Sambut Tahun Politik, Ayo Ikut Tangkal Penyebaran Hoax di Media Sosial dengan Langkah Ini!

By Tentry Yudvi Dian Utami, Minggu, 6 Januari 2019 | 10:00 WIB
Ilustrasi konten hoax ()

NOVA.id - Sambut tahun politik 2019, penyebaran hoax di media sosial sudah semakin merajalela.

Tentunya, kita perlu waspada.

Terlebih lagi karena ada banyak sekali hoax yang muncul dalam bentuk bacaan!

Baca Juga : Babymoon di Singapura, Raditya Dika Justru Pamer Momen Kocak!

“Ibu itu katanya dosen, gelarnya S2 pula, kok masih percaya saja sama hoax?”

Pertanyaan semacam ini mungkin pernah kita dengar atau jangan-jangan kita sendiri yang melontarkannya.

Pasalnya meskipun berpendidikan strata S2, rupanya fakta menunjukkan bahwa belum tentu semua orang yang lihai literasi bisa dengan pintar mengolah informasi, termasuk hoax.

Baca Juga : Daftar Ramalan 2019: Bencana Alam 2019 Versi BNPB hingga Tren Pelakor Semakin Liar!

Kenapa akhirnya bisa saja termakan hoax, faktanya, karena sebagian kita memang malas. Malas membaca, meneliti, dan memeriksa kembali informasi yang diterimanya.

Akan tetapi, ah masa iya?

Beberapa waktu lalu, sebuah akun YouTube menggelar survei jalanan. Caranya, dengan meminta orang di jalan untuk membaca sebuah berita berjudul Petani Cabai Gagal Panen Harga Melonjak Tinggi.

Banyak di antara mereka—objek survei—hanya membaca judulnya tanpa memperdalam isinya. Padahal berita itu sedang membahas Harga Cabai Stabil, Harga Bawang Naik Drastis, dan mereka mempercayai judulnya.

Ada juga yang membaca isinya, namun tidak menyadari jika judul dan isi berita tidak nyambung.

Baca Juga : Rencana Pernikahan Ammar Zoni Dibocorkan Cholidi Asadil Alam! Segera Nikahi Irish Bella?

Survei tersebut membuktikan, memang tidak semua orang teliti dalam menerima informasi.

Padahal perlu disadari, kita sekarang tengah memasuki tahun politik di mana banyak sekali informasi-informasi bohong alias hoax yang disebar berbagai pihak tak bertanggung jawab yang niscaya memiliki kepentingan. 

Kalau kita hanya rajin membaca sebuah judul, bisa-bisa kita dengan mudahnya terkecoh tanpa memahami lebih dalam isi beritanya!

Baca Juga : Tolak Anak Bungsu Aa Jimmy Diadopsi, Sang Nenek: Ini Kenangan Terakhir Aa Jimmy

Adapun survei itu pun seolah menjadi cermin mengapa WEF (World Economic Forum) tahun 2016 yang membeberkan Indonesia menduduki posisi 73 dari 139 negara rendah literasi.

Kecakapan literasi ini sendiri bukan sekadar dipengaruhi jenjang pendidikan atau status sosial.

Buktinya, ya itu tadi, banyak orang-orang dengan tingkat pendidikan tinggi sampai strata 2 yang masih saja termakan hoax. 

Baca Juga : Sebelum Meninggal, Torro Margens Ternyata Alami Infeksi hingga Muntah Darah

Hal ini juga sejatinya didukung oleh penelitian OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development).

Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi itu, pada tahun 2016 menjelaskan bahwa sebanyak 70 persen penduduk Jakarta tidak paham apa yang mereka baca.

Padahal, ibu kota yang menjadi sentra ekonomi Indonesia, tentu diisi oleh mereka yang rata-rata berbekal pendidikan formal cukup baik.

Baca Juga : Kronologi Brigpol Dewi Ditipu Napi hingga Dipecat dari Pekerjaannya sebagai Polisi

“Membaca bukan berarti bisa memahami. Itulah yang memang terjadi sekarang. Kepiawaian kita akan literasi sering dijadikan bahan untuk menimbulkan konflik, perdebatan, keresahan hingga kecemasan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Sudah kurang cakap, teknologi internet terus berkembang pesat, wajar saja jika kita masih dianggap belum siap untuk cerdas,” ungkap Dr. Dedi Permadi, Direktur Centre for Digital Society dari Universitas Gajah Mada itu.

Duh, padahal kita sudah hendak memasuki tahun politik, ya, Sahabat NOVA.

Akan lebih baik bila kita semakin lebih cermat dan pintar dalam mengolah informasi, sehingga penyebaran di media sosial pun bisa kita tangkal! (*)