Yang minta ajari itu siapa saja?
Campur-campur, mulai ibu-ibu korban PHK, ibu-ibu muda sampai para TKW yang pulang kampung. Bahkan, sebagian ibu-ibu muda datang kemari diantar suaminya sendiri. Suaminya menitipkan istri mereka untuk belajar membuat keterampilan supaya menghasilkan. Kalau belajar di Balai Latihan Kerja (BLK) kan tidak boleh bawa anak padahal mereka ini, meski usianya baru 17 tahun, sudah punya anak.
Demikian pula para TKW, mereka sangat gembira karena dengan punya keterampilan seperti ini, mereka tak perlu lagi ke luar negeri. Makanya saya cukup gembira karena selain berkumpul mencari nafkah bersama tetapi juga mengugah kesadaran supaya tidak ada kawin muda. Sekarang mulai banyak relawan mahasiswa yang membantu, juga sharing tetang sosial kemasyarakatan.
Sekarang kan makin banyak jumlah pengrajinnya. Bagaimana pengelolaannya?
Tahun 2012 saya bentuk kelompok-kelompok. Masing-masing kelompok punya nama sendiri beserta ketua dan anggota serta program kerja. Namanya menarik-menarik lho, contohnya Kelompok Hasta Terampil, Taman Kreasi, Kriya Perempuan, Pujisari, Genitri, Kartini, dan lain-lain. He he.
Saat ini sudah ada 21 kelompok yang masing-masing anggotanya antara 5 sampai 15 orang. Pokoknya total anggota saya sekarang sekitar 350 orang yang aktif. Sejak tahun 2014 saya juga buat komunitas pengrajin limbah kain perca dengan nama Pelangi Nusantara (Pelanusa).
Dengan membuat kelompok, secara organisasi lebih tertata rapi. Soalnya, setiap kelompok ini dipandu satu orang pendamping yang saya ambilkan dari kelompok-kelompok tetapi yang memang sudah mahir. Setiap kelompok ini, paling tidak ketua dan beberapa anggota, setiap Rabu berkumpul di sini. Mereka akan mendapat pelatihan mulai dari pengelolaan keuangan sampai membahas pesanan yang akan dikerjakan bersama.
Misalnya kami akan membuat dompet model terbaru, maka saya dan koordinator utama akan mengajari ketua masing-masing kelompok. Tidak sekedar membuat tetapi juga dengan SOP-nya, mulai bagaimana memotong, menjahitnya diawali dari sisi mana, memasang retsletingnya kapan, sampai kerajinan itu benar-benar jadi utuh. Nah, Ketua Kelompok inilah yang mengajari anak buahnya, sehingga cara membuat dan hasilnya sama.
Kenapa panduannya atau SOP-nya harus sebegitu detail, bukankah setiap pengrajin punya cara sendiri yang penting hasilnya sama?
Tujuannya cuma satu, biar produk kami selaras hasilnya dan tidak ada pengulangan kerja. Orang lain kalau melihat dompet atau kerajinan kami yang lain pasti mengira itu produk hasil pabrikan karena bentuknya yang sama persis. Padahal itu handmade yang dibuat banyak orang.
Kuncinya SOP itu tadi. Bahkan belakangan ini, setelah nama kami makin berkibar, sudah mulai ada relawan dari berbagai Universitas di Malang, dari berbagai latar belakang. Jadi para anggota juga diajari tentang surat menyurat melalui email sampai memasukkan kerajinannya ke blog, Instagram atau medsos lainnya.
Manfaat lain pertemuan setiap Rabu, selain diajari bahasa Inggris oleh para relawan, dijelaskan juga bagaimana profit sharingnya, harga dari konsumen berapa, dipotong bahan, nanti akan ketemu berapa ongkos untuk pengrajin dan berapa hasil untuk saya. Bahkan kadang di antara kami saling tawar menawar. Pokoknya manajemen kami manajemen terbuka sehingga para anggota merasa nyaman karena dilibatkan.
KOMENTAR