Sungguh mustahil mencari manusia sempurna.
Sama mustahilnya menemukan menantu atau mertua ideal dan sempurna.
Memahami fungsi masing-masing adalah titik tolak keberhasilan hubungan mertua dan menantu.
(Baca: Quiz : Kenali Karakter Mertua Dan Menantu Perempuan)
Simak bahasan Dra. Darjanti Kalpita Rahajuningrum, psikolog di RS Azra Bogor dan pemilik performaGaMa, Pusat pelayanan Psikologi terhadap 3 kasus yang dibahas Herlina S. Dhewantara, psikolog yang praktik di Dinamika GaMa Cirebon.
Versi 1
Saya dan Ibu mertua tidak terlalu kompak.
Terkadang kami beda pendapat soal perawatan anak.
Sampai-sampai Suami harus selalu menengahi.
Tetapi Ibu sering mengajarkan saya memasak.
Pakar:
Perbedaan pendapat tentang pola asuh anak biasa terjadi.
Maklum menantu dan mertua sudah berbeda generasi.
Satu hal lagi, ibu mertua merasa punya anak lebih dahulu.
Sehingga lebih berpengalaman.
Suami yang sabar dan bisa jadi penengah saat ada perbedaan pendapat, pasti akan menolong.
Tetapi tak ada salahnya bila menantu menyesuaikan diri dengan standar yang ditentukan mertua karena ketika sudah jadi menantu, istri jadi bagian keluarga suami.
Puji mertua ketika mengajarkan sesuatu. Sehingga ibu mertua merasa bangga dan dihargai menantu.
(Baca: Sering Beda Pola Asuh, Ini Tips Menitipkan Anak pada Mertua)
Versi 2
Mertua saya selalu ikut campur urusan kami.
Suami yang seharusnya bisa penengah, malah ikut memihak ibunya.
Tetapi saya tidak bisa apa-apa karena Mertua sangat sayang kepada kami dan mendukung finansial kami.
Pakar:
Ketika menikah, penting seorang suami sudah mandiri sehingga tidak tergantung kepada orang tuanya.
Dengan begitu, tidak ada satu pihak pun yang harus tunduk pada kemauan pihak yang lain.
Jalan keluarnya, bicarakan perasaan kita pada suami. Dan dorong suami untuk lebih mandiri secara finansial.
Dalam kasus ini, sesungguhnya istri pun bisa membantu finansial keluarga.
Misalnya, dengan membuka usaha kecil-kecilan yang dapat dilakukan di rumah sehingga anak-anak tetap dapat terkontrol dan terawasi.
Baik juga agar anak-anak diajak lebih mandiri dan saling membantu sehingga rumah bisa tertata rapi.
Cara ini juga membuat neneknya bangga terhadap cucunya.
(Baca: 5 Tanda Calon Mertua Bakal Jadi Masalah dalam Perkawinan)
Versi 3
Mertuaku terlalu memperhatikan kehidupan rumah tangga kami.
Beliau juga sangat manja kepada anaknya, membua saya dan suami merasa serba salah.
Pakar
Ibu mertua merasa memiliki pengalaman dalam mengurus rumah tangga.
Inilah yang membuatnya merasa harus menularkan “ilmunya” kepada menantu perempuannya, karena beliau ingin anak laki-laki dan cucunya dalam keadaan baik-baik saja, aman, dan sejahtera.
Coba pahami keadaan ini dari sudut pandang Ibu Mertua.
Sikap manja seorang ibu mertua merupakan salah satu bentuk ingin diperhatikan.
Bisa jadi "setengah hatinya” belum siap berbagi anak laki-lakinya dengan menantunya.
Ajak suami menunjukkan sikap yang tegas dan jelas, yang menyayangi dan melindungi istri serta anak-anaknya, namun juga diimbangi dengan sikap hormat kepada ibunya.
Tak ada salahnya juga bila dikemukakan visi keluarga kecil kita kepada Mertua.
(Baca: Alasan Menantu Modern Sekarang Ini Lebih Akur dengan Ibu Mertuanya)
Versi 4
Bapak mertuaku selalu jadi teman curhat saya. Bapak merupakan mertua yang super, gaul, pengertian, ramah, dan. Juga bisa diajak bercanda dan tertawa.
Pakar:
Hubungan harmonis antara menantu dan mertua hanya bisa terjalin bila kedua belah pihak memahami peran masing-masing, tidak kompetitif, mengontrol diri, sehingga tidak selalu merasa paling benar, berkomunikasi efektif, dan berempati.
Banyak contoh menantu perempuan yang kompak dengan ibu mertuanya.
Mereka bisa pergi ke salon bersama, memakai baju kembaran, memasak bersama.
(Baca: Yang Harus Anda Lakukan Agar Disayang Mertua)
Versi 5
Mertuaku pengatur hidupku. Apa pun yang diinginkannya, terpaksa saya turuti.
Mama saya meminta saya berani mengambil keputusan sendirI dan segera keuar dari rumah Mertua. Suami melarang karena kasian pada ibunya sendirian di rumah.
Pakar:
Ketika tinggal di rumah mertua, kita harus bisa menentukan persespsi yang jelas tentang rumah mertua.
Kalau kita tak nyaman tinggal di situ, maka kita memiliki persepsi negatif terhadap tinggal bersama mertua.
Selama persepsi negatif ini masih ada, maka sampai kapanpun tidak nyaman tinggal satu atap dengan ibu mertua.
Cobalah melihat sisi positif dari keadaan saat ini. Dengan mengubah persepsi ke arah yang lebih positif, akan membuat kita lebih nyaman.
Berikutnya, suami sebaiknya lebih berani bersikap sebagai kepala keluarga.
Segeralah bertindak karena situasi rumah yang tidak kondusif akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak.
Suami juga harus menyampaikan kepada istri tentang harapannya pada keluarga, aturan main dalam pembagian wewenang, sikap yang diharapkan dari ibunya.
Penulis | : | Ade Ryani HMK |
Editor | : | Ade Ryani HMK |
KOMENTAR