NOVA.id - Apa betul si kecil bisa kena anemia? Ternyata bisa.
Bukannya mau menakuti-nakuti, lho.
Namun, berdasarkan laporan Anemia Convention 2017, secara global, hampir 600 juta anak usia prasekolah dan usia sekolah menderita anemia.
Biasanya, nih, hal tersebut disebabkan si kecil kekurangan zat besi.
Baca Juga : Pakai Cara Tradisional, Bella Shofie Bocorkan Trik Cepat Langsing Setelah Melahirkan!
Ooh, lantas bagaimana kita bisa tahu si kecil anemia?
Jika si kecil yang biasanya lahap tiba-tiba kehilangan nafsu makan, perlu diwaspadai.
Karena itu salah satu gejala dia kena anemia.
Gejala lainnya, bisa terlihat pada wajah pucat dan penurunan sistem kekebalan tubuh.
Termasuk, ketika anak jongkok kemudian berdiri dia akan merasa pusing dan berkunang-kunang, serta menderita gejala 5L (lesu, lemah, letih, lelah, dan lunglai).
Baca Juga : Punya Tradisi Berbagi Istri, Ini Fakta Desa Unik Terpencil di Himalaya
Bisa seperti itu, karena jumlah sel darah merah atau konsentrasi pengangkut oksigen dalam darah (Hb) tidak mencukupi kebutuhan fisiologis tubuh.
Maka terjadilah anemia pada anak.
Namun kita jangan keburu panik jika si kecil menderita anemia.
Kita juga wajib tahu bahwa anemia dapat terjadi melalui 3 tahap.
Baca Juga : Cantik Sejak Lahir, Wajah Masa Kecil Ratu Sinetron Naysila Mirdad Mirip Keponakan?
Tahap pertama, anak akan kekurangan zat besi.
Pada tahap ini anak masih terlihat sehat, jumlah Hb-nya pun masih normal.
Untuk mengetahuinya, ketika terlihat gejala pada anak, segera lakukan pemeriksaan kadar feritin atau kadar defosit besinya, untuk mengetahui apakah berkurang atau tidak.
Jika berkurang, anak akan masuk ke dalam tahap kedua, yaitu tahap defisiensi besi.
Baca Juga : Wah! 3 Zodiak Ini akan Jadi Orang yang Paling Beruntung Minggu Ini!
Pada tahap kedua ini, jumlah Hb-nya masih normal, anak juga belum terlihat pucat, namun, defosit besinya sudah mulai turun.
Zat besi yang beredar pun juga sudah turun.
Bila tidak segera ditangani, maka akan terjadi penurunan Hb yang juga ditandai dengan anak yang sudah mulai pucat dan masuklah anak ke tahap ketiga.
“Kalau sudah tahap ini, ya, sudah terlambat,” ucap dr. Murti Andriastuti Sp.A(K), Ketua Satuan Tugas Anemia Defisiensi Besi, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Baca Juga : Tampil di New York Fashion Week, Penampilan Agnez Mo Malah Mirip Angelina Jolie
Pada tahap ketiga, anak sudah mengalami anemia defisiensi besi.
Komplikasi jangka panjangnya dapat mengganggu perkembangannya.
Walaupun anemianya dapat disembuhkan, gangguan tumbuh kembang karena kekurangan zat besi bisa terjadi permanen dan tidak dapat diperbaiki.
“Sebaiknya kita bisa mencegah, jangan sampai jatuh ke dalam diagnosis anemia difisiensi besi,” ucap Murti.
Baca Juga : Berita Terpopuler: Istri Sule Tinggal Satu Atap dengan Teddy Sebelum Cerai Hingga Putusnya Luna Maya
Nutrisi dalam 1.000 hari pertama kehidupan merupakan kebutuhan yang wajib dipenuhi untuk setiap anak.
Untuk itu, pemberian nutrisi lengkap dapat diberikan sejak dini, salah satunya adalah pemberian zat besi.
Zat besi dapat diperoleh dari daging merah dan sayuran berwarna hijau tua.
Orangtua sudah bisa mulai dengan memberikan makanan yang bernutrisi sejak anak berusia enam bulan.
Baca Juga : Luna Maya Unggah Kata-Kata Menyayat Hati untuk Reino Barack?
“Semuanya harus lengkap. Ada karbohidrat, lemak, protein, zat besi. Macam-macam harus lengkap berupa makanan pokok, sayur, buah, dan lauk pauk. Kalau itu seimbang akan cukup,” tambah Prof. Dr. dr. Soedjatmiko Sp.A(K), M.Si, dokter spesialis anak dan konsultan tumbuh kembang anak dari RSCM.
Menurut Soedjatmiko, pemenuhan zat besi pada anak harus sudah diberikan sejak berada di dalam kandungan.
Baik ibu maupun janin harus sama-sama terpenuhi zat besinya.
Baca Juga : Bak Bidadari Surga, Begini Cantiknya Putri Remaja Ustadz Yusuf Mansyur!
Selama sembilan bulan kehamilan, ibu tidak boleh ada masalah, terutama masalah kekurangan zat besi.
Ibu hamil yang kekurangan zat besi potensial untuk melahirkan bayi yang kekurangan zat besi pula.(*)
(Mega Khaerani)
Penulis | : | Healza Kurnia |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR