Setelah bahan terkumpul, kemudian dimasak di rumah Mbah Ngadimin, tetua di RT itu. "Ada sekitar 10 ibu yang ikut masak," kata Kiki yang hari itu memasak untuk 200 bungkus nasi.
Awalnya, nasi bungkus itu akan diserahkan ke pengungsi di Stadion Maguwoharjo. Tapi niat itu tak terlaksana lantaran ada permintaan dari salah satu warga RT 01 yang rumahnya dijadikan tempat mengungsi saudara-saudaranya dari Pakem sebanyak 50 orang. "Dia minta nasi bungkus untuk pengungsi di rumahnya."
Kiki dan ibu-ibu RT 03 tak keberatan. Toh, kalau yang dekat rumah perlu disumbang, kenapa harus menyumbang yang jauh-jauh. "Apalagi setelah di cek, ternyata di rumah itu hanya tersedia 1 dus mi instan. Ya, sudah, nanti sisanya untuk pengungsi lain."
Sekitar pukul 08.00, akhirnya 50 bungkus nasi jatah pengungsi di RT 01 pun siap santap. Masalah baru kemudian timbul. "Saat akan diantarkan, ternyata jumlah pengungsi di situ terus bertambah," kata Kiki. Alhasil, 200 nasi bungkus itu dikonsumsi para pengungsi yang terus berdatangan ke situ.
Hingga Jumat (5/11) petang, kata Kiki, mereka masih menumpang di RT 01. "Saya kemudian koordinasi dengan pengurus RT lain untuk bergiliran memberi jatah makan sampai mereka kembali ke rumah masing-masing. Ya, enggak tahu sampai kapan."
Kendati capek dan repot, Kiki sangat senang jika apa yang dilakukannya bisa meringankan para pengungsi. "Ini gerakan spontan ibu-ibu yang begitu prihatin atas kejadian ini," tambah Kiki.
Ahmad Tarmizi, Sukrisna / bersambung
KOMENTAR