Tegal, adalah salah satu kota yang termasuk kedalam provinsi Jawa Tengah. Kota ini berbatasan langsung dengan kabupaten Brebes yang ada disebelah baratnya, Laut Jawa disebelah utaranya, serta KabupatenTegal disebelah timur dan selatannya. Terletak 165 km sebelah barat Kota Semarang, atau 329 km sebelah timur Jakarta. Hal ini membuat kota Tegal memiliki lokasi yang strategis sehingga memiliki persimpangan jalur utama yang menghubungkan Pantura dengan kota-kota di bagian selatan Pulau Jawa.
Nah, jika kebetulan berada di Tegal dan kebetulan perut sedang kosong, tak ada salahnya untuk berwisata kuliner di Kota ini. Sebab, Tegal tak hanya dikenal dengan kekayaan laut dan warung Tegal yang kerap menyediakan nasi rames saja. Tegal juga memiliki keanekaragaman kuliner yang pantas untuk di banggakan. Dijamin Anda akan tersenyum puas ketika meninggalkan kota pesisir yang produk kulinernya memiliki racikan bumbu sangat berani itu. Oh ya, NOVA juga menyisipkan satu resep Kupat Glabed khas Tegal untuk Anda coba dirumah.
Kupat Glabed Mas Toni Nikmat dengan Sate Kerang
Ketika memasuki Alun-alun Kota Tegal, perhatikan sebelah kiri jalan. Sebuah warung bercat biru bertuliskan "Kupat Glabed Mas Toni" tentu tak akan terlewatkan jika Anda waspada. Di antara warung sejenis, warung ini bisa dibilang menjadi primadonanya. Buka setiap hari mulai pukul 18.00 WIB hingga habis, warung kupat glabed ini selalu ramai oleh para pelanggannya.
Sodikin (25), adik kandung Toni, sang pemilik warung mengaku, bisa menjual hingga ratusan porsi kupat glabed dalam sehari. Ketupat atau kupat glabed adalah ketupat yang dimakan dengan guyuran kuah kuning seperti kuah opor namun lebih kental. Karena kuah kental itulah, makanan ini dikenal dengan sebutan glabed, yang dalam bahasa Indonesia berarti kental.
Dalam satu porsi, sajian khas ini bisa dibilang sangat sederhana karena hanya berisi potongan ketupat dan sayur tempe. Sebelum dihidangkan, beberapa butir cabai rawit ditambahkan sesuai keinginan lalu ditaburi kerupuk mi yang terbuat dari tepung singkong, serta taburan bawang goreng. Agar semakin nikmat disantap, si penjual biasanya menyertakan satai ayam, satai kikil atau satai kerang dengan bumbu semacam gulai.
Diakui Sodikin, usaha ini sudah dimulai sejak 12 tahun lalu oleh orangtuanya lalu diteruskan oleh sang kakak. "Dulu, Bapak saya dagang keliling kampung. Setelah namanya dikenal, Bapak memilih untuk membuka warung tenda, dan baru dua tahun ini warungnya jadi permanen. Dengan membuka warung permanen seperti ini, almarhum Bapak ingin membuat pelanggannya nyaman, tanpa kehujanan dan kepanasan," paparnya.
Berbeda dengan kupat glabed lain, "Di sini cabai yang digunakan benar-benar cabai segar bukan cabai rebus. Kata almarhum Bapak, cabai segar akan membuat cita rasa makanan terasa semakin segar dan pedas. Lagi pula, kalau pakai cabai segar, bisa kelihatan apakah cabainya busuk atau tidak," imbuh Sodikin.
"Bapak juga melakukan improvisasi terhadap satainya. Dulu, bumbu satainya lebih kering seperti serundeng, sekarang agak berkuah. Jenis satainya juga beragam. Kalau dulu hanya ada satai kerang, sekarang ada satai ayam dan satai kikil. Semua itu dilakukan Bapak karena permintaan pelanggan. Alhamdulillah semuanya senang," papar Sodikin yang menjual kupat glabed per porsi Rp 5 ribu dan aneka satai Rp 1.500 per tusuk.
Khusus untuk meracik bumbu dan menyiapkan segala bahan, dipercayakan kepada kakak ipar Sodikin. "Sejak siang sudah mulai belanja dan memasak sayur. Ketupatnya, sih, sudah dibikin dari pagi karena butuh waktu memasak yang agak lama. Kami juga enggak memakai pengawet, pewarna buatan atau penyedap. Karena pakai bumbu dan bahan yang segar, rasanya pasti beda," tukas Sodikin seraya sedikit berpromosi.
KOMENTAR