NOVA.id - Kasus kekerasan tak hanya terjadi di kalangan remaja, tapi juga merambah ke anak-anak yang masih begitu belia.
Bahkan, di media sosial sudah beberapa kali viral bahwa peristiwa bullying melibatkan anak, baik itu sebagai korban maupun pelaku.
Sebenarnya, apa yang jadi penyebab seorang anak melakukan aksi bullying pada teman-temannya?
Astrid Wen, M.Psi, Psikolog Anak dan Praktisi Theraplay dari PION Clinician dan Theraplay
Indonesia menjelaskan, penindasan atau bullying sendiri terjadi karena adanya penyalahgunaan dalam hal kekuatan dan kekuasaan.
Hal yang memicu perilaku bullying disebabkan oleh banyak faktor.
Baca juga: Agar Liburan Tetap Seru, Yuk, Pahami Cara Merawat Aki Mobil Berikut!
Menurut Astrid, setidaknya ada 8 penyebab yang bisa mendorong anak untuk menjadi pelaku bullying di kemudian hari, yaitu:
1. Komunikasi Orang Tua dan Anak Tidak Lancar
Jika orang tua jarang meluangkan waktu untuk bermain dengan anak sedari lahir, anak
akan merasa canggung berada di dekat orang tuanya.
Jarak inilah yang akhirnya menghambat jalinan komunikasi antara anak dan orang tua.
Saat anak tumbuh dewasa pun, dia jadi terbiasa menyembunyikan berbagai hal dari orang tuanya.
Baca juga: Wah Ternyata Baking Soda Bisa Cerahkan Lutut loh, Begini Caranya
2 Orang Tua Tidak Menoleransi Kesalahan Anak
Jika anak kita yang masih kecil bikin rumah berantakan atau menumpahkan air minumnya, orang tua seringkali langsung melabeli anak dengan sebutan ‘nakal’ dan memarahinya,
bukannya memberi solusi atas masalah yang dia
buat.
Padahal, masa pertumbuhan adalah masa di mana anak belajar mengenal lingkungannya.
“Biasanya, jika anak menumpahkan air, dia juga merasa kaget, malu, dan bersalah. Yang bisa kita bantu adalah mengajari emosinya. Coba bilang pada anak, ‘Airnya tumpah, ya? Kamu pasti bingung harus bagaimana. Nggak apa-apa, coba kita bersihkan, yuk.'
Baca juga: Bosan Bikin Teh atau Kopi Saat Pagi? Bikin Susu Jahe Madu Saja, yuk!
3. Anak Tidak Dilatih Berpikir Kritis
Sejak kecil, anak-anak di Indonesia terbiasa dicekoki informasi baru tanpa diberi kesempatan berpikir kritis.
Akhirnya anak seringkali tak bisa berpikir panjang sebelum
bertindak.
“Misalnya, kenapa harus sikat gigi sebelum tidur? Atau kenapa Bumi itu bulat? Biasanya kalau anak bertanya, orang tua tak mau menjelaskan secara detail dan meminta agar anaknya tidak banyak tanya. Guru di sekolah pun begitu. Jadi anak dipaksa berpikir bahwa dia harus menyikat gigi tanpa tahu apa alasannya," tutur Astrid.
Baca juga: Bosan Bikin Teh atau Kopi Saat Pagi? Bikin Susu Jahe Madu Saja, yuk!
4. Anak Tak Diajari Toleransi Terhadap Perbedaan
Sejak kecil, anak perlu diajari adanya pluralisme atau keberagaman.
Anak juga perlu tahu bahwa perbedaan adalah hal yang sangat wajar terjadi.
Namun, biasanya hal ini tidak dilatih oleh orang tuanya. Contohnya, anak melihat orang tua memperlakukan anak asisten rumah tangganya dengan perlakuan berbeda.
Hal ini akhirnya menimbulkan pandangan bahwa mereka yang berbeda dari kita memang sepantasnya mendapat perlakuan berbeda pula.
Baca juga: Agar Kualitas ASI Tetap Terjaga, Ini 5 Makanan yang Wajib Dikonsumsi Ibu Menyusui
5. Rasa Percaya Diri Rendah
“Bangsa kita tidak dididik untuk punya kepercayaan diri yang tinggi dan kita dibiasakan untuk menghargai punya orang lain, ketimbang punya diri sendiri. Misalnya dengan membandingkan kecerdasan anak dengan teman-temannya," jelas Astrid.
Jadi kita selalu melihat diri kita itu lebih buruk, sehingga membuat kita cenderung merasa
iri dengan rumput tetangga.
Baca juga: Tak Disangka, Inilah Zodiak yang Bertolak Belakang dengan Kita
6 Kurang Perhatian
Orang tua sebaiknya mencurahkan kasih sayang dan perhatian pada anak sejak kecil.
Anak yang kurang perhatian cenderung melakukan berbagai hal demi mendapatkan perhatian dari orang tuanya.
“Misalnya orang tua jarang memberi pujian saat anak melakukan sesuatu yang baik. Biasanya orang tua hanya memerhatikan anak saat dia berbuat kenakalan. Akhirnya anak kembali mengulangi perbuatannya itu. Walau negatif, yang penting dia diperhatikan. Akhirnya anak tumbuh dengan sifat drama queen dan suka mencari masalah.” ungkap Astrid.
Baca juga: Wah, Ternyata Tanaman Ini Bisa Ampuh Usir Nyamuk lho, Cobain, yuk!
7. Kekerasan dalam Keluarga
Anak yang terbiasa mendapat kekerasan baik itu secara fisik maupun verbal, memiliki kecenderungan untuk berlaku kasar ketika ia tumbuh dewasa.
“Seharusnya yang kuat melindungi yang lemah. Laki-laki melindungi perempuan, orang
tua melindungi anak, kakak melindungi adik," beber Astrid.
Tapi yang biasa terjadi, orang tua seringkali memukul anak atau suami terbiasa memukul
istri.
Ini menciptakan lingkaran stres dan adanya pandangan bahwa wajar bila seseorang mendapat kekerasan bila berbuat salah.” tandas Astrid.(*)
(Wida Citra Dewi)
Penulis | : | Wida Citra Dewi |
Editor | : | Healza Kurnia |
KOMENTAR