Martabak Alim sepertinya sudah menjadi fenomena tersendiri. Betapa tidak, hanya dalam waktu tak lebih dari 4 tahun saja sudah ada 178 outlet, yang sebagian besar tersebar di wilayah Jabodetabek. Jika tak dibatasi, tentu akan melebihi angka itu.
Rasanya wajar jika Martabak Alim begitu cepat berkembang. Hingga saat ini hampir di setiap cabang selalu dikerubuti pembeli. Apalagi jika outlet baru dibuka. Dijamin antrean makin panjang. Bahkan untuk bisa memesan, pembeli harus mengambil nomor urut dan rela menunggu. Sudah mirip orang yang akan periksa ke dokter saja.
Lantas, apa, sih, yang membuat Martabak Alim begitu diminati? Selain tampil mini dengan beragam rasa, bisa jadi karena harga yang ditawarkan hanya Rp 4 ribu.
Untuk mendapat "formula" laris-manis itu, sang empunya Suhuanto Alim (45) harus jatuh bangun. Koh Alim, begitu ia disapa, sebelumnya dikenal sebagai penjual bakmi. "Mulai dari menjajakan dengan gerobak dorong sampai sewa kios. Tapi semua enggak laku. Bahkan beberapa kali saya diusir karena tak kuat bayar uang sewa," jelas ayah 3 anak ini.
Akibat bisnisnya yang hancur itu, Koh Alim bahkan sampai punya utang hingga Rp 98 juta. Utang itu semua dari 14 kartu kredit miliknya. "Beli bahan baku, gesek kartu. Sampai akhirnya 14 kartu kredit over limit semua," katanya sambil berbahak.
Ketika sedang pusing memikirkan asap dapur, Koh Alim diajak jalan-jalan ke sebuah mal untuk melihat produksi roti yang sangat laris. "Saya amati, kenapa roti itu bisa beda dengan roti yang lain. Akhirnya saya menyimpulkan, hanya soal penempatan isi." Roti biasa, kata Koh Alim, isinya di dalam. Sementara roti yang laris-manis ini semua isi atau topping-nya di luar. "Jadi tampilannya sangat menarik."
Darah putra Bangka pun akhirnya menjejali otaknya. Sampai di rumah, muncul ide membuat martabak dengan isi di luar. "Saya belum pernah berbisnis martabak, tapi saya yakin bisa kalau mau belajar," tambah pria yang mengaku hanya jebolan SMP ini.
Omset 6 Kali Lipat
Prinsip mau belajar inilah yang selalu ada di dada Koh Alim. "Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya saya menemukan formulanya. Martabak ukuran mini dengan topping di luar."
Konsep produk sudah ditemukan. Langkah selanjutnya adalah menjualnya. Tahun 2007 Koh Alim akhirnya menyewa kios ukuran 2x2 m2 di Jl. H. Agus Salim, Bekasi. Hari pertama dan kedua, kiosnya masih sepi pembeli. Suatu hari ada seseorang yang diketahui agak kurang waras tiba-tiba lewat di depan kiosnya. "Spontan, saya cegat dan paksa dia untuk beli. Waktu dia mau membayar, uangnya saya tolak."
Begitu keluar, wanita itu langsung berteriak, "Martabak gratis! Martabak Gratis!" Tak lama kemudian, anak-anak kecil pun langsung berdatangan. Mereka mengira gratis betulan. Ya, saya bilang enggak gratis, tapi harganya sekian."
Kejadian itu justru menjadi ide Koh Alim menulis besar-besar harga Rp 4 ribu. Orang tentu penasaran, mana ada martabak seharga Rp 4 ribu. Nah, saat ituah mulai banyak pengunjung mampir ke kiosnya. Awalnya penasaran, tapi lama-lama ketaghian. "Apalagi saya juga menawarkan beragam rasa. Mulai dari selai cokelat, kacang, keju hingga stroberi."
Oleh karena pengunjung membludak, Koh Alim ditawari untuk menyewa kios di sebelahnya. Sayangnya, kios itu tersela sebuah warteg. "Karena memang sedang butuh, ya saya ambil saja. Jadinya warteg itu terjepit di antara kios saya. Lama-lama pemilik warteg menawarkan kiosnya juga. Jadilah akhirnya saya menyewa 3 kios. Sedikit demi sedikit, tiga kios itu dijadikan satu dan mulai direno
Sukrisna/ bersambung
KOMENTAR