Tahun 1970 adalah kali pertama Soto Tegal milik H. Caup muncul di Pasar Senggol Tegal. "Ini bukan soto biasa. Soto Tegal itu kuahnya dicampur taoco. Awalnya, buka kecil-kecilan, sedia soto dan mi rebus. Lulus SMEA, saya kemudian membantu Ibu membesarkan warung makan ini. Semakin lama, makanannya semakin beragam dan pelanggan semakin ramai. Tahun 1985, warung kami semakin berkembang sampai sekarang," papar sulung dari 9 bersaudara dan ayah 11 anak ini.
H. Caup bersyukur, hasil penjualan soto asli Tegal ini bisa membiayai pendidikan anak dan keponakannya hingga ke jenjang sekolah yang tinggi. "Enggak menyangka bisa jadi besar seperti ini. Saya juga bisa menghajikan diri sendiri, orangtua, dan adik-adik," ucap H. Caup bangga.
Di kalangan warga Tegal, soto H. Caup selalu menjadi tujuan utama dalam mengisi waktu luang. Entah sekadar untuk makan siang atau menghabiskan waktu bersama keluarga. "Banyak pelanggan yang menawarkan untuk membuka cabang di beberapa kota besar seperti Purwokerto dan Jakarta. Tapi saya tolak karena saya enggak punya waktu untuk mengawasinya," ujar H. Caup yang saat ini juga memiliki peternakan dan perkebunan.
Dengan apa yang didapatnya kini, menurutnya, masih bisa membiayai pengeluaran keluarganya. "Hari biasa bisa habis 40 kilogram daging sapi, kalau musim liburan bisa sampai 100 kilogram. Mana sempat mengawasi cabang lain? Selain itu, umur saya sudah 61 tahun. Kalaupun ada cabang, mungkin sebaiknya ada di dekat-dekat sini, misalnya Slawi," tutup pria yang memiliki nama asli Muhammad Gufron Ridho.
Alun-alun merupakan jantung sebuah kota. Begitu pun di Kota Tegal, muncul sejumlah pedagang kecil dan besar di seputaran Alun-Alun Kota Tegal yang menjajakan beragam dagangannya, termasuk berbagai usaha kuliner. Tak ketinggalan Farikha (55) yang setia dengan meja kecilnya, berjualan salah satu makanan asli dan khas Kota Tegal, yaitu kupat bongkok.
"Nama bongkok diambil dari nama daerah asal makanan ini yaitu Bongkok, Larangan Kidul. Dulu saya jual per porsi harganya Rp 5, sekarang Rp 3 ribu," ungkap ibu empat anak ini.
Di Kota Tegal, kupat bongkok dikenal sebagai makanan yang biasa dijadikan sajian di pagi hari untuk sarapan. Kupat bongkok sebenarnya tidak memakai kupat atau ketupat, melainkan lontong. Potongan lontong kemudian ditaburi taoge rebus dan ramuan krupuk mi berbumbu pedas serupa sambal goreng yang oleh Farikha disebut daging bongkok.
Hampir sama seperti kupat glabed, lontong dan taoge disiram dengan kari tempe berwarna kuning lalu diberi kecap manis. Tempe yang digunakan dalam sayur kupat bongkok bukan tempe biasa. Karena yang digunakan adalah tempe yang sebelumnya disimpan selama dua hari sebelum dimasak dengan bumbu kari tanpa santan.
Itu mengapa ketika pertamakali menyeruput kuah kupat bongkok akan terasa sedikit rasa "khas" yang tidak akan pernah dirasakan sebelumnya. Rasa segar itulah yang mungkin membuat warga Tegal dan sekitarnya menjadikan sajian ini untuk sarapan. Tak heran, sejak membuka warungnya pada pukul 06.00 WIB, para pelanggan pun sudah mulai berdatangan membeli kupat bongkok buatan Farikha.
Edwin Yusman F
KOMENTAR