Selama menjalani karantina, benar-benar membuatku rindu keluarga dan tunangan. Kadang, ketika lelah dan rindu keluarga, terbersit juga ingin menyerah. Aku pikir, untuk apa ada di sini? Tapi, pelatih dan teman satu tim saling memberikan semangat untuk bangkit kembali. Mereka juga bilang pasti harus lelah, tapi demi hidup sehat, kami bangkit lagi. Berkat kebesaran Tuhan, rasa ingin menyerah berhasil kutaklukkan.
Semangatku kadang juga semakin kuat bila setiap minggu melihat ada teman yang tereliminasi. Itu artinya peluangku untuk menang semakin terbuka. Wajar, kan, aku berpikir demikian? Namanya juga kompetisi. Genap 2,5 bulan, bobotku turun menjadi 102 kg. Saat itulah peserta TBLA dipulangkan ke negaranya masing-masing. Peserta harus meneruskan program diet dan olah raga yang ketat seperti saat dikarantina dan akan dilihat pada saat final yang jatuh pada 9 Maret 2010.
Kembali ke Jakarta! Ya, itu saat yang aku tunggu-tunggu. Betapa menyenangkan bisa bertemu orangtua, kakak, adik, dan tunanganku. Pertama kali melihatku, orangtua terlihat syok. Mereka terkejut melihat penurunan bobotku yang drastis. Namun, pada akhirnya tak hanya orangtua, keluarga besarku juga mendukung untuk mewujudkan keinginanku menurunkan berat badan.
Aku pun bahagia bisa bertemu lagi dengan teman-temanku di Jakarta. Mereka bilang aku tampak lebih muda. Rasa percaya diriku tumbuh semakin besar.
Berada di Jakarta, kembali ke tengah keluarga, artinya godaan untuk makan enak bisa datang kapan saja. Misalnya, tergoda ingin makan donat. Jika sudah begitu, aku harus mengalihkan pikiran. Aku kembali fokus untuk mendapatkan hidup sehat dan harus mengalahkan berat badan. Kebetulan keluarga dan tunanganku mendukung penuh, sehingga semangatku tidak kendor.
Sebelum ikut TBLA aku, kan, akrab dengan masakan India yang serba berlemak dan bersantan, kini aku memilih masak sendiri. Memilih dan menakar menu sendiri seperti saat di karantina. Nasinya tetap nasi merah dengan lauk sayuran, ikan atau ayam dan makan buah. Malam hari juga tetap berolah raga antara 8 hingga 10 jam per hari dengan didampingi pelatih pribadi.
Selama 2,5 bulan berdiet di Jakarta, tidak terbersit rasa ingin menyerah. Sebab, aku tinggal selangkah lagi menuju kemenangan. Bila stres mulai melanda, aku atasi dengan rekreasi bersama keluarga.
Hasilnya? Saat final berlangsung bobotku tinggal 74 kg! Artinya selama 2,5 bulan berada di Jakarta bobotku turun 32 kg! Wow, aku benar-benar puas.
Saat final berlangsung di Malaysia, Selasa (9/3) seluruh keluarga dan tunanganku ikut menyaksikan. Banyak orang tak percaya aku telah mengalahkan bobotku sendiri. Aku kehilangan 83 kg dalam waktu relatif singkat.
Aku anggap wajar saja bila saat itu ada yang bekomentar, aku terlalu kurus, wajahku tampak lebih tua dari usiaku. Opini orang memang berbeda-beda. Itu sah-sah saja.
Namanya juga kompetisi menurunkan berat badan, setiap peserta pasti berusaha agar berat badannya turun sebanyak-banyaknya. Yang penting, ketika berada di Jakarta, setiap kali berat badanku turun banyak, aku tetap ke dokter, tes kesehatan. Hasilnya, baik-baik saja. Tetap sehat. Keluargaku pun terus mengontrol dan menekankan kesehatan yang paling utama.
Kini, aku adalah orang pertama di Asia yang menjuarai TBLA. Selain meraih hadiah uang sebesar US$ 100 ribu dan sebuah mobil (hadiah mobil belum diterima) aku juga ditetapkan sebagai duta besar obesitas. Tugas utamaku adalah mengkampanyekan hidup sehat.
(Nomor depan: Setelah menjadi juara TBLA, David mengaku kapok menderita obesitas. Kini, ia bertekad untuk membagi pengalaman dan tips kepada orang yang membutuhkan.)
RINI SULISTYATI
Foto-Foto & Repro :Ahmad Fadilah
KOMENTAR