Nama aslinya, Syahbudin Sykur. Namun, masyarakat lebih mengenalnya dengan panggilan Budi Doremi. Julukan Doremi, diambil dari single yang melambungkan namanya. Hanya bermodalkan satu single itulah, Budi sukses meraup pamor dan prestasi.
Bagaimana proses pembuatan lagu Doremi?
Ceritanya kocak. Saat aku berjalan kaki dari depan kompleks menuju rumah kontrakan, aku berpikir keras tentang bagimana caranya bikin lagu yang bisa langsung dinyanyikan oleh enonton. Lalu, saya cari-cari istilah yang dekat dengan hati penonton. Tercetuslah kata do re mi. Ya sudah, semua mengalir begitu saja malam itu, walau tanpa gitar.
Bercerita tentang apa?
Menggambarkan perpisahan dengan seorang kekasih yang harus merantau demi bisa mengemban pendidikan. Sebenarnya, sarat dengan hal yang menyedihkan, tapi aku ingin menyampaikannya dengan nada riang.
Sesudah itu, langsung mengubah nama jadi Budi Doremi?
Iya. Enggak masalah, sih, malah bangga. Memang, nama itu sedikit norak. Ha ha ha... Justru itu yang aku inginkan. Orang menyebut norak, lantas penasaran dan akhirnya mendengarkan laguku. Aku memang perlu mencari perhatian di tengah persaingan musik yang cukup ketat. Apalagi sulit mencari nama tenar di saat nama Budi bertebaran di pasaran. Rencananya, malah akan berganti nama setiap mengeluarkan single. Ha ha ha...
Kapan mengeluarkan album?
Awal tahun 2012. Bulan November nanti akan mengeluarkan single kedua, judulnya Satu Dua Tiga Empat Lima Enam. Belakangan, aku baru tahu kalau ada sebuah boy band yang menggunakan judul sama, mungkin nanti judulnya diganti.
Sengaja memilih judul yang gampang diingat?
Alasannya, enggak hanya catchy di telinga. Aku ingin melanggar batasan dimana orang seringkali menyebutnya norak. Banyak yang bilang, kalau mau bikin lagu harus gampang diingat. Padahal, di lagu Satu Dua Tiga Empat Lima Enam ini, aku menyisipkan banyak hal. Terus terang, aku punya ketertarikan ke dunia sastra.
Kenapa?
Menurut aku, sastra dalam dunia musik Indonesia mulai kering. Sekarang, tugas aku untuk mulai berkontribusi dan mengembalikan era itu.
Sejak kapan senang membuat lagu?
Sejak kelas 1 SMP. Sempat membentuk band tapi enggak pernah membawakan lagu buatan sendiri. Pertama kali menyanyikan lagu sendiri,ya, baru sekarang.
Bagaimana ceritanya lagu Doremi bisa laku di pasaran?
Bisa dibilang karena materinya berbeda dan segar. Aku memilih terjun ke genre akustik reggae. Selain itu, lirik lagunya juga kocak. Di satu bait, ada kalimat 'Fa, fastikan kau tetap menunggu'. Ha ha ha... Padahal, aku kehabisan kata-kata, tapi justru disitu lah menariknya lagu ini.
Tanggapan orangtua dan keluarga bagaimana?
Dulu, sih, enggak didukung. Aku bisa dibilang pemberontak, dalam arti punya pendapat yang berbeda dengan orangtua. Butuh waktu bertahun-tahun untuk membuktikan ke mereka kalau aku mampu meraih impian aku. Akhirnya, mereka menyadari, impian itu penting untuk seorang anak dan orangtua harus mendukungnya.
Sekarang, sudah bisa merasakan hasil kerja kerasnya, dong?
Alhamdulillah, sudah bisa makan empat sehat lima sempurna. Dulu waktu masih nge-kos di Bandung, satu sehat dua sempurna. Ha ha ha... Sekarang, sudah indekos di Jakarta dengan kamar mandi di dalam. Kadnag rindu bisa berbagi dengan teman dan tetangga seperti di indekosan yang dulu. Buat beberapa orang, mungkin biasa, tapi buat aku, ini sebuah hal yang patut disyukuri. Untuk sampai ke sini dan bisa mengobrol dengan wartawan seperti sekarang adalah perjuangan yang tidak mudah.
DEMI EKSISTENSI
Selain lagu Doremi milik Budi, beberapa musisi Tanah Air pun terus menggali konsep untuk menciptakan lagu-lagu unik dan nyeleneh. Maklum, semakin lama persaingan di dunia musik Indonesia semakin ketat. Maka, demi eksistensi, mereka terus memutar otak, mencipta lagu yang mudah diingat dan berkesan.
- Grup band Five Minutes hadir dengan lagu bersambung bertajuk Aisyah dan Aisyah 2. Kata Ricky, sang kibordis, model bersambung dalam judul dan lirik lagu Aisyah dan Aisyah 2 memang sengaja dipakai agar para pendengar tertarik untuk mengetahui kelanjutan lagu itu. "Sengaja dibikin dua part. Malah kalau bisa sampai tiga atau empat part. Jadi, nanti ada sambungannya," jelasnya. Antara lagu Aisyah dengan Aisyah 2 tentu berbeda. Pada lagu Aisyah, liriknya menceritakan tentang seorang pria yang ditinggal kekasihnya yang pergi ke luar kota untuk mengadu nasib. Sedangkan Aisyah 2 menceritakan tentang ungkapan kekecewaan sang pria karena pacarnya yang bernama Aisyah, tak juga pulang dan malah memiliki kekasih baru.
- Lain lagi dengan D'Bagindas yang menggunakan kata 'sayang' yang diperpendek menjadi Ayang, kemudian disingkat menjadi Ay, dan dijadikan judul lagu. "Cara bacanya seperti bilang kata 'Saya' dalam bahasa Inggris. Ay merupakan kependekan dari kata Sayang, atau sekarang sering diganti jadi Ayang," jelas Mike, sang kibordis. Menurut Mike, lagu ini bercerita tentang rasa rindu seseorang yang lama tak bertemu dengan kekasihnya. Selain judul lagu, judul album yang membuat lagu Ay ini pun menggunakan permainan kata.
- Keluwesan dalam berbahasa juga menarik band asal Bandung, Matta, untuk menciptakan lagu dengan judul yang unik, Jambu. Menurut vokalis Matta, Sunu, Jambu kependekan dari kalimat 'janjimu janji busuk' itu sering ia dengar dipakai dikalangan anak muda. "Tapi lagu ini sebenarnya bisa untuk siapa saja. Mulai dari menyindir kekasih yang suka ingkar janji sampai menyindir pemerintah karena sering lain di mulut, lain di hati," ujar Sunu.
- Putra almarhum Mbah Surip, Farid Wahyu pun hadir dengan lagu berjudul Jus Melon. Dalam salah satu liriknya, Jus Melon bertutur tentang seseorang yang sangat menyukai jus melon dan ingin berbagi segelas jus itu dengan orang yang dikasihinya. Sekilas, irama lagu bernuansa reaggae sangat terdengar jelas di lagu ini. "Jus Melon adalah salah satu dari 200 lagu ciptaan Mbah (panggilannya kepada ayahnya) yang sudah diwariskan kepada saya. Rencananya, selain dirilis dalam bentuk single, Jus Melon juga ikut mengisi album saya yang dalam waktu dekat ini akan beredar," ujar Farid.
Dorris Jane
KOMENTAR