Siang itu, awan di atas Krematorium Eka Praya, Jl. Kembang Kuning, Surabaya tampak diselimuti mendung. Nuansa kelabu di hari itu seolah mewakili kesedihan puluhan pelayat yang melepas kepergian Gregorius Suprawoto Bubi Chen atau akrab disapa Bubi Chen saat diperabukan. Kepergian Bubi, tak hanya meninggalkan duka mendalam bagi para pencinta musik khususnya jazz di Indonesia, tapi tentu saja bagi ketiga putra-putrinya, Howie Chen, Yanna Chen, dan Serena Chen.
Di mata Howie, Bubi adalah sosok ayah yang tegas, disiplin, namun santai karena memiliki selera humor cukup tinggi. Layaknya ayah pada umumnya, Bubi mendidik ketiga anaknya untuk bijak dalam menjalani hidup. "Bubi Chen bagi saya adalah sosok bapak idaman," ujar Howie seusai sakramen ekaristi (penutupan peti jenazah) di persemayaman Adi Jasa, Selasa (21/12), sehari sebelum sang ayah dikremasi.
Sebagai maestro jazz, kata Howie, Bubi diakui pernah mendorong anak-anaknya untuk menggeluti dunia jazz. Namun ketika ada anaknya yang memilih tidak mendalami jazz, Bubi tak pernah memaksa untuk mengikuti jejaknya. Dari ketiga anaknya, hanya Howie yang bisa dikatakan mengikuti jejak Bubi. Sedangkan dua adiknya memilih menjadi insinyur. "Mau main jazz, mandarin, atau dangdut, Bapak tak pernah mempersoalkan. Yang penting dedikasi pada pekerjaan. Kalau sudah memilih sesuatu, harus diselesaikan dengan baik," ujar Howie menirukan nasihat sang ayah.
Uniknya, Howie justru mengenang kebersamaan dengan sang ayah ketika mereka terlibat perdebatan. Diakui Howie, di antara tiga anaknya, Howie adalah anak yang paling tidak akur dengan Bubi. Namun setelah bertengkar, Howie biasanya langsung menelepon Bubi untuk meminta maaf. "Buat saya, itu indah sekali. Masing-masing anaknya punya memori tersendiri tentang Bapak. Dan memori saya yang terindah justru saat kami berantem," tutur Howie.
Masalah yang diperdebatkan pun tak jauh-jauh dari soal jazz. Karena Howie juga dikenal sebagai pemain musik jazz, ayah dan anak ini tak jarang diskusi berjam-jam soal jazz dan berujung pada pertengkaran. Meski sama-sama menganut subgenre bepop dalam bermusik jazz, namun ada perbedaan antara pandangan Bubi dengan Howie. "Bedanya saya dengan Bapak, saya bisa mendengarkan jazz kacangan, sedangkan Bapak tidak bisa. Dia paling tak bisa menerima orang membuat musik jazz asal-asalan, yang disebutnya kacangan," terang Howie.
Howie punya alasan sendiri soal sikapnya. Katanya, ia bisa menerima musik jazz kacangan karena ia mengasuh acara jazz di sebuah radio di Surabaya. Karena itu, mau tak mau ia harus mendengarkan musik jazz yang dianggap sang ayah kacangan. "Tujuannya agar bisa memperbandingkan mana yang bagus dan yang jelek. Buat Bapak, jelek ya jelek saja."
Amir Tejo / bersambung
KOMENTAR