu (12) dan Austin (8), lalu memutuskan berhenti bekerja dan membuat usaha sendiri, yang tak jauh-jauh dengan keterampilan yang mereka miliki, yaitu usaha membuat pastry. Mereka lalu menamai usahanya Roemah Pastry Wahyu Austin, diambil dari nama kedua buah hati mereka. Agus menganggap, kedua nama itu bisa membawa "hoki" bagi keluarganya.
Benar saja, berkat kegigihan dan hasil kerja keras mereka selama tujuh tahun jatuh bangun menggeluti bisnisnya, kini pastry olahan Agus dan Tutik sudah semakin menggaung di Kota Gudeg, bahkan mereka sanggup memenuhi kebutuhan berbagai kafe besar di Indonesia.
Tak hanya, itu pesanan pun banyak datang dari berbagai instansi, ibu-ibu pejabat hingga Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X. Pastry buatan Agus dan Tutik memang laris dipesan banyak orang, termasuk mereka yang berada di luar Jogja, seperti Jakarta, Solo, Magelang, Bali, hingga Singapura. Menurut para pelanggannya, pastry buatan Agus dan Tutik, meski produksi rumahan, dinilai memiliki rasa yang "wah".
Namun, semua kesuksesan itu tak diraih semudah membalikkan telapak tangan. Semula, kesibukan bekerja di hotel membuat pasangan chef ini pernah mengalami masa pahit jauh dari anak-anak. Agus dan Tutik harus rela menitipkan Wahyu dan Austin kecil kepada kerabat dekatnya, sebab keduanya harus sama-sama bekerja di Empire Hotel & Country Club, Brunei Darussalam selama enam bulan.
Belajar dari pengalaman pahit tadi, Agus dan Tutik akhirnya memutuskan untuk membenahi kehidupan keluarganya. Dipilihlah binsis kecil-kecilan membuat berbagai pastry yang disuplai ke beberapa tempat. "Dulu, kami berdua sama-sama bekerja di Empire Hotel & Country Club Brunei. Saya terpaksa menitipkan anak-anak ke kakak saya. Tapi, lama-lama kangen juga. Akhirnya kami memutuskan pulang. Waktu kami bertemu anak-anak, mereka malah enggak mau dekat-dekat kami," kenang Tutik sedih.
Menurut Agus, ketika itu mereka merasakan sakitnya ditolak anak sendiri. Demi bisa mendapatkan kembali hati kedua buah hatinya, Agus dan Tutik pun rela menghabiskan semua uang yang didapatkan dari hasil bekerja di Brunei untuk membahagian Wahyu dan Austin.
"Pelajaran penting bagi kami sebagai orangtua, ternyata uang bukanlah segalanya. Padahal waktu itu kami pikir, ah, cuma enam bulan saja perginya. Tapi buat anak, enam bulan adalah waktu yang lama. Untung kami segera mengambil keputusan yang tepat. Dan, sejak itu kami mulai memprioritaskan hubungan yang berkualitas di keluarga kami," papar Agus.
Merintis usaha Roemah Pastry, menurut Tutik, juga benar-benar diperlukan perjuangan dan pengorbanan yang besar. Apalagi ketika itu mereka berdua memulai usaha sambil bekerja sebagai chef di hotel di Jogja, sepulang dari Brunei. Agus yang terlebih dulu memutuskan keluar dan berhenti dari Venezia Steak & Resto Yogyakarta untuk fokus dan mengurus usaha pastry di rumahnya, di Perumahan Taman Cemara Blok G No. 1.
Awal 2004 Tutik pun menyusul Sang Suami, berhenti bekerja dari Hotel Novotel Yogyakarta dan mulai fokus memajukan usaha mereka. "Saat itu pesanan juga sudah mulai banyak. Daripada makin repot, ditambah harus mengurus anak, akhirnya saya memutuskan fokus membantu suami mengurus bisnis kami di rumah," paparnya.
Di awal usahanya, Agus dan Tutik didukung seorang teman, yang biasa mereka sapa Pak Azan, yang juga memiliki bisnis kuliner. Pak Azan inilah yang meminjami modal berupa alat produksi membuat pastry untuk Agus dan Tutik.
"Dukungan penuh Pak Azan ketika itu memang membuat kami jadi bersemangat membuka usaha dan akhirnya kami merasa yakin dengan hasil olahan pastry kami. Lambat laun memang kami merasakan dampaknya, semakin banyak orang yang memesan pastry kami, padahal kami tidak melakukan promosi besar-besaran, lho, hanya lewat gethok tular saja, alias dari mulut ke mulut," terang Agus.
Mulanya, usaha pastry ini pun tak langsung berjalan mulus. Sejumlah ujian kerap mereka hadapi misalnya, ada pelanggan yang tega tak membayar hasil jerih payah mereka. "Biasanya cobaan memang datangnya di awal usaha. Bahkan, ketika sudah merasa yakin usaha akan maju pun, ada saja cobaannya. Tinggal kitanya saja, kuat atau tidak mengahdapi dan menjalaninya. Semua itu saya jadikan pengalaman berharga dan pembelajaran. Dari situ kami jadi tahu cara mengatasinya. Dan kami yakin, rezeki tak akan ke mana, kok," tukas Agus.
Setelah mengalamai pasang surut dalam berbisnis, kini baik Agus maupun Tutik mulai bisa merasakan hasil manisnya. Agus yang enggan menyebutkan berapa omset yang diraihnya setiap bulan, mengaku semakin hari pesanan atas pastry-nya semakin meningkat. Semua langganannya, baik kafe maupun perorangan, terus bertambah. "Saat ini pesanan memang cenderung meningkat. Akhirnya, kami juga menambah jenis yang dibuat. Seperti roll cake, pie, puff, puding, dessert, cookies. Yang jelas, kualitas harus terus dijaga."
Menjaga kualitas memang menjadi salah satu trahasia dapur Roemah Pastry milik Agus dan Tutik. Agus hanya perlu mempertahankan kualitas bahan baku kue yang terbaik dan hasil olahan yang mempertahankan citarasa rumahan khas Wahyu Austin. "Jika semua dikerjakan dengan ikhlas dan dari hati, pasti hasilnya akan baik dan maksimal. Yang menikmatinya pun akan merasa enak. Itu saja rahasianya," papar Agus lagi.
Kendati usahanya sudah semakin maju dan berkembang, namun Agus pun memandang lain arti kesuksesan. Ukuran sukses, menurut Agus, bukan dilihat dari jumlah materi ataupun kuantitas produksi setiap harinya. Melainkan dari semua kerja keras yang dilakukannya bisa berubah menjadi nikmat bagi keluarganya dan makin dicintai keluarganya.
Saat ini, dibantu tiga orang karyawannya, Agus dan Tutik tetap ikut mengolah pastry dengan rasa senang dan bersyukur. "Kami tak pernah membedakan karyawan yang satu dengan yang lainnya. Kami saling bekerja sama saja. Kami menerapkan sistem kekeluargaan, tapi tidak seenaknya. Ya, sesuai dengan kapasitas dan tanggung jawab mereka lah."
Uniknya, bagai istilah "Buah tak jatuh jauh dari pohonnya", kedua anak Agus dan Tutik ternyata gemar masuk dapur. Bahkan keduanya pun memiliki bercita-cita ingin menjadi chef dan menggeluti bisnis kuliner seperti kedua orangtuanya. Si Sulung Wahyu memiliki keahlian mengolah cokelat, bahkan salah satu perusahaan dari Singapura, Edible Printing, mengajaknya tur ke lima kota untuk mendemokan olahan cokelatnya bersama salah satu chef ternama asal Jakarta, Steven Ho.
"Jangan heran, Wahyu dan Austin kini sudah terlatih berwirausaha, lho. Jadi sepulang sekolah kalau sedang tidak ada ulangan atau PR, mereka berdua membuat kue cokelat dan menjualnya di rumah dengan harga mulai dari Rp 4.000 hingga Rp 10 ribu. Malah sudah ada ada beberapa tawaran buat mereka untuk membuat cokelat. Honornya mereka kelola sendiri," kata Tutik.
Sejak TK, lanjut Tutik, Wahyu memang sudah terlihat berminat pada kegiatan amsak-memasak. Ketika itu, Wahyu sudah sanggup membuat omellete, sosis goreng dan lainnya. "Biar bisa masak sendiri, saya sampai belikan dia dingklik yang ditaruh di bawah kompor biar badannya lebih tinggi dari kompor," kisah Tutik soal si sulung. Bakat sang anak memang didukung kedua orangtuanya, kendati sekolah tetap jadi nomor satu untuk saat ini.
"Setelah naik kelas 2 SMP, Wahyu minta homeschooling karena ingin memiliki waktu lebih banyak untuk mengeksplorasi minatnya di bidang kuliner. Sebagai orangtua, saya mendukung saja asal kewajiban belajarnya tak terbengkalai. Sebab dia juga punya tanggung jawab terhadap pendidikannya dan dia mengerti akan hal itu," tuturAgus.
Sehingga, tak heran bila kemudian Agus dan Tutik mulai melibatkan Wahyu dan Austin di bisnis Roemah Pastry. "Austin punya tugas khusus mencatat bon dan alamat pelanggan untuk database, sedangkan wahyu lebih ke mencoba berbagai menu. Jadi, tim di keluarga kami sebenarnya sudah komplit untuk semakin mengembangkan bisnis. Toh, ke depannya Roemah Pastry juga akan jadi bisnis mereka juga," ujar Agus dan Tutik berbarengan.
Sukses mengolah pastry yang lezat juga ternyata dibarengi dengan niat tulus memberikan pelatihan enterpreuner bagi siapa saja, terutama para pekerja yang akan memasuki purnatugas dari sejumlah perusahaan, baik yang ada di Jakarta dan beberapa kota lainnya.
"Sebenarnya sudah sejak dulu saya mengajar untuk ibu-ibu PKK Kabupaten Sleman. Jadi ketika melakukan pelatihan untuk masyarakat yang lebih luas, buat saya sama saja. Yang penting bisa memberikan motivasi dan kiat berwirausaha, tak melulu soal bisnis kuliner tapi yang sesuai dengan interest mereka. Kami memotivasi dan menceritakan pengalaman untuk berbagi," ujar Tutik.
Kegiatan pelatihan ini diawali oleh permintaan salah satu teman Agus dan Tutik yang membawa sebuah grup dari manajemen training di Malang yang ingin mendapatkan pelatihan boga lalu menunjuk Roemah Pastry sebagai referensi. dengan bantuannya juga akhirnya Kini, jadwal pelatihan boga mengisi hari-hari di Roemah Pastry Wahyu Austin.
"Saya tak pernah keberatan untuk membagi ilmu, justru semakin banyak kita bagi akan semakin bermanfaat. Dan pelatihan ini lebih menekankan edukasi untuk berwirausaha, mendukung usaha satu sama lain, tidak mengajarkan persaingan usaha," jelas Agus.
Tempat pelatihan dilokasikan di rumah Agus dan Tutik, yang sekaligus sebagai bengkel usaha". Rumah ini memang multifungsi. Semuanya kamia lakukan di rumah. Pelatihan di rumah, gathering juga dirumah. Kalau tidak ada jadwal kedua-duanya, ruangan itu biasanya kami jadikan ruang makan keluarga," kata Agus.
Gathering biasanya dilakukan Agus dan Tutik ketika akan meluncurkan menu baru. Mereka mengundang sejumlah pelanggan setia, minimal sebulan sekali untuk mecicipi dan menikmati produk terbaru Roemah Pastry. "Gathering ini dilakukan untuk terus menjalin hubungan dengan customer, di sini mereka bisa menikmati makanan sepuasnya, lalu memberi kritikan atas hasil olahan kami, tanpa ada transaksi jual beli apapun," jelas Tutik.
Pelayanan yang diberikan pasangan ini semakin membuat para pelanggannya yang rata-rata berasal dari berbagai instansi merasa puas dan semakin mengikatkan diri sebagai pelanggan loyal. "Saya menjalankan usaha ini hanya dengan tiga hal. Ikhlas, berpikiran positif dan siap stres. Soalnya, tekanan pekerjaan di bidang kuliner juga banyak. Jadi, tidak boleh banyak mengeluh, semua harus disyukuri saja. Tiga hal ini lah yang menjaga bisnis ini semakin manis rasanya," kata Agus mantap.
Swita / bersambung
KOMENTAR