Maraknya kebocoran gas yang mengakibatkan kebakaran membuat Pertamina prihatin. "Harus ada perubahan perilaku, budaya, dan kebiasaan yang mesti dilakukan masyarakat," kata VP Komunikasi Korporat Pertamina, B.Trikora Putra. Masalahnya, karakter minyak tanah yang dulu dipakai sebagian besar masyarakat, berbeda dengan elpiji. "Oleh sebab itu, budaya safety-nya juga harus lebih tinggi."
Sebelum meluncurkan paket perdana (tabung 3 Kg, isi, selang, kompor, dan regulator), ujar Trikora, sebetulnya sudah ada sosialisai. Bahkan mulai dari pencacahan sampai pembagian, "Pemerintah terus melakukan sosialisasi."
Jadi, katanya lagi, kebocoran gas bukan tanggung jawab Pertamina semata. "Tugas kami sebenarnya hanya menyediakan pasokan gas cukup di masyarakat." Pertamina, lanjut Kiko, sapaan Trikora, tidak mungkin mengecek satu-satu kondisi kompor dan selang di masyarakat. Apalagi, saat ini banyak sekali selang dan regulator yang beredar di masyarakat. "Kita tidak tahu apakah barang-barang itu sudah punya standar nasional (SNI) atau belum. Tapi paket yang kami bagikan, semua sudah ada SNI-nya."
Masih menurut Kiko, ada dua kategori kejadian ledakan elpiji. Yang pertama adalah kejadian langsung. Yakni adanya kebocoran gas elpiji dan terakumulasi dalam satu ruangan lalu ada pemicunya, yakni api. Alhasil, terjadilah ledakan dan kebakaran. "Yang meledak itu bukan tabungnya, tapi gas yang terakumulasi."
Ia memastikan, semua tabung yang keluar dari Pertamina sudah dilakukan pengecekan. "Jika memang tabung itu tidak layak, maka kami ganti. Nah, setiap periode tertentu akan ada uji ulang seperti ketebalan plat, ketahanan tekanan. Tidak ada istilah tabung yang kadaluwarsa."
Kasus pengoplosan dari tabung yang disubsidi (3 Kg) ke tabung nonsubsidi (12 Kg), lanjutnya, juga membuat rentan tabung bocor. "Karena mereka mengunakan alat-alat yang sangat sederhana sehingga bisa merusak karet seal. Selain tindakan kriminal, pengoplosan juga sangat membahayakan konsumen."
Belum lama ini, misalnya, polisi menggerebek gudang penyuntikan gas elpiji ilegal terbesar di kawasan Bekasi. Di situ, aparat berhasil menyita 637 tabung gas 12 Kg, 59 buah tabung gas ukuran 50 Kg, serta 1.573 tabung gas 3 Kg. Selain itu, turut disita 17 alat suntik, 5 buah truk, dan 19 regulator.
Pemindahan isi gas dari 3 Kg yang mendapat subsidi pemerintah ke tabung 12 Kg juga terjadi di Bogor. Dalam sebulan, pelaku mendapat pasokan gas ukuran 3 Kg sebanyak 6.160 tabung yang kemudian dipindahkan ke gas ukuran 12 Kg. Ulah ini selain menimbulkan kerugian juga membahayakan keselamatan masyarakat karena bisa menyebabkan ledakan atau kebakaran.
Demi melindungi masyarakat pula, Pertamina mengasuransikan paket perdana yang dibagikan. Itu sebabnya, jika terjadi kebocoran gas elpiji dan jatuh korban, bantuan akan diberikan. "Untuk korban meninggal, maksimal Rp 25 juta dan bantuan biaya penguburan Rp 2 juta." Sementara biaya RS akan ditanggung maksimal Rp 25 juta. Begitu juga pengantian biaya kerusakan bangunan jika memang terjadi.
Sayangnya, belum banyak orang yang tahu tentang pemberian asuransi ini. Padahal, asuransi ini diperuntukkan bagi pengguna tabung gas 3 Kg yang seluruhnya mencapai 45 juta orang.
Pemberian asuransi bagi pengguna tabung 3 Kg sudah berlaku sejak 7 Mei 2010. Namun, asuransi tidak akan diberikan jika korban menggunakan tabung ukuran 12 Kg dan selebihnya atau kecelakaan yang disebabkan kebocoran pada regulator dan selang karena produk itu dibuat oleh rekanan Pertamina.
Bagi korban ledakan yang membeli sendiri tabung gasnya, bukan melalui program konversi, Pertamina hanya akan memberikan bantuan kepada keluarga yang kurang mampu. Satu hal lagi, hanya pemegang kartu hijau yakni penerima paket perdana yang berhak atas asuransi ini.
Sukrisna/ bersambung
KOMENTAR