NOVA.id - Dari dulu hingga sekarang, kita tak hanya mengenal Jepang sebagai negeri Sakura yang budayanya selalu berhasil menarik perhatian dunia dan wisatawan.
Lebih dari itu, Jepang juga terkenal sebagai negara dengan kebiasaan warganya yang disiplin dan miliki tradisi sangat tepat waktu.
Nah, menyoal hal tersebut, pernahkah terlintas di pikiran Sahabat NOVA, mengapa orang-orang Jepang bisa sangat disiplin dan tepat waktu?
Baca Juga : Krishna Murti Sebut Syahrini Perempuan Apa Adanya karena Dapat Mahar Rp40 Miliar, Pujian?
Sebagai gambaran, saking tepat waktunya, bulan lalu negeri beribukotakan Tokyo ini sempat diguncang skandal akibat seorang menteri yang datang terlambat ke parlemen.
Jangankan sampai lima belas menit bahkan setengah jam, Menteri Olimpiade Yoshitaka Sakurada diketahui hanya terlambat selama tiga menit!
Lantas sebagai bukti kedisiplinan dan aturan ketat soal tepat waktu, keterlambatan sang menteri pun sukses memicu aksi protes selama lima jam dari oposisi dan juga memicu kemarahan publik.
Baca Juga : Dikenal Harmonis, Mark Sungkar Bongkar Sifat Irwansyah dan Teuku Wisnu yang Sempat Buat Emosi
Akibatnya, Sakurada harus meminta maaf secara publik atas skandal itu.
Yup! Bangsa Jepang memang dikenal sebagai bangsa yang sangat tepat waktu.
Bahkan uniknya, bukan hanya keterlambatan yang mampu memicu kritik dari publik, ketika kita tiba terlalu cepat pun, kita bisa memicu protes.
Baca Juga : Berada di Reruntuhan Selama 6 Jam, Bayi 5 Bulan Ini Selamat dari Banjir Sentani
Contohnya yakni ketika pada 2018, sebuah kereta api yang dikelola perusahaan JR-West Railway tiba 25 detik lebih cepat di stasiun.
Meski datang lebih cepat, kondisi ini malah mengundang kritik publik yang memaksa perusahaan itu meminta maaf secara terbuka.
Insiden ini bahkan menjadi bahan pembicaraan luas di Jepang dan dianggap sebagai kesalahan besar yang dilakukan JR-West Railway.
Baca Juga : Ditanya Soal Gisel dan Wijin, Roy Marten Ungkap Pesan untuk Anaknya: Jangan Pilih Perempuan Bodoh
Tentunya, hal ini memiliki latar belakangnya sendiri.
Sejak usia dini, orang Jepang sudah diajari menghargai ketepatan waktu, pentingnya untuk tidak terlambat, atau memikirkan ketidaknyamanan orang lain jika terlambat.
Bahkan Kanako Hosomura (35), seorang ibu rumah tangga yang tinggal di Saitama, mengatakan bahwa dia amat benci keterlambatan meski hanya semenit dan tak akan berteman dengan seseorang yang tidak bisa menepati waktu dan membuat orang lain tak nyaman.
Baca Juga : 7 Fakta Debat Cawapres 17 Maret 2019: Persiapan Kedua Cawapres hingga Adanya Komite Damai
Obsesi Jepang atas ketepatan waktu kerap dianggap mereka yang berkunjung ke Jepang sebagai kebiasaan terbaik negeri itu.
Padahal kenyataannya, dulu Jepang pernah bersikap amat santai, lho. Terutama di masa pra-industrial hingga akhir 1800-an.
Willem Huyssen van Kattendijke, seorang perwira AL Belanda yang datang ke Jepang pada 1850-an, menulis di catatan hariannya bahwa warga Jepang tidak pernah datang tepat waktu.
Baca Juga : Ayahnya Meninggal, Eddies Adelia: Saya Malu Menjadi Anak, Kenapa?
Saat itu, masih kata Willem, kereta api di Jepang bahkan kerap terlambat 20 menit dari jadwal seharusnya!
Akhirnya di masa Restorasi Meiji (1868-1912), di saat Kaisar Meiji menghapus sistem feodal dan menerapkan reformasi militer dan industrialisasi, ketepatan waktu pun menjadi norma baru.
Budaya baru ini dianggap menjadi kunci utama kemajuan pesat Jepang dari negeri agraris menjadi sebuah masyarakat industri modern.
Baca Juga : Dikenal Sabar, Perlakuan Nagita Slavina pada Keponakan Asistennya Jadi Sorotan
Sekolah, perusahaan, dan jaringan kereta api, di mana ketepatan waktu diberlakukan ketat, menjadi institusi yang menjadi ujung tombak perubahan budaya ini.
Di masa inilah, jam tangan menjadi benda populer dan konsep 24 jam sehari menjadi hal yang familiar bagi warga biasa.
Di atas semua itu, menurut peneliti Ichiro Oda, saat itulah warga Jepang menyadari konsep "waktu adalah uang".
Baca Juga : Ingin Jual Mobil? Dua Mobil Bekas Ini Paling Dicari di Pasaran dengan Harga Jual Tinggi
Pada 1920-an, ketepatan waktu dilembagakan dalam berbagai propaganda negara.
Berbagai poster soal ketepatan dan penghematan waktu disebar.
Misalnya bagaimana cara perempuan menata rambut dalam lima menit jika tak ada acara khusus.
Sejak saat itulah, ketepatan waktu dikaitkan dengan produktivitas di perusahaan dan organisasi.
Baca Juga : Dikabarkan Melakukan Percobaan Bunuh Diri, Putri Michael Jackson Menyangkal
Demikian penjelasan Makoto Watanabe, guru besar ilmu komunikasi dan media di Universitas Bunkyo Hokkaido.
Sayangnya, ketepatan waktu ini pun lama-kelamaan memengaruhi kualitas warga Jepang, hingga beberapa kalangan menyebut aturan tepat waktu di sana sebagai sesuatu yang ekstrem.
“Banyak teman saya yang datang dari Jepang ke Kanada, tak ingin pulang. Mereka suka makanan dan hiburan di Jepang, tetapi mereka tak ingin bekerja di sana,” jelas Yukio Kodata (33), warga Kanada keturunan Jepang yang kini tinggal di negeri leluhurnya.
Pada akhirnya, semua punya konsekuensi, ya, Sahabat NOVA!
Namun kira-kira, apa yang terjadi dengan Indonesia bila ketepatan waktunya seketat Jepang, ya?(*)