Dalam memproduksi kosmetik palsu, LE bermodalkan Rp 30 juta. Namun, dari kecurangan yang dilakukan, ia berhasil meraup untung bersih sebesar Rp 25 juta per bulan.
Agung mengatakan, segala kegiatan yang hendak memproduksi kosmetik memerlukan izin dari instansi berwenang.
(Baca juga : Psst, Karakter Kita Bisa Terlihat dari Aroma Kondom, Loh!)
Selain itu, peracik juga harus memiliki keahlian di bidang farmasi, seperti apoteker.
"Namun, faktanya pelaku tidak memiliki izin dan tidak memiliki tenaga ahli tersebut untuk memproduksi kosmetik," kata Agung.
Diungkapkan bahwa tersangka LE menjual hasil produksinya dengan menawarkan kepada sales.
Setelah disepakati, barang tersebut kemudian dikirim dengan ekspedisi pengiriman barang.
(Baca juga : Cocok Bagi Generasi Milenial, Ini Tips Sebelum Membeli Tempat Tinggal, yang Realistis Saja!)
Agung mengatakan, penyidik terus mengembangkan penyebaran kosmetik produksi EL.
Dari hasil identifikasi sementara, kosmetik tersebut telah menyebar di Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, dan Lampung.
Untuk itu, pembeli harus memastikan kemasan produk tersebut mencantumkan ijin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Masyarakat diimbau untuk tidak membeli produk dengan merek palsu tersebut, dan segera melaporkan ke polisi apabila menemukan kosmetik tersebut," kata Agung.
(Baca juga : Wanita 55 Tahun Ini Ikut Daftar Nikah Massal, Ini Alasannya)
Atas perbuatannya, LE dijerat Pasal 197 dan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dan atau Pasal 62 Ayat (1) jo Pasal 8 (1) dan Pasal 9 (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Saat ini, LE telah ditahan di rumah tahanan Bareskrim Polri yang sementara bertempat di rumah tahanan Polda Metro Jaya.(*)
(Ambaranie Nadia Kemala Movanita/Kompas.com)
Penulis | : | Dionysia Mayang |
Editor | : | nova.id |
KOMENTAR