Tangan dan kaki mereka tak henti untuk mengoperasikan oklak-oklak yang juga terbuat dari kayu-kayu tua.
Raden Rahmat merintis bisnis luriknya sejak tahun 1960 melalui bendera bisnis Sumber Sandang.
Lelaki kelahiran 1932 ini meninggalkan kuliahnya di Jurusan Sejarah, Universitas Indoesia (UI).
“Pilih pulang saja ngurusi lurik. Mungkin darah dagang turun dari ibu. Karena dulunya ibu
jualan batik sampai ke Kediri,” jelas Rahmat di kediamannya yang sekaligus jadi tempat pembuatan lurik, Dusun Jalinan, Desa Kedungan, Pedan, Klaten, Jawa Tengah.
(Baca juga: Mudah Dilakukan, Ini Tips Mempunyai Tubuh Ideal pada Usia 40 Tahun)
Pada masa-masa itulah lurik Pedan mencapai zaman keemasan.
Daerah yang berjarak sekitar 40 kilometer dari Solo itu jadi satu-satunya sentra produksi tenun lurik.
Bahkan ada sekitar 300 industri rumahan yang bisa menampung 7.000 pekerja.
“Mulai tahun 1950 sampai 1965, lurik Pedan mencapai zaman keemasannya. Bahkan bisa dikatakan, ludah pun bisa jadi api. Artinya industri lurik di kala itu sangat menguntungkan dan apapun soal lurik jadi uang,” tambah lelaki yang memiliki delapan anak ini.
(Baca juga: Dulu Artis Cilik, Kini Mantan Kevin Aprilio Ini Jadi Mama Muda Cantik!)
Penulis | : | Healza Kurnia |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR