Istri kedua Haikal, atau ibu tiri Nabila, Nanik (28) menutup pintu rumahnya rapat-rapat selama seminggu saat berita tentang Nabila merebak di media. "Saya stres gara-gara kejadian ini, malu dilihatin orang di sekitar. Sudah seminggu saya tidak kerja, jangankan untuk kerja, untuk jalan saja rasanya berat sekali," keluh Nanik di rumah kontrakannya di Pondok Ranji, Tangerang Selatan.
Wajah Nanik tampak lesu dan pucat. Dengan suara terbata-bata, ia membantah semua tuduhan Nabila yang membuatnya terpojok. "Kesannya ibu tiri itu selalu jahat, makanya saya dipojokkan. Padahal, saya menegaskan tidak ada kekerasan fisik. Saya memperlakukan Nabila sama dengan adik-adiknya. Kami makan sama-sama, uang jajan juga sama," ujar Nanik.
Sehari-hari, Nanik bekerja sebagai karyawan di rumah sakit swasta. Jam kerjanya pun tak tentu, tergantung jadwal. Sementara, Haikal yang bekerja sebagai kuli bangunan sudah hampir dua
minggu berada di Bogor. "Saat Nabila kabur, saya sudah seminggu di Bogor. Nabila memang lebih dekat ke saya," ujarnya.
Mengenai kerinduan Nabila terhadap ibu kandungnya, Haikal pun sudah tahu. "Masalahnya, keberadaan ibunya di mana, saya tidak tahu. Saya dengar dari kerabatnya dia menjadi TKI di Saudi
Arabia, ada yang bilang sudah menikah lagi." Informasi mengenai keberadaan sang ibu sedang diupayakan.
Untuk sementara, Nabila ia percayakan pada Kak Seto. "Saya memang belum bertemu Nabila. Menurut Kak Seto dia aman, sehat, dan ceria. Saya percayakan Nabila padanya."
Dalam waktu dekat, Kak Seto berjanji akan mempertemukan Nabila dengan keluarganya, agar bisa berkumpul kembali. "Memang butuh proses, kapan dan di mana pertemuan itu akan dilaksanakan, sudah disepakati untuk dirahasiakan demi menjaga suasana damai, kenyamanan, dan ketenangan Nabila," tutup Kak Seto.
Perlu Ada Asesmen!
Psikolog Kassandra Putranto menegaskan, untuk mengetahui kelainan pada diri Nabila seperti telah disebut sang ayah, harus ada observasi yang menyeluruh dari pihak yang berkompeten, dalam hal ini psikolog. "Mungkin dia mengambil barang temannya hanya karena ingin. Ada banyak indikator yang harus dipenuhi untuk menyebut seseorang mengidap kleptomania, salah satunya dia pernah mencuri barang dari toko," paparnya.
Mengenai perbedaan persepsi antara anak dan orangtua ini, dia berpendapat hal tersebut wajar terjadi. "Orangtua pasti ingin melindungi anak lalu membuat aturan yang mungkin terasa mengikat dan menganiaya. Yang jelas, kalau Nabila sampai mengaku dia dianiaya dan sampai kabur, berarti ada yang salah, perlu asesmen dari pihak ketiga seperti psikolog," kata Kassandra.
Asesmen tersebut perlu dilakukan untuk menemukan inti masalah. "Orangtua ingin menerapkan sesuatu, mungkin saja isi aturannya benar tetapi cara penerapannya yang salah." Yang paling ideal, lanjut Kassandra, orangtua dan anak memiliki sistem yang disepakati bersama. "Karena kemampuan anak beradaptasi dengan aturan masyarakat sampai aturan negara berawal dari kemampuannya beradaptasi dengan aturan di keluarga," pungkasnya.
Sita Dewi
KOMENTAR