Bullying menjadi masalah serius di dunia pendidikan. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan menyenangkan untuk menimba ilmu, berubah menjadi menakutkan dan tak bersahabat untuk anak. Akibat bullying, tak sedikit anak yang terganggu psikologis dan prestasinya.
Perilaku yang termasuk bullying berupa ancaman fisik seperti memukul, merampas, mendorong, atau dalam bentuk verbal, misalnya mengejek, mencela, mengintimidasi, dan mengisolasi seseorang. Dan semua perbuatan itu dilakukan secara terus-menerus.
Menurut Susanto, Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, banyak hal yang melatarbelakangi mengapa peserta didik menjadi pelaku bullying. Di antaranya pengaruh dari pola asuh, lingkungan sosial, dan tontotan atau mainan. “Anak yang dididik dengan cara kekerasan, misalnya dipukul atau dibentak, baik langsung atau tidak langsung, akan berpengaruh pada kepribadiannya. Anak yang kerap mendapat perlakuan kasar, akan meniru dan mengulangnya pada teman atau orang lain,” jelas Susanto.
Baca: Yang Harus Diperhatikan Bila Anak Perempuan Menjadi Korban Bully
Bangun Komunikasi
Bullying memang bisa terjadi di mana saja dan menimpa siapa saja. Namun, anak-anaklah kelompok yang paling rentan menjadi korban. Sebagai orangtua, perlu ekstra perhatian untuk setiap detail yang terjadi pada buah hati di sekolah. Berikut 5 cara agar anak tak jadi sasaran tukang bully.
1. Memperkuat ikatan kasih sayang orangtua dan anak
Ikatan kasih sayang yang kuat membuat si buah hati lebih percaya diri dalam menghadapi berbagai masalah karena merasa ada orangtua yang selalu siap melindungi. Anak yang percaya diri biasanya tak menjadi sasaran tukang bully, karena pelaku bully lebih senang mengintai anak-anak yang terlihat tak berdaya.
2. Menumbuhkan rasa percaya diri
Maka dari itu, penting untuk terus menumbuhkan rasa percaya diri anak. Anak yang percaya diri memiliki kemampuan untuk memilih lingkaran pertemanan yang baik dan positif. Untuk menumbuhkan rasa percaya diri, Anda bisa mengajak anak melakukan kegiatan bersama yang disukai dan dikuasai.
3. Mendengarkan anak cerita
Kadang cerita yang disampaikan sepele bagi orangtua. Namun bagi anak, didengarkan adalah suatu hal yang membuat dirinya merasa dihargai. Ia pun tak segan untuk bercerita apa saja pada orangtuanya. Selama anak merasa memiliki sosok yang melindungi, ia pun cenderung lebih berani dan punya sikap di lingkungan. Ciri seperti ini bukan tipe anak yang menjadi sasaran tukang bully.
4. Mengenal teman-teman anak di sekolah
Selain selalu mendengarkan cerita anak tentang kesehariannya di sekolah, ada baiknya juga mengenal teman-temannya. Tujuannya agar Anda juga bisa memahami pergaulan anak. Selain itu, golongan pelaku bully pun akan lebih segan bila mengetahui hubungan sang teman dan orangtuanya berjalan baik.
5. Ajari anak untuk berani berkata TIDAK
Sikap ini sangat diperlukan agar anak tak jadi sasaran tukang bully. Sejujurnya, pelaku bully pun akan berpikir dua kali membuat masalah dengan anak yang "memiliki sikap". Maka ajarkan pada buah hati, jika ada teman yang menyakitinya, mengungkapkan perasaan ketidaksukaannya dengan baik dan tenang.
Baca: Ini Ciri Anak Menjadi Korban Bullying dan Cara Anda Menyikapinya
Beri pengertian
Jika anak menjadi korban bullying, Susanto menyarankan agar tidak frontal melawannya. “Karena justru akan menimbulkan masalah baru, bahkan anak bisa terluka. Lebih baik langsung mengomunikasikan atau melaporkan kepada orang terdekat yang bisa dipercaya agar ia terlibat untuk mencegah. Namun sayangnya, seringkali tak sedikit orang terdekat abai terhadap bullying.”
Menurut Susanto, orangtua adalah guru utama dan pertama. “Jadi agar anak tidak menjadi pelaku atau korban bullying, orangtua harus menjelaskan apa itu bullying, apa dampak dan bahayanya, bagaimana cara menghindari bullying serta membiasakan anak agar tak menjadi pelaku serta korban bullying.”
Selain orangtua, Susanto juga mengimbau agar pihak sekolah lebih berperan aktif untuk mencegah terjadinya bullying di lingkungan belajar. “Pihak sekolah harus membangun perspektif yang sama antara tenaga pendidik dan kependidikan tentang bullying, mengedukasi siswa agar tidak menjadi pelaku dan korban bullying, membangun mekanisme penanganan jika ada bullying, serta menyinergikan peran sekolah dan orangtua agar terlibat dalam pencegahan bullying.”
Sri Isnaeni
KOMENTAR