Jelas, saran itu tak digubris Arif. Bersama orangtua yang anaknya juga dipecat dari SMAN 2, mereka mengadu ke Kepala Dinas Pendidikan, Maksum Subani, juga dengar pendapat di DPRD Probolinggo. Setelah mendapat tekanan dari DPRD, Maksum berjanji mencarikan sekolah lain.
"Cuma kasih komentar di FB, kok, dikeluarkan dari sekolah. Mestinya orangtuanya saja dipanggil, atau anaknya diberi sanksi. Lagipula, seharusnya siswa yang menjadi perusuh sekolah itu yang harus ditemukan dan diberi sanksi," kata Arif kesal. "Keponakan saya langsung stres dan mengurung diri di kamar setelah dipecat," lanjutnya.
Meski sekarang sudah dipastikan dapat sekolah baru, Arif dan Sunadi tetap tak terima dengan perbuatan kepala sekolah sekaligus Ka Diknas yang mendukung keputusan kepala sekolah yang dinilai kebablasan itu. "Siswa SMA yang membunuh dan membuang bayinya minggu lalu di Surabaya saja tidak dikeluarakan dari sekolahnya. Kenapa berkomentar di FB dipecat dari sekolahnya?" ucap Arif jengkel.
"Tindakan kepala sekolah bukan memecat. Beda sekali. Kalau dipecat, kan, di-drop out, dikeluarakan dengan catatan buruk. Tapi ini tidak ada catatan, jadi cuma dikembalikan ke orangtua," bantah Maksum saat ditemui terpisah.
Ia justru menilai tindakan kepala sekolah sudah tepat. "Kenakalan anak-anak itu sudah berlebihan. Masak mengatai-ngatai sekolahnya dengan perkataan kotor dibiarkan saja? Sudah selayaknya dikembalikan ke orangtuanya," tutur Maksum sambil menambahkan, moral dan etika anak sekolah adalah segala-segalanya, oleh karena itu pernyataan keenam siswa di FB sudah sangat keterlaluan.
Gandhi M Wasono/ bersambung
KOMENTAR