Kota Surabaya terbukti bukan hanya surga bagi pria hidung belang. Perempuan bergaya hidup bebas juga dengan mudah menemukan laki-laki macho.
Sindikat perdagangan pria untuk dijadikan pelayan seks atau gigolo banyak ditemukan di Surabaya. Salah satunya adalah jaringan gigolo yang dibongkar petugas Satreskrim Polres KP3 Tanjung Perak.
Dua orang sebagai mucikari diamankan dan ditetapkan sebagai tersangka, Sabtu (27/2). Pada 2007 silam, anggota Polwiltabes Surabaya juga menggerebek jaringan gigolo dan seorang germo di salah satu hotel di Jalan Pasar Kembang, Surabaya.
Anggota Polres KP3 Tanjung Perak mengamankan Akhmad Sidik Bin Edeng Alias Ujang, 35, dan Agus Harianto alias Andi, 38, keduanya asal Sukun Malang. Polisi juga menyita lima buah HP, sejumlah kondom, nota sewa kamar hotel di kawasan Tanjung Perak, uang tunai Rp 500.000 serta sebuah mobil Daihatsu Taruna L 1320 CA. "Kedua tersangka ini sudah lima tahun menjalani profesi sebagai mucikari untuk menyediakan gigolo," jelas AKBP Widodo, Kapolres KP3 Tanjung Perak, Sabtu (27/2).
Dalam menyediakan layanan pemuas nafsu, kedua tersangka merekrut para gigolo melalui relasi selain memasang iklan di koran. Agar tidak mudah terendus, sindikat ini menyewa sejumlah kamar pada sebuah hotel di kawasan Jl Pasar Kembang.
Biasanya mereka membuka tiga kamar, satu kamar dijadikan sebagai tempat penampungan gigolo, satu kamar lagi dipakai mucikari untuk merekrut dan mendistribusikan gigolo dan satu kamar lainnya disiapkan jika ada tamu yang ingin langsung short time di hotel itu.
Namun sindikat ini juga bisa melayani panggilan di luar hotel markas mereka, termasuk memuaskan nafsu sesama laki-laki. "Mereka juga tidak menolak jika ada tamu yang booking di luar hotel yang telah disediakan.
Sindikat ini juga siap melayani para ABK yang berada di atas kapal," tambah AKP Setyo K Heriyatno, Kasatreskrim Polres KP3 Tanjung Perak. Sindikat ini terungkap setelah polisi menyaru sebagai pemesan pria macho. "Kita pesan yang berkulit hitam dua orang, agar dikirim ke hotel di kawasan Tanjung Perak," kata salah seorang penyidik.
Setelah tawar-menawar harga, tersangka Agus yang mendapat order menghubungi Akhmad Sidik untuk menyiapkan dua orang. Selanjutnya mucikari ini mengantarkan gigolo kepada pemesan di hotel yang disepakati. Saat itulah petugas yang sudah berada di tempat langsung menyergap.
Dari pemeriksaan polisi menemukan lima pria macho yang sedang berada di penampungan. Kelima orang dengan usia 25-32 tahun ini adalah anak buah Agus dan Akhmad dan siap melayani pelanggan. Mereka bukan hanya datang dari Surabaya tapi juga dari daerah lain, seperti Tasikmalaya dan Semarang. Untuk sekali kencan baik melayani pria atau wanita sindikat ini memasang tarif Rp 250.000. Dari uang tersebut, Andi mendapatkan keuntungan Rp 50.000, sedangkan Akhmad Rp 75.000. Sisa Rp 125.000 diterima sang gigolo.
Polisi menjerat dua orang mucikari ini dengan Pasal 2 UU RI No 21 /2007 tentang pemberantasan tindak pidana penjualan orang, dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 600 juta. Sedang kelima orang gigolo yang diperiksa, hanya menjadi saksi.
Penelusuran Surya beberapa waktu lalu, selain Surabaya, sindikat gigolo juga merambah Malang, Kediri, dan Madiun. Gigolo berusia sekitar 20-25 tahun biasanya terbagi dalam dua kelompok.
Kelompok pertama terorganisasi dan gerakannya diatur germo atau biasa disebut GM, sementara kelompok kedua bergerak sendiri mencari targetnya. Gigolo yang terorganisasi lebih rapi dan tertutup lantaran klien mereka adalah pengusaha wanita terkemuka yang dikenal masyarakat, istri-istri muda, dan istri simpanan pejabat yang sehari-hari diawasi pengawal pribadi.
Kelompok gigolo yang bergerak sendiri biasanya menawarkan diri secara terbuka lewat iklan-iklan di surat kabar. Mereka berusaha menarik perhatian konsumen dengan kalimat vulgar, misalnya: "Wahyu Massa, refleksi cakep dewasa panggilan hubungi 0813320xxxx", atau "Jaka Massage, tampan BB face, ramah, macho, big & long servis all ".
Meski jaringan gigolo sangat tertutup, tidak jarang mereka nongkrong di satu tempat untuk 'tebar pesona'. Para gigolo biasanya memanfaatkan pusat-pusat keramaian, seperti restoran cepat saji di plasa-plasa di pusat kota.
iit/surya
KOMENTAR