Kanker payudara pada dasarnya dapat menyerang siapa pun, termasuk kaum pria. Kondisi ini terjadi ketika sel-sel di tubuh tumbuh tidak terkontrol. Akibatnya timbul sifat agresif pada kelenjar, saluran, maupun jaringan payudara.
Untuk itu, sangat penting dilakukan deteksi dini dan perawatan kesehatan payudara secara menyeluruh, agar terhindar dari kanker payudara. Sebab usia penderita penyakit ini semakin muda. Jika dulu menyerang usia perempuan paruh baya, kini mereka yang berusia 20-an pun rentan terkena risiko ini.
Yang disayangkan seringnya deteksi dilakukan terlambat hingga kanker payudara yang diderita sudah stadium lanjut. Di Indonesia sendiri, kanker payudara menempati urutan kedua setelah kanker leher rahim.
Di dunia kanker payudara merupakan jenis penyakit kanker dengan jumlah penderita terbanyak nomor dua di dunia dan penyebab kematian nomor lima di dunia.
Dr. Hardinah Sabrida selaku Dokter Deteksi Dini Kanker dari Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, menjelaskan, alangkah baiknya jika deteksi gangguan pada payudara dilakukan sedini mungkin. Karena jika langsung diobati sejak stadium awal, tingkat kesembuhannya mencapai 90 persen.
Pada perempuan, rutinlah melakukan SADARI (periksa payudara sendiri) setiap bulan usai menstruasi. Sebab pada masa tersebut, hormon di tubuh sedang beristirahat. Beda halnya, dengan sebelum menstruasi dimana sering dirasakan ada sejumlah benjolan di sekitar payudara.
Baca: Begini Cara Melakukan Periksa Payudara Sendiri (SADARI)
Dr. Hardinah menyarankan, untuk mengetahui konsistensi dan perubahan yang terjadi pada payudara, rutinlah melakukan SADARI sejak usia 18 tahun. “Sebab penyakit ini tidak datang tiba-tiba melainkan akumulasi gaya hidup yang dijalani dari sejak remaja.”
Namun, mengapa mesti di usia 18 tahun?
“Perempuan menstruasi pertama kali di usia belasan. Pada rentang 12-18 tahun, hormon mereka belum stabil. Jadi, sebaiknya dilakukan diatas 18 tahun,” ujarnya ketiak ditemui di Neo Soho Mall Jakarta, Rabu (13/10).
Penyebab kanker payudara hingga kini memang belum diketahui secara pasti. Namun faktor risikonya bisa disebabkan sejumlah hal.
“Ada 3 faktor risiko yaitu ketidakseimbangan pola pikir (stres), pola makan (berlemak, pengawet), pola hidup. Pola hidup seperti suka begadang, merokok, alkohol ini yang paling tinggi risiko timbulnya kanker payudara. Sementara faktor genetik hanya menyumbang 1 persen.”
Baca: Kisah Fio, Survivor Kanker Payudara yang Menolak Kemoterapi dan Dianggap Gila Keluarganya
Karena semua faktor risiko itu bisa terakumulasi sejak usia remaja, maka Dr. Hardinah menyarankan agar setiap orang hidup cerdas.
“Artinya jalani pola hidup dan pola makan yang baik. Juga jangan stres karena berpotensi bikin kanker. Kalau stres hormon estrogen meningkat. Dan jika produksinya berlebihan, estrogen akan mencari tumpangan yaitu di lemak-lemak yang ada didalam tubuh,” ujarnya menjelaskan bagaimana kemudian sel kanker bisa tumbuh mengganas.
Itu sebabnya, amat penting dilakukan deteksi dini. Jika sudah berusia diatas 35 tahun, lakukan mamografi dan USG secara rutin. Termasuk ketika perempuan dalam kondisi menopause.
Penulis | : | Ade Ryani HMK |
Editor | : | Ade Ryani HMK |
KOMENTAR