Pagi masih gelap. Jarum jam menunjukkan pukul 05.03 WIB. Lantunan ayat suci Alquran sayup-sayup terdengar dari kejauhan. Di sebuah kamar rumah toko (ruko) lantai dua, Niza Karya(27), masih terlelap.
Dia tiba-tiba merasakan gemuruh menggetarkan dinding dan lantai kamarnya. Segala yang ada berjatuhan, berantakan. Bumi berguncang hebat.
"Bruuukkk!"
Dalam hitungan detik ruko itu ambruk disusul padamnya arus listrik. Suasana gelap dan pengap. Niza merasakan, tubuhnya terjerembab di antara puing-puing bangunan.
"Ketika hari sudah pagi dan mulai terang, saya melihat ada cahaya dari luar. Lalu saya merayap sambil mencari sumber cahaya dan berusaha ke luar, sembari minta tolong dari warga yang ada di luar," ujar Niza.
Niza adalah sebagian dari para korban yang bernasib lebih baik. Warga Rambong Kecamatan Setia, Aceh Barat Daya (Abdya), ini selamat dari reruntuhan ruko yang ambruk setelah diguncang gempa.
Baca juga: Gempa Aceh, Rombongan Pengantin Tewas Tertimbun Reruntuhan
Namun, perjuangannya ke luar dari reruntuhan adalah sebuah keajaiban. Hanya cahaya handphone yang meneranginya selama empat jam terperangkap dalam puing bangunan sejak pukul 05.03 WIB sampai pukul 09.00 WIB, saat tim evakuasi mulai berdatangan.
Nisa menyadari detik-detik saat bangunan ruko roboh. Ia menangis dan berteriak minta tolong.
"Alhamdulillah, saya selamat dan berhasil menyelamatkan handphone dan beberapa pakaian," katanya dengan nada terbata-bata saat ditemui.
Niza berhasil ke luar dari reruntuhan, namun tidak ikut dievakuasi ambulans. Ia lebih memilih istirahat di musala SPBU Ulee Gie. Baru sekitar pukul 14.00 WIB ia mendapat pertolongan medis, karena kaki kiri dan bahunya luka lecet.
Tak hanya Niza, korban selamat setelah terjebak dalam puing bangunan juga dirasakan Nurdin (35), warga Masjid Trienggadeng, Pidie Jaya.
Lelaki ini mengalami patah tulang belakang karena tertimpa beton rumah saat menyelamatkan istri dan bayi laki-laki bernama Ali (4 bulan). Ia bahkan sempat melihat Umar (2,5), anaknya yang lain terimpit reruntuhan.
"Tak berdaya saya bangun dan saya selamatkan bayi dan istri saya, tapi secepat itu anak saya Umar tertimpa runtuhan. Hingga saya mendapat kabar ia (Umar) sudah meninggal. Wajahnya berdarah," kisah Nurdin dengan linangan air mata.
Saat ditemui di RSUD Tgk Chik Di Tiro Sigli kemarin, Nurdin terlihat masih lemah dengan tangan diinfus. Ia tengah menunggu dirontgen dan operasi.
Sedangkan istrinya, Sarmela (34) mengalami luka robek dan lecet memilih pulang ke Trienggadeng untuk menguburkan anaknya Umar. Menurut penuturan Nurdin, saat gempa terjadi ia terbangun dan merasakan hentakan bangunan dahsyat.
Anaknya, Umar tidur di kasus bawah dekat ranjang. Seketika itu, dinding beton rumahnya bergoncang hebat. Ia bergegas mengangkat bayi dan menahan runtuhan. Dalam kondisi serba panik itu, Nurdin tak melihat Umar tertimpa reruntuhan.
Sementara pinggang dan tangannya juga tertimpa beton saat menyelamatkan bayinya. Ia tak kuasa bangkit menggendong Umar.
"Saya sedih tidak bisa melihat pemakaman anak saya," ujarnya tersedu seraya menahan sakit.
Serambi Indonesia
KOMENTAR